Tigapuluh lima

339 35 1
                                    

Happy reading!

Kakek dan Nenek pergi ke Bekasi untuk memeriksa keadaan Nenek yang tak kunjung membaik.

Aku tidak bisa ikut karena Kakek menyuruhku untuk menjaga rumah, ditambah aku harus sekolah. Kakek bilang hanya menginap satu malam disana.

Hatiku gelisah setiap kali mendengar rintihan sakit dari Nenek, sebelum dibawa ke Bekasi Nenek tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya.

"Kakek bener mau nyetir sendiri? Gak nyuruh Mang Jajang aja..."

"Iya, udah gak papa. kamu jaga rumah ya! Kalo gak berani tidur sendiri ajak Nadin aja sama si Adel."

"Iya nanti Meira suruh Nadin sama Adel tidur disini. Hati-hati ya, Kek!"
Mobil kakek sudah meninggalkan gerbang rumah.

Aku langsung menelfon Adel dan Nadin untuk menemaniku namun mereka sudah memiliki acara masing-masing. Tapi mereka berjanji sore nanti akan ke rumah untuk menginap.
Terdengar suara motor berhenti di halaman rumah, Reynald datang dengan rambut yang teracak-acak sebab ia tidak menggunakan helm.

"Ngapain kesini?" Reynald menghampiriku membawa plastik putih ber-cap toko swalayan terkenal.

"Main aja..."

"Bawa apa tuh?"

"Tepung, coklat, telur, mentega... banyak lah." katanya sambil mengecek isi plastiknya.

"Buat apaan?"

"Buat bikin anak."

"Jangan macem-macem lo!" kuraih sapu yang tersadar pada tembok, mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Bercanda ih, lo kan pernah janji bikinin gue brownies."

Aku menurunkan sapunya lalu menuruh Reynald masuk. "Kata Nadin lo sendirian di rumah, jadi gue kesini."

Tanpa memperdulikannya aku menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.

"Jadi rumah lagi kosong ya, Mei?"

"Iya..."

"Berarti cuma ada kita berdua aja?"
Aku menengok kearahnya yang sedang berdiri menatapku, aku memincingkan mata dengan sadis sekaligus was-was.

"Kalo cuma berdua emang kenapa?" Tanganku bersiap memegang pisau, Reynald yang menyadari hal itu lantas tertawa.

"Yaelah, nanya doang! Anak kecil gak boleh mainan benda tajam, bahaya." Reynald langsung menjauhkan pisau itu dari jangkauan ku.

Aku sudah menata bahan dan alat di tempat memasak. Ia bertepuk tangan dengan semangat seperti anak kecil yang hendak diberi hadiah.

"Ayo mulai!" serunya.

"Pertama yang harus disiapin adalah..." Aku memegang plastik gula, bergaya seperti koki di televisi.

"Gula!" ucapnya tegas dengan senyum yang tidak terlepas dari wajahnya.

"Niaaaat dulu dong..." koreksiku yang membuatnya menatapku bingung.

"...Lo nyiapin gula tapi gak punya niat gak bakal jadi brownies!"

"Tapi tangan lo megang gula?"

"Dih, tangan-tangan siapa? terserah gue dong mau megang apa juga!" Sautku tak mau kalah.

"Yaudah dah, oke! kita niat bikin brownies." katanya sambil memejamkan mata.

"Selanjutnya baru kita siapkan..." gantian sekotak telur yang kuangkat,

"Telur!" lagi-lagi ia berucap lantang dengan jentikan jarinya.

"Alat duluuu..! Lo gimana sih?"

"...kalo gak ada alatnya, gimana mau ngaduk bahan? masa telornya tikucur kemana-mana, gulanya beletekan, tepungnya pabalatak."

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang