Sebelas

542 40 1
                                    

Happy Reading!

Satu persatu siswa mulai memasuki ruangan ujian dengan tertib, guru berdiri didepan pintu untuk mengecek papan ujian, tempat pensil, dan saku baju juga celana memastikan tidak ada kecurangan sedikitpun.

Aku lolos dari pemeriksaan lalu mengitari ruang kelas mencari nomor mejaku. Aku mendapat kursi di pojok kiri belakang, dekat dengan jendela. Untuk ujian disini, Nadin bilang kalau sudah kelas 3 tidak akan ada pengacakan kelas, jadi tempat duduk akan sesuai dengan absen. Ini sedikit menguntungkan, jadi tidak perlu basa-basi dengan adik kelas seperti yang biasa kulakukan di sekolah lamaku. Aneh rasanya jika duduk di satu meja yang sama namub hanya saling diam.

Sebagai anak baru, aku dan Reynald jelas menjadi penghuni absen paling akhir. Dengan begitu aku yakin kalau kursi kosong disampingku akan diisi olehnya. Reynald berjalan dengan tenang seperti biasanya, memasang raut muka datar dengan tatapan yang tajam serta rambut yang sedikit tak beraturan. Sesampainya di meja, aku melempar senyum ke arahnya dan tidak berbalas.

"Heuh, sombong!" Cercaku.

Selama ujian berlangsung suasana kelas sangatlah hening, hanya ada suara lirih dari kedua guru yang sedang bergosip entah tentang apa. Aku mengerjakan soalku dengan tenang, mungkin ini pemanasan, soal yang teramat mudah dari pelajaran prakarya dan kewirausahaan.

Seperti soal pilihan ganda nomor 13 yang terdapat gambat gunting lalu pertanyaannya 'apa nama benda disamping?' Kurasa Pak Izal, guru yang baru saja lulus kuliah kurang lebih 2 tahun lalu, sedang bercanda dalam membuat soal ini. Anak TK pun rasanya dengan mudah bisa menjawabnya.

Reynald tak bergeming sedikitpun, masih fokus membaca soal dan sesekali menulis jawaban yang ia pilih.

Akhirnya aku melihat lagi sosok Reynald dalam ketenangan seperti sebelumnya, ketika di pintu angkot, karena setelah ia memiliki motor aku tidak lagi bisa menikmati pemandangan itu.

"Kertas soal lo ada di meja, bukan di muka gue." Ucapnya pelan sambil membalik kertas soal. Aku tergagap, "idih, siapa juga yang ngeliatin lo!" Kesalku.

"Kalo gak ngeliatin gue, berarti lo ngeliat lembar jawab gue." Ia menengok sekilas ke arahku. Membuatku terdiam tidak bisa membalas perkataannya.

Bel tanda selesai mengerjakan soal berbunyi, seisi kelas bersorak senang karena jenuh harus tetap di dalam kelas padahal soal sudah selesai dikerjakan. "Harap diperiksa lagi jawabannya, ada yang masih kosong atau masih ragu-ragu."

Siswa dengan serempak mengeluarkan keluhannya, meminta untuk segera keluar ruangan. Jenuh didalam kelas.

Aku yakin di hari ketiga saat pelajaran matematika, sorakan senang dan keluhan ingin segera keluar ruangan akan berganti dengan teriakan histeris, sumpah-serapah, dan juga berbagai keluhan meminta waktu mengerjakan soal di perpanjang.

Guru mulai mengambil lembar jawaban dari meja kamu, sedang para siswa bergegas keluar ruangan untuk mempersiapkan pelajaran selanjutnya.

"Rey, rey! Tungguin." Panggilku seraya berlari kecil menghampirinya yang kini sedang berjalan sendirian sambil membolak-balikan buku bersampul coklat, mungkin ada jawaban yang ia ragukan tadi, jadi ingin memastikan apakah jawabannya benar atau tidak.

"Makasih ya krim nya kemarin, lo tau banget kalo gue itu pengabdi krim buat pegel-pegel. Hehehe..." Reynald hanya mengangguk singkat lalu mempercepat langkahnya tidak memperdulikanku.

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang