Happy reading!
Sudah empat hari Reynald tidak mengajakku bicara, tidak tau apa salahku. Aku menganggap ini hal biasa dari Reynald yang moody-an dan labil kayak ABG.
Biarpun begitu, aku tau ia tidak bisa berlama-lama tidak berbicara denganku.
Nadin yang entah sejak kapan menjadi teman curhatnya, bilang kalau Reynald memang sedang tidak ingin bicara denganku tapi ia sering merepotkan Nadin untuk menanyakan keadaanku.
"Kemarin Reynald nelfon gue lagi, baru empat hari berantem aja udah ngeribetin hidup gue banget, lo kenapa sih sama dia?"
"Mana gue tau, tiba-tiba dia kaya gitu."
"Ya lo tanya lah..." sahut Nadin dengan gemas?
"Udaaaah... sampe mulut gue dower gak dijawab sama dia!"
Aku mulai kesal dengan sikapnya yang seperti anak kecil, terlebih ia membuat repot Nadin, sahabatku.
Sepulang sekolah kulihat Reynald sedang berjalan sendiri menuju parkiran, aku sudah bertekad untuk menyelesaikan masalah yang tidak kuketahui apa.
"Reynald..." Ia menghentikan langkahnya, ku percepat langkahku takut ia berubah fikiran.
"Mau ramen gak? Gue traktir..."
Reynald hanya mengangguk dan kembali berjalan.Aku senang setidaknya ini pertama kalinya ia merespon perkataanku setelah empat hari terakhir.
Motor Reynald melesat dengan kecepatan tinggi, yang bisa kulakukan hanya memenjamkan mata dan mencengkram kuat-kuat ujung jaketnya, berharap cemas dan senantiasa berdoa dalam hati agar selamat sampai tujuan.
Kedai ramen ini mengingatkanku pada kejadian beberapa bulan lalu, rasanya ruangan ini penuh dengan ocehan Reynald dengan tingkah tengilnya berbanding terbalik dengan saat ini, Reynald hanya diam tanpa kata satupun.
"Rey, lo kenapa sih?" aku membuka suara terlebih dulu, yang ku ajak bicara malah asyik dengan gadgetnya.
Tidak kehabisan akal, aku melakukan hal sama dengan yang ia lakukan padaku dulu, ku ambil ponselnya dan ku simpan pada lipatan tangan.
"Gue kesini mau ngajak lo ngomong, bukan mau ngeliatin lo main handphone!" Persis, kalimat itu masih terngiang di otakku.
Berbeda denganku yang langsung memberi respon, Reynald malah beralih pada ponsel satunya yang ia ambil dari saku celana.
Aku menatapnya jengah, kulempar ponsel yang ku sita tadi ke arahnya.
"Kalo aja gue punya kemampuan cenayang, gue gak akan repot-repot kayak gini, bikin tambah sakit hati." aku memutuskan berpindah ke meja lain, niatnya ingin pulang namun menghadapi Reynald cukup membuat perut keroncongan.
Pelayan kedai mengantar kedua ramen ke meja milik Reynald, "Teh, yang satunya disini." ucapku.
Pelayan itu menengok ke arahku bersiap menghampiri, namun Reynald sudah berdiri mengambil alih nampan yang dibawa oleh pelayan itu dan menaruhnya diatas meja.
"Kerjanya yang profesional dong, antar pesanan sesuai nomor meja. Bisa aja orang itu ngaku-ngaku, kalau sampai kejadian kayak gitu emang mau tanggung kerugian restoran?" Pelayan yang ditegur dengan keras itu mengangguk takut, dari seragamnya ia nampak masih anak baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAMELEON
Fiksi Remaja[16+] "Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon. Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...