Dua belas

526 40 0
                                    

Happy Reading!

Keesokan harinya setelah shalat subuh kami bertiga mengulang kembali materi yang sudah dipelajari. Berharap-harap cemas dengan soal yang akan menyerang kita nanti.

Adel terlihat gelisah sebab semalam ia hanya melihatku dan Nadin mengerjakan soal, tidak berniat sama sekali untuk menyentuhnya. Ia bilang hanya dengan menonton orang mengerjakan soal itu sudah bisa membuatnya paham dengan materinya.

Namun pada kenyataannya,saat ini ia kelimpungan karena tidak ada satupun materi yang dikuasai.

"Neng, Rey udah jemput tuh!" Nenek berteriak dari dapur, sontak kedua temenku terdiam menatapku.

"Tuh, gue gak bohong kan?" Aku mendengus kesal, Nadin dan Adel hanya mengangguk dengan raut wajah tidak percaya.

Aku berjalan menuju pintu utama rumah. Setelah pintu terbuka, terlihat Reynald sedikit kaget dan gugup sebab ada Adel dan Nadin di belakangku. "Maaf pagi ini gue gak bisa berangkat bareng lo, gue bareng sama mereka dianter kakek pake mobil."

"Percaya diri banget lo! Gue kesini mau sarapan, kemarin nenek udah janji mau masakin gue sambal goreng ati." Reynald turun dari motornya lalu berjalan menuju dapur lewat pintu samping rumah.

Ini menyebalkan, yang awalnya senang sebab dijemput oleh orang yang menjadi rebutan di kelas, atau bahkan satu sekolah, menjadi muak karena sikap tengil dan sombongnya.

Melihatnya membuatku memijat kepala, pening rasanya. Sedangkan Nadin dan Adel terbengong kompak memegang pundakku. "Aneh ih..."

"Iya, jadi tengil gitu dia." Nadin turut mengomentari.

"Huh, Ya Allah... hari ini matematika loh..." desisku sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan lewat mulut.

"Udah sabar... sabar... masuk aja, yuk! Kita sarapan biar keisi perutnya, gak pusing lagi, gak emosi lagi, ujian lancar, hati senang, masalah ilang!" Adel merentang-rentangkan tangannya sambil berlalu mendahului kami masuk ke dalam rumah.

"Eh, eh, ini kan rumah gue, harusnya gue yang ngajak sarapan dong!"

"Idih, bukan! Ini mah rumah kakek lo kali, ngaku-ngaku lo jamilah!" Sahut Adel dengan sewotnya. Aku hanya melipat tangan didepan dada lalu memberinya tatapan membunuh.

"Hehehe... iya iya, maaf khilaf berasa kayak rumah sendiri kalo di rumah bagus. Ini mah kan rumah nyonya Meira, lupa aku teh, ya maklum atuh manusia tempat segala poho." (Poho=lupa) Adel menyengir menggandeng lenganku seraya memanis-maniskan wajahnya, inilah contoh bibit teman palsu.

Di ruang makan terlihat Reynald sudah duduk manis di samping kakek. Entah sejak kapan kursi itu menjadi hak miliknya, sebab kursi itu terisi olehnya hampir di setiap paginya.

Kakek dan Reynald sedang berbincang sambil sesekali tertawa, seringkali kudengar mereka berdua berbicara tentang bisnis. Ah, tau apa bocah ingusan itu tentang bisnis, sok-sokan.

Nenek masih sibuk menata makanan di atas meja makan, pagi ini nenek masak nasi goreng juga telor dadar. Perlu digaris bawahi, tidak ada masakan sambal goreng ati.

"Lo kesitu duluan, gue ambil bangku sebentar." Adel dan Nadin mengangguk lalu mereka turut membantu nenek menyiapkan makanannya.

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang