Tiga belas

490 38 0
                                    

Ujian matematika berjalan lancar karena ternyata soal hanya diambil dari beberapa latihan yang telah kami kerjakan selama kegiatan belajar mengajar, hanya saja angkanya yang dirubah.

Hatiku belum juga mereda, karena hari esok yaitu ujian mata pelajaran Bahasa Sunda. Memang di sekolah lamaku dulu sudah ada pelajaran itu, tapi pastinya tidak akan sesulit disini karena disana pelajaran Bahasa Sunda hanya sebatas formalitas saja. Malam nanti sudah ku pastikan akan sangat melelahkan karena harus belajar dengan keras.

Berbicara tentang Reynald, sejak bertemu disekolah, duduk bersebelahan, dia sama sekali tidak membuka suaranya. Sikapnya berubah 360 derajat dari yang ku kenal sebelumnya.

Sama cueknya, namun kali ini seperti ada kemarahan yang tersimpan setiap kali dia menatapku. Tapi aku tidak peduli, karena saat ini aku hanya ingin fokus pada ujianku.

Malam harinya, dari semua rencana yang kususun, mulai dari membuka kamus bahasa sunda, bertanya kepada kakek, sesi tanya jawab dengan nenek seketika musnah. Yang kulakukan hanya menatap nanar lembaran kertas buram yang menyatu dalam satu bendel.

Bingung harus melakukan apa dan harus bagaimana belajarnya untuk pelajaran bahasa sunda ini. Karena memang untuk pelajaran bahasa itu hanya butuh pemahaman konsep dan beberapa hafalan.

Aku hanya membaca sedikit materi yang kurasa mudah dipahami, selanjutnya yang kulakukan adalah membolak-balikkan buku itu hingga lusuh.

"Ini bahasa apaan sih? Kayaknya dulu gue gak dapet bahasa yang ini. Susah banget." Keluhku terus-menerus, bahkan merengek sendirian jika materi tidak juga terhafalkan. Merasa sudah cukup mengerahkan segala usaha sampai tetes darah penghabisan maka yang bisa diandalkan selanjutnya ada keberuntungan dan do'a. Aku menutup buku lalu tidur, berharap esok ada kejutan istimewa seperti bocoran soal, atau pengunduran ujian, atau sama halnya kebanyakan siswa yang selalu berharap sekolah kebanjiran membuat soal-soal basah dan tak bisa digunakan.

***

Sudah lama Reynald tidak datang ke rumah untuk menjemputku, tapi aku tidak memusingkan hal itu karena sebenarnya aku lebih suka diantar oleh kakek.

Namun hal itu menjadi aneh bagi nenek yang selalu senang jika ada Reynald yang dengan senang hati membantu menghabiskan masakannya di pagi hari.
"Reynald kenapa gak pernah kesini lagi sekarang, Neng?"

Tanpa minat menjawab, mulutku terkunci. Aku hanya mengendikkan bahu dengan raut wajah yang menunjukkan ketidaksukaan. "Jangan suka gitu sama anak cowok, nanti bisi bogoheun." (bogoheun=suka) Nenek tertawa di ujung perkataannya.

"Idih..." kujawab dengan gaya merinding seluruh tubuh.

"Yee... dibilangin, bener aja! Kalo orang tua ngomong mah, nanti udah suka aja baru nyaho!" (Nyaho=tau)

Tidak mau berdebat lebih panjang lagi, aku langsung menyalami nenek dan menghampiri kakek yang sudah siap dengan motor matic putih birunya. Melangkah menuju motor membuat hatiku semakin resah yang kuyakini oleh ketidaksiapan menghadapi ujian bahasa sunda.

***

"Nadin, Nadin, Nadin !" Ucapku tidak santai sesampainya di koridor depan kelas. Nadin sedang terpojok sendirian menghafalkan materi ujian.

"Kenapa sih! Disuruh lari lagi lu sama si Reynald?"

"Ish, enggak! Dia udah lama gak jemput gue."

"Lah, kenapa? Galau dong lu." Sahut Nadin asal.

"Banyak nanya lo! Mana gue tau, tanya aja sama orangnya!"

CHAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang