Happy reading!
Sudah 15 menit kami berkumpul ditengah lapangan dengan panas matahari yang terasa menusuk punggung tangan. Sudah seminggu ini kami melakukan Ujian praktek, dan hari ini jadwal untuk ujian praktek olahraga.
Vani dan Lisa terus-terusan mengeluh sambil merayu Pak Rahmat meminta keringanan. Pak Rahmat sama dengan Pak Izal mereka adalah guru muda idola para murid.
Lisa dengan gayanya yang centil selalu menjawab intruksi dari Pak Rahmat, ia terus-terusan menggoda Pak Rahmat membuat kami berdiri di lapangan lebih lama lagi.
"Centil banget sih temen lo, jadi lama, panas tau!" keluhku pada Nadin yang dibalas elakan,
"Ogah banget gue punya temen kayak gitu."
Setelah melakukan pemanasan Pak Rahmat mengarahkan siswa untuk keluar sekolah, pengambilan nilai lari kami diminta untuk mengelilingi sekolah.
Peluit merah milik Pak Rahmat berbunyi, banyak anak laki-laki yang langsung berlari dengan cepat. Sama halnya dengan Vika si cewek mungil itu melesat dengan cepat, ia memang paling ahli dalam bidang olahraga.
Aku menarik tangan Adel untuk tidak terburu-buru.
"Pelan-pelan aja ya." ucapku yang diangguki olehnya, dibelakangku masih ada gerombolan anak cewek yang berlari lebih lamban dariku, mereka adalah pasukan berlemak banyak.
Reynald tiba-tiba berada disampingku, entah kapan datangnya.
"Kita balapan, kali ini beneran, yang kalah nraktir mi ayam sekelas!" lalu ia mempercepat larinya, aku berdecih.
Mana mungkin ia bisa menang, anak laki-laki diwajibkan mengelilingi 3 kali putaran, sedangkan anak perempuan hanya 2 kali putaran.
Namun aku tidak ingin terlalu percaya diri, tetap saja dengan perhitungan laki-laki yang berlari lebih cepat akan ada kemungkinan ia menang.
"Del, lo mau mi ayam gratis gak?"
"Mau lah!"
"Kalo gitu semangatin gue, ayo kita percepat larinya!"
"Tadi katanya pelan-pelan aja."
"Mau mi ayam gratis gak?"
Tanpa banyak kata lagi Adel menarik lenganku lalu berlari dengan cepat, aku yang belum siap sempat ingin terjatuh.
"Basa-basi dulu kek, Del!" ucapku kesal.
Saking semangatnya kami mampu menyelip Nadin yang tadinya jauh didepan, menyelip Lisa, bahkan gerombolan anak laki-laki yang berlari lambat dibanding yang lain.
Kini aku dan Adel hanya berjarak beberapa meter dengan Vika, nafasku sudah tersengal-sengal, wajah Adel sudah merah padam. "Lo kuat juga, Del!"
Adel hanya mengangguk membuatku ingin tertawa melihat mukanya yang seperti orang sedang menahan buang air besar.
Kini kami baru satu setengah putaran, banyak anak cowok yang sudah berlari di putaran ketiganya, aku tak peduli Reynald, tekadku hanya aku harus mengalahkannya.
"Udah... setengahnya kita jalan aja!" Adel yang tubuhnya gempal sudah mulai ngos-ngosan kehabisan tenaga,
"Kaki gue geter, Mei."
Biarpun nafasku hampir habis, aku tidak ingin menyerah jadi kuputuskan untuk meninggalkan Adel. 100 meter lagi aku sampai dipintu gerbang, didepanku ada Reynald yang berlari dengan santai.
Aku memperlambat lariku, "Santai, dia baru putaran kedua." ucapku menenangkan hati.
Namun dugaanku salah ketika Pak Rahmat memencet stopwatch didepan dada Reynald, membuktikan ia sudah mencapai finish.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAMELEON
Teen Fiction[16+] "Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon. Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...