Lima

703 62 0
                                    

Happy Reading!

Bagiku hari Minggu adalah jatah untuk bermalas-malasan, bangun siang dan mandi sehari sekali. Memanjakan otot-otot kaku karena aktivitas sekolah yang melelahkan, menjernihkan fikiran dari masalah yang dilalui selama seminggu, mencari hiburan untuk menghilangkan kesuntukan.

Namun semua itu hanyalah khayalan dan niat yang ku susun sejak malam, nyatanya aku harus bangun untuk shalat subuh dan tidak ada tidur setelah shalat subuh.

Dengan udara Kota Lembang yang sangat dingin, rasanya enak sekali untuk kembali tidur diatas kasur yang empuk dan bersembunyi dibalik selimut tebal.

''Meira, ayo bangun, Neng!''

''Yaaa... bentar, masih ngantuk. Bentar lagi, bentar.'' Jawabku masih dengan mata terpejam dan semakin mengeratkan selimut merah muda.

''Kakek udah beliin surabi telor nih, ntar diabisin!''

Mendengar surabi telor, tanpa pikir panjang aku langsung bangkit dari kasurku segera keluar kamar untuk mencuci muka dan sikat gigi. Siapa yang tidak tergoda oleh surabi telor yang dimakan bareng sambal tempe? Aku rasa tidak ada seorang pun yang bisa menolak jika sudah mencicipinya.

Bahkan hampir setiap Minggu nenek selalu memancingku untuk bangun dengan makanan satu itu, anehnya tidak pernah merasa bosan.

''Paling jago emang nenek kalo bangunin aku.'' Dengusku kesal, tanganku mencomot surabi diatas meja lalu mencoleknya dengan sambal tempe sebelum akhirnya mendarat di mulutku.

''Kamu mah emang kalo soal makanan langsung cepet!''

''Kita ke pasar yuk, Nek!''

''Iya ini juga nenek mau ke pasar, makanya kamu dibangunin. Katanya mau masak udang balado sama sambal ati rempela.''

''Iya enak kali ya, hehehe...''

Untuk ke pasar kami harus berjalan sekitar 200 meter dari rumah sebelum naik angkot. Nenek selalu ku tawari untuk berboncengan denganku naik motor saja karena jarak pasar yang hanya 15km dari rumah, namun beliau belum percaya dengan kelihaianku dalam mengendarai motor.

Ah, nenek belum tau saja kalau cucunya ini pembalap di Jakarta dulu, balapan lawan keong maksudku.

Bau ikan asin langsung menyerang indera penciuman ketika masuk ke dalam pasar yang hanya buka di hari Rabu dan Minggu. Banyak orang berdesakan juga suara bising tawar-menawar serta teriakan sang juragan toko kepada karyawannya. Nenek mengajakku ke tempat jual seafood terlebih dulu karena Lembang bukanlah daerah yang dekat laut, jadi kalau telat sedikit saja pasti bakal kehabisan.

''Bu haji, keresek agengna, bu haji!'' Ini sudah orang keempat yang menawarkan kresek hitam besar pada Nenek.

''Emang disini kalo belanja gak dikasih plastik atau gimana sih, Nek?'' Tanyaku.

''Ya dikasih lah, masa iya beli sayuran ditenteng aja, beli ikan digarandolin ekornya, beli udang disraukin pake tangan. Sok kalo semua yang dipasar mau dibeli... masa mau dimasukkin ke kantong celana?''

''Terus kenapa disini banyak yang jualan plastik satu bijian?''

''Keun bae weh, daripada teu aya gawe. Pemerintah lieur.'' (Biarin aja lah, daripada gak ada kerjaan. Pemerintah pusing.)

Fakta lucu lain yang harus kalian ketahui setelah ada orang jualan kantung kresek satu bijian, jika berbelanja disini semua pembeli otomatis menjadi haji. Karena pedagang akan memanggil kita dengan sebutan pak haji dan bu haji.

''Sok mangga bu haji, acukna... kadieu sok ditingalian.'' (Ayo mari bu haji, bajunya, kesini dulu mari diliat-liat.)

''Mangga, mangga bu haji... Lauk asin, pindang. Rek sabaraha, sok, atuh.'' (Mari, mari bu haji... ikan asin, pindang. Mau berapa, ayo ayo.)

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang