[16+]
"Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon.
Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...
Setelah hubungan yang membaik, Reynald menjadi tambah nempel denganku. Risih sebenarnya, mengingat aku bukan tipe orang yang suka berpacaran dengan gaya menye-menye yang harus kemana-mana berdua.
Sudah beberapa kali ku peringatkan namun tak juga di hiraukan. Seperti saat ini ketika aku ingin makan dikantin sendiri, Reynald malah membuntutiku dan ikut makan bersamaku.
Malas untuk berdebat, aku memilih diam dan membiarkan apapun yang dia mau. Toh, akhir-akhir ini Reynald menjadi bunglon yang jinak. Sifat buruknya menjadi jarang keluar, ia mulai membuka akses untuk orang lain lebih mengenal siapa dia sebenarnya meski tidak sepenuhnya.
"Rey, gue gak makan sama sekali tiramisu dari lo itu loh."
"Kok bisa? terus siapa yang makan?" Jawabnya sambil mengunyah batagor membuat pipinya menggembung, pacar yang lucu.
"Diabisin sama nenek sama kakek."
"Tumben lo mau berbagi makanan enak sampe gak kebagian?" tanya Reynald mulai curiga, dengan berat hati aku harus berkata jujur.
"Gue emang bilang gak mau makan." Reynald yang sudah paham arah pembicaraanku lantas tertawa meledek, "Ciyee... nyesel."
"Ih, rese! Lo kenal sama yang punya kafe?"
"Kenal deket... dia baik banget, penyayang, pengusaha muda, ganteng lagi."
"Seriusan? kenalin dong, barangkali gue bisa bisnis bareng. Kan gua suka masak tuh, nah cocok!"
"Lo mau genit sama dia?"
"Yaaa usaha mah gak ada yang tau bakal berhasil atau enggak." Aku terkekeh menggoda ketika menjawab pertanyaan sinis darinya.
"Dia gak bakal suka sama lo, tipe ceweknya tuh langsing, sexy, cantik, pinter, yah jauh lah pokoknya dari lo."
Aku bersengut kesal mendengar itu, kulanjutkan suapanku lalu kembali buka suara. "Rey, gue mau tiramisunya lagi deh."
"Iya, boleh, nanti gue suruh kirimin."
"Kok lo tumben baik banget?" tanyaku curiga,
"Gue mah baik terus, lo nya aja yang matanya melek separo jadi gak ngeliat."
"Sadar! lo juga!" sahutku sambil menggetok kepalanya dengan kepalan tangan.
***
Sesampainya dirumah kulihat ada kotak persis dengan yang Nenek bawa setelah menemui Reynald. Tidak tahu kapan datangnya namun hatiku berteriak senang, Reynald memang cowok ajaib.
Ketika ku buka, sama seperti kemarin, ada satu surat yang terselip didalamnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kertas yang dipakai sama persis dengan kertas yang tempo dulu menggantung pada hidung boneka di kado ulang tahunku.
Aku berfikir sejenak mencerna kata-kata dalam surat itu. Ku baca berulang kali namun tak kunjung paham dengan maksud isinya.
Aku berjalan menuju kamar sambil membawa kotak berisi tiramisu itu, setelah berada dikamar, aku membuka ponsel untuk menelfon Reynald.
Menyebalkan, ini sudah panggilan untuk yang ke sepuluh, namun tidak juga diangkat.
Merasa malas, sambil berfikir aku memilih untuk mengganti baju. Tepat setelah kaos hitam menempel ditubuhku, berbunyi nada panggilan masuk.
"Halo, maaf tadi nemenin Oma dulu."
"Oh, iya gak papa."
"Udah nyampe kue nya?"
"Udah, makasih... tapi ada surat, gue gak paham isinya."
"IQ lo kan rendah, mana bisa paham."
"Kok ada nama lo?"
"...bentar-bentar, lo yang punya kafe?" Reynald hanya terkekeh diseberang sana, aku berdecak karena merasa tidak ada yang lucu.
"Tradisi di keluarga gue, setiap masuk SMA bakal dikasih pinjaman modal buat usaha, biar lebih menghargai uang. Itulah kenapa gue gak terlalu suka nongkrong tiap hari sama temen-temen di tempat mahal, apalagi sampai masuk klub malam terus ngerusak tubuh dengan minum-minum, ngerokok, bahkan sampe narkoba, duh, gak kepikiran sih. Nyari uang itu susah, Mei. Jadi kita harus benar-benar memperhitungkan uang yang keluar itu bermanfaat atau enggak."
"Berarti bener, kafe itu punya lo?"
"Mau ngakuinnya malu, takut dikira sombong." Kali ini gantian aku yang tertawa mendengar pengakuannya.
"Gilaa... keren lo! Gue jadi minder."
"Minder apa sih, wajar lah cowok, gue kan harus nafkahin anak sama istri gue."
Lagi-lagi dia membuatku tertawa, lebih keras lagi sekarang. "Gue gak kalah hebat dari Iqbaal kan? Hahaha..."
"Masih menang Iqbaal lah, pasti duitnya lebih banyak Iqbaal." ucapku sengaja memancingnya, sebenarnya bukan aku yang memancing, dia sendiri yang membuka obrolan bertopik cowok ganteng pujaan remaja itu.
"Gue bakal usaha biar lebih kaya lagi, lo tenang aja."
"Hahaha iyaa... percaya! Lo gak bangkrut nih ngasih gue dua loyang tiramisu gratis gini?"
"Yaaa... lumayan ngurangin keuntungan sih." sahutnya dengan sedikit lambat seperti sambil berfikir, membuatku merasa tidak enak.
"Kalo gitu biar gue bayar aja, sekalian sama yang di kafe waktu itu." jawabku.
"Bayarnya cukup tetap menjadi cewek yang menyenangkan, biar gue lebih semangat lagi kerjanya." suaranya mendadak lembut dan tenang.
"Hihi... so sweet gitu." aku terkikik seraya meledek menjawab ucapannya.
"Aduh jadi malu nih, hahaha..."
Yang ingin ku lakukan sekarang adalah menemuinya untuk melihat ekspresi wajahnya, pasti akan terlihat konyol ketika berkata seperti itu.