Hari-hari selanjutnya aku memilih untuk menjadi pribadi pendiam seperti awal baru pindah. Kegiatanku disekolah hanya sekedat baca buku dan berdiam diri di kelas.
Setelah 4 hari saling diam, Nadin dan Adel sejak kemarin berusaha mengajakku berbicara.
Mereka meminta maaf karena katanya kemarin mereka sangat terancam. Nadin terancam oleh Deri, sedangkan Adel terancam oleh Vani dan Lisa.
"Kalo kalian anggep gue sahabat, kalian gak akan diem aja ketika gue diserang sendirian." Aku terus menghindar dari mereka yang seperti tak punya lelah selalu membuntuti langkahku.
Berbeda dengan Reynald yang sejak kejadian meneriaki ku, kini ia hanya diam, cuek seperti dulu lagi, dan tidak lagi menjemputku.
Kami menjadi jauh, barang sekatapun tidak lagi terucap diantara kami. Kerapkali ia menghindar ketika ada aku, atau terkadang jika sudah terpaksa ia memilih menganggapku tidak ada.
Aku tidak memperdulikannya, karena terhitung hari itu aku bertekad untuk tidak lagi berurusan dengannya. Aku membencinya.
Seminggu sudah aku memilih untuk tidak buka suara dikelas, kecuali jika diminta oleh guru. Kegiatanku sebatas berangkat sekolah mepet dengan bel masuk, istirahat langsung menuju perpustakaan, dan kembali ke kelas ketika waktu istirahat usai juga langsung pulang jika sudah waktunya.
Aku benar-benar membangun benteng tinggi pada diriku. Aku kecewa, aku menginginkan teman-teman lamaku, sekolah lamaku, suasana dan kehidupan lamaku.
Setelah kejadian itu selain curhat kepada ibu, nenek dan kakek aku juga bercerita kepada sahabat lamaku.
"Parah banget sih temen-temen lo!" Kesal Katrin, ia sahabatku sejak TK.
"...udah deh lu balik kesini aja, setahun nginep di rumah gue gak papa kok!" Begitulah Katrin ia selalu peduli yang berlebihan kepadaku.
"Temen cowok lo disana tuh banci semua ya?" Sarkas Galaxi, kami sangat dekat dulu.
Aku bersyukur memiliki teman seperti mereka. Katakan aku ini pengadu, tapi memang sejak dulu mereka adalah tempatku bercerita dan berkeluh kesah.
***
Minggu pagi seperti biasa aku bersiap untuk pergi ke pasar bersama nenek. Ketukan pintu rumah membuatku yang baru saja mengganti baju tidur dengan kaos selengan langsung bergegas membukanya.
Kamarku letaknya paling depan, jadi sudah pasti terdengar jika ada tamu.
"Mei..." Adel meringis canggung ketika aku membuka pintu.
"Mei, udahan ya marahnya?" Ucap Nadin gelisah.
"Iyaa... kita makan surabi telor yuk? Kita traktir!" tambah Adel.
"Iya, yuk?" Sahut Nadin sekali lagi dengan semangat.
Sebenarnya aku sudah berniat memaafkan mereka besok Senin, tapi ternyata mereka lebih niat daripada tekadku sendiri.
"Kalian nyogok gue?" sinisku,
"Enggak kok..." Adel tergagap membuatku terkekeh,
"Iyaaa, udah gak usah drama! udah gue maafin... salah gue juga minta pembelaan ke orang gak setia kawan kayak kalian."
"Terus maksud lo lebih baik minta pembelaan ke siapa? si Reynald?" Nadin naik darah.
"Gak usah pake sebut-sebut dia bisa gak, bikin orang gak mood aja.''
''Ampun dah si Nadin mah! Udah tau ngebaikin ni orang susah malah di bikin kesel lagi.''
''Iya iya udah buruan keburu abis.''
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAMELEON
Teen Fiction[16+] "Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon. Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...