Empat belas

460 39 0
                                    

Happy Reading!!!

U

jian tengah semester sudah terlewati, semua berharap cemas dengan hasil nilai yang akan keluar 1 minggu kali. Banyak pelajaran yang kosong karena mungkin guru-guru sibuk mengoreksi hasil ujian dan malas untuk berjalan ke kelas.

Kata Nadin memang sudah tradisi disinu seminggu setelah UTS atau UAS akan banyak pelajaran yang terabaikan kecuali mata pelajaran untuk ujian nasional.

Aku melihat Reynald di lapangan basket sedang memantulkan bola orange itu sambil berlari-lari kecil.

Shoooot! "Waah! Threepoint!" Teriakku sambil bertepuk tangan spontan melihatnya, membuat ia membalukkan badan.

"Keren...!" Ucapku dengan senyum 3 jari. Dia menghampiriku dengan senyum manis yang jarang ia perlihatkan di sekolah. "Makasih..."

Ah, gantengnya! Rambutnya teracak-acak oleh angin memperlihatkan keringat yang menetes begitu saja dari pelipisnya, baju kemeja sekolah tersampir pada tempat duduk di samping lapangan. Kini ia hanya memakai kaos hitam polos yang tampak basah sebab keringat sehingga mencetak badan atletisnya.

"Ajarin gue dong!"

"Gak mau ah, nih belajar sendiri." Dia melempar bola itu tepat ke arahku, aku yang belum siap langsung tergopoh berusaha menangkap bolanya agar tidak mengenai tubuh.

Usaha ku sia-sia karena bola itu tetap meleset mengenai pundakku. "Nangkep bola aja gak bisa, mau sok-sokan main basket!" Sindirnya dengan tawa yang lebih terdengar ledekan.

"Ya makanya gue minta diajarin!" Ucapku seraya mengambil bola yang menggelinding tidak jauh dari tempatku berdiri.

"Lo ngapain kesini?" Tanya-nya sambil menerima sodoran bola dariku kemudian dipantul-pantulkan ke tanah.

"Mau ke kantin, tapi liat lo main basket yaudah gue kesini dulu. Lo ganteng juga kalo lagi main basket hahaha..."

"Hahaha ternyata lo beneran tipe cewek perayu laki-laki ya? Sayang yah, gue gak tergoda."

"Ih su'udzon. Gue cuma berusaga jadi manusia yang jujur aja, gak lebih."

"Kalo mau ke kantin gue titip air mineral dingin dong, nih duitnya!"

"Udah pake duit gue aja, lu tunggu disini bentar ya." Tidak salah menraktirnya minum mengingat aku masih punya hutang batagor dengannya, juga sebagai permintaan maaf karena kejadian seminggu yang lalu.

"Eh gak ada, nih pake duit gue aja. Sekalian lo kalau mau jajan." Ia memberi selembar uang berwarna biru. "Aduh gak bisa nolak gue kalo udah kayak gini." Ucapku berpura-pura memasang muka melas.

"Ya makanya jangan ditolak." Dia tertawa ringan, aku langsung mengambil uangnya, "berasa minta uang ke suami buat belanja." Candaku.

"Anggap aja begitu kalo mau mah."

"Eh?"

"Udah buruan gih, haus banget gue!"

Aku berjalan menuju kantin lalu membeli air mineral satu dan jus mangga dua, untukku dan Nadin. Setelahnta aku langsung kembali ke lapangan basket, melihat Reynald masih bermain-main dengan bola basket itu.

Cara ia bermain basket sudah sangat ahli, menurutku yang tidak bisa sama sekali dengan permainan bola itu, kakinya bergerak sangat lincah berlari sambil memantulkan bola lalu melompat untuk memasukkannya ke dalam ring.

Terkadang ia juga memantulkan bola melewati kedua kakinya yang terbuka lebar, atau sesekali memegang bole di dadanya kemudian berbalik, setelah itu bolanya ia lempar masuk ke dalam ring.

"Rey! Nih airnya."

Reynald langsung menghentikan permainannya, lalu menghampiriku yang berdiri dipinggir lapangan.

"Loh, kan gue pesennya dingin. Ini kok gak dingin?"

"Kalo abis olahraga itu badan lo panas, gak baik langsung minum air dingin!"

"Udah kayak istri muda aja lu, bawel banget." Ucapnya lalu meneguk air yang ku berikan.

"Idih, ogah banget jadi istri lo! Nih, kembaliannya. Gue mau ke kelas duluan, ditungguin jus nya sama Nadin."

"Simpen aja, kalo sewaktu-wakty gue mau nitip lagi." Sempat terjadi perdebatan namun sikap keras kepala dan tidak mau mengalahnya membuatku mau tidak mau menurutinya, lagi.

"Yaudah deh, gue duluan ya..."

"Eh, bentar!" Aku menghentikan langkahku dan menengok ke arahnya.

"Nadin suruh bayar jusnya, gue cuma bayarin punya lo." Aku hanya mengangguk kecil, setelag beberapa langkah meninggalkannya, aku memutuskan untuk kembali ke lapangan.

"Ngapain lagi lo?" Aku mengambil duduk di sampingnya yang saat ini sedang berkipas-kipas menggunakan kemejanya. Berkeringat seperti ini saja, ia tetap wangi.

"Gue mau minta maaf, Rey."

Ia mengangkat satu alisnya tak mengerti, "Minta maaf kenapa?"

"Yang waktu sarapan di rumah gue minggu lalu."

"Ooh... iya, udah gue maafin. Santai aja, Mei." Dia tersenyum.

"Kalo udah dimaafin kenapa seminggu ini lo ngejauhin gue? Kenapa lo gak jemput gue lagi?" Aku menerutuki mulutku yang selalu tidak bisa mengontrol perkataan yang akan keluar.

Dia tertawa kencang mendengar pertanyaanku, "jadi ceritanya lo galau seminggu ini gue cuekin?"

"...atau kangen gue suruh lari pagi?"

"Yaa... nggak, gak gitu, maksudnya tuh-"

"Apa? Maksudnya apa? Maksudnya minta gue buat jemput lagi? Katanya males bareng gue, kok nanyain? hahaha..." Reynald semakin gencar meledekku.

"Yaa enggak, kayak aneh aja. Tiba-tiba lo ngejauh gitu."

"Gue gak ngerasa ngejauh tuh, lo aja kali kangen sama gue. Ngaku aja apa susahnya sih, Mei!"

"Ck! Bodo amat ah! Pokoknya kalo gue ada salah gue minta maaf." Aku langsung meninggalkannya, membodoh-bodohi diri sendiri karena sudah bertindak gegabah.

"Memei!" Panggil Reynald, namun ku hiraukan dan semakin mempercepat langkahku.

"Woi! Kalo ke sekolah pake blush on nya jangan kebanyakan! Kayak badut lo!" Teriaknya dengan iringan tawa yang membuat telingaku berdengung.

"Heh! Gue gak pernah pake make up ke sekolah ya!" Aku berbalik menantangnya kesal karena sudah memanggilku dengan panggilan itu, juga mengejekku.

"Terus pake apa dong? Kok muka lo metah gitu?" Ia berjalan pelan menghampiriku yang masih berdiri menatapnya kesal.

"Ya gue kalo lagi malu kayak gini, ish!" Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, kemudian melanjutkan langkahku untuk kembali ke kelas.

Setelahnya kudengar tawa Reynald semakin memenuhi antero lapangan. "Makasih minumnya!" Teriaknya lagi dan ku abaikan dia sekali lagi.

TBC

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang