Happy Reading!
Setelah kejadian itu Reynald menepati janjinya untuk menjemputku lagi, kami sarapan bersama kembali seperti biasanya.
Tiga hari berlalu, sikap Reynald yang semakin hari semakin manis membuatku tidak bisa lagi mengendalikan gejolak di hati. Kupikir untuk jaman sekarang wanita bukan lagi makhluk Tuhan yang paling seksi, tapi makhluk Tuhan yang paling gampang baper.
"Jangan sampai suka sama Reynald, dia itu bukan lagi bibit playboy tapi udah tumbuh tunas. Liat aja gaya-nya, keliatan banget dia player sejati. Ceweknya di Bandung pasti banyak!" Logika ku terus mengatur agar aku tetap menjaga jarak dengannya.
Bertolak belakang sekali dengan hati yang terus-menerus merasa nyaman didekatnya, bahkan kini rasanya selalu ingin berlama-lama didekatnya.
Belum lagi nenek dan kakek yang seolah mempercayaiku sepenuhnya.
"Mei, kamu sama Reynald pacaran ya?"
"Ih enggak, kita temenan doang!"
"Masa sih? Kok gak pacaran? Kan Reynaldnya juga ganteng. Kayak siapa itu teh yang suka kamu teriak-teriakin kalo lagi nongtonin hape?"
"Ish, Iqbaal."
"Tah eta."
"Ya Reynaldnya juga gak ngajak pacaran!"
"Waduh, ngarepin ya? Hahaha..."
Setelah kejadian itu, dengan kompaknya nenek dan kakek selalu menggodaku didepan Reynald. Protesku kerap kali diabaikan, berbeda dengan Reynald yang malah semakin semangat menggodaku. Godaan nenek dan kakek dianggapnya sebagai bahan bakar.
Kalau saja nenek dan kakek tau bagaimana cueknya seorang Reynald padaku kalau di sekolah dan sedang banyak murid lain, mungkin mereka tidak akan bersikap macam remaja baru puber seperti saat ini.
***
Biasanya Reynald selalu menjemputku setiap hari hanya untuk menyuruhku berlari dari gang jambu, katanya aku terlalu gemuk untuk ukuran cewek, jadi harus berolahraga setiap hari. Dan jelas itu hanya akal-akalan Reynald saja karena berat badan dan tinggiku terhitung ideal. Ia hanya senang saja melihatku tersiksa.
Berbeda dengan hari ini Reynald menjemputku, sesampainya di gang jambu ia tetap meneruskan perjalanan sehingga aku ikut dengannya sampai di parkiran sekolah.
"Tumben baik hati gak nyuruh gue lari? Kesambet apa lo?" Kataku sambil melepas helm lalu menyerahkan padanya.
"Hari ini lo cantik, gue jadi gak tega mau nyuruh lari." Setelah menerima helmnya ia menepuk-nepuk pelan kepalaku, lalu turun dari motor dan berlalu begitu saja. Aku berusaha mengontrol raut wajah dan jantung yang pagi-pagi begini sudah seperti terjadi peperangan.
Dengan segera aku berlari kecil untuk menyusul Reynald, "pagi-pagi udah gombal, dasar playboy!" Ia menghiraukanku, jika kalian bertanya apakah aku kesal dengan sikapnya yang bisa berubah dalam hitungan menit maka jawabannya adalah tidak, sudah biasa.
Reynald akan sangat cerewet dan konyol didepanku, namun jika sudah ada orang lain sikapnya berubah menjadi dingin, cuek, dan urat sombongnya akan menjadi-jadi. Terkecuali jika orang lain itu Adel, Nadin, dan Hedry.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAMELEON
Teen Fiction[16+] "Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon. Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...