[16+]
"Terkadang jatuh cinta itu hanya karena hal yang sepele, saking sepelenya ketika ditanya 'kenapa bisa?' Kita gak bisa jawab." -chameleon.
Selamat menikmati kisah Reynald Gabriel Atmaja yang sifatnya mudah berubah dalam hitungan detik juga si b...
Nenek sedikit berteriak memanggilku untuk mengajak sarapan bersama. Dengan sisa semangat, aku berjalan lemas menuju ruang makan. Bahkan aku tidak memperdulikan penampilanku saat ini, karena menangis memang menguras cukup banyak tenaga.
Reynald sudah duduk di kursi makan samping kakek, yang biasanya kosong. Ia terbengong sebentar melihat penampilanku yang berantakan, namun ku abaikan dan memilih terdiam sebab tak ingin menambah rusak suasana hati. Sebenarnya juga karena sudah sangat lapar.
Selama makan hanya ada percakapan singkat antara kakek dan Reynald, kakek menanyakan tentang sekolah dan beberapa topik pembicaraan basa-basi lainnya. Hari itu aku tau bahwa Reynald juga tinggal bersama neneknya, karena kakeknya baru saja meninggal dan sebagai cucu pertama ia diminta untuk menemani neneknya di Lembang.
"Sebenernya mami minta oma tinggal di Bandung aja, tapi oma nya belum mau. Mungkin karena masih keingetan sama opa, belum pengen ninggalin kenangan di rumah. Tapi tahun depan rumah mau pindah ke Bandung semua sih, rencana kan aku gak ngelanjut kuliah disini."
"Loh, mau dimana?"
"Jepang sih kalau bisa, hehehe."
Ia dan kakek kembali bercerita, kakek menceritakan masa mudanya sekaligus melawak. Nenek sudah keluar air mata mendengar lawakan receh dari kakek, Reynald juga udah beberapa kali terkakak dibuatnya. Tapi tidak denganku yang hanya mendengarkan tanpa minat merespon.
Selesai makan aku langsung kembali masuk ke kamar tanpa memperdulikan keberadaan Reynald. Jika kalian di posisiku pasti akan melakukan hal yang sama, karena ini sudah keterlaluan. Beberapa menit kemudian aku melihat dari jendela kamar, motor besar berwarna putih itu meninggalkan gerbang rumah kakek.
Aku pun keluar kamar untuk mandi karena badan terasa sangat lengket.
"Nih, dari Reynald." Kakek menyodorkan plastik putih kecil kepadaku, "...katanya maaf, gitu. Emang maaf kenapa, Neng"
"Ck, tadi tuh aku nungguin dia di bunderan komplek. Ada setengah jam lah, bukan lari, Kek!" Kesalku bersiap hampir menangis lagi. "Hahaha... pantes aja." Kakek hanya tertawa dan berlalu begitu saja. Aku membuka plastik putih itu, ternyata isinya krim pijat untuk pegal-pegal bertempelkan stickynote yang biasa digunakan kakek untuk pengingat pesanan batu atau pasir.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku jadi membayangkan bagaimana cara Ia berbicara ketika meminta kertas itu pada kakek. Sukses membuatku senyum-senyum sendiri membayangkannya terlebih setelah membaca isinya.
"Dasar! Buru-buru tapi sempet sarapan segala." Gerutuku.
Tadi memang aku sempat berbincang dengan Deri, tapi dia hanya menyapaku sekilas katanya mau ke rumah Nadin meminjam buku catatan.