Delapan

613 48 4
                                    

Untuk part ini aku ada kasih sedikit point of view nya Reynald ya :)

Happy reading!

Reynald P.O.V

Rasa senang entah mengapa menyeruak memenuhi dada ketika aku melihat wajah kesalnya. Tidak tau sejak kapan aku memiliki hobi baru setelah basket dan bermain game, yaitu mengganggu Meira. Kami sama-sama anak baru, yang menarik darinya adalah suasana hatinya yang dengan mudah berubah. Sebentar ia berbicara ketus, sebentar lagi ia tersenyum menampakkan lesung pipitnya.

"Bro, maaf ya ganggu. Lain kali kalau mau pacaran jangan ajak-ajak jomblo lah, kasian dia. Gak ada yang mau soalnya galak kayak singa betina."

"Hahaha... awas suka!" Sahut Deri.

"Aduh... jangan deh, bahaya!" Aku terkekeh kemudian mengambil kotak makan berwarna merah muda yang ia tinggalkan begitu saja. Selain pemalas, dia juga ceroboh. Tapi sama halnya dengan magnet, kubu positif dan kubu negatif akan saling tarik-menarik.

Perlu kutekankan biar tidak salah mengartikan, yang ku maksud kubu positifnya itu aku.

"Gue kesana dulu, ya!"

Nadin tetap fokus makan, Deri hanya membalas dengan anggukan dan tawa.

Aku melihat Meira dengan wajah asamnya sedang mengantri mi ayam untuk makan siangku. Tanpa sadar sudut bibirku berkedut yang berlanjut terangkat membentuk senyum, "udah cocok jadi istri..."

Ngaco! Aku segera menepis pikiranku yang tidak baik.

"Nih!" Ia memberi semangkuk mi ayam dengan muja juteknya.

"Temenin gue makan dong, mau memastikan aja ini gak dikasih racun. Duduk situ, nih makan bekal lo!" Tanpa ku sangka lagi-lagi dia menurutiku, bahkan tak berontak sedikitpun seperti biasanya.

"Gue kayaknya gak betah disini." Ia buka suara, namun tak ku tanggapi, bingung harus menjawab apa.

"Kenapa disini gak ada cowok kayak Diko, dan temen-temen yang sama kayak yang gue punya dulu."

"Curhat mantan? Cih..." batinku mengomentari maksud dari ucapannya.

"Kenapa sih harus pindah pindah gini."

"Lu dengerin gue ngomong gak sih, Rey?"

"Denger kok." Sahutku namun tetap asyik memainkan mi dengan sumpit sampai panjang lalu kusedot dengan cepat masuk kedalam mulut.

"Percuma juga sih ngomong sama orang kayak lo, gak punya hati."

"Makan udah, gue gak suka berisik!"

Yang kulihat ia malah mengacak-acak nasinya yang tinggal setengah. Aku melanjutkan makan sampai habis, lalu membayarnya.

Aku tidak serius minta ditraktir olehnya, hanya akal-akalan ku saja untuk menyelamatkan dia dari meja sebelumnya yang membuat mukanya asem, tidak enak dipandang.

"Katanya gue yang bayar, kok lo bayar sendiri?"

"Buat besok aja deh, setelah gue liat di kantong masih ada cukup buat bayar makan." Tanpa basa-basi lagi aku bergegas kembali ke kelas meninggalkan dia yang menatapku kesal.

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang