"sudah ku putuskan, akan ku gunakan kedua tanganku ini untuk membunuh Jayakatwang"
"dan aku bersumpah tak kan kembali sebelum membawa kepalanya ke hadapan Dewata Agung"
Raden Wijaya mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke langit lalu berkata "Dewata Agung dengarkanlah sumpah dari hambamu ini." Tiba-tiba, petir menggelgar, semilir angin yang tadinya tenang kini berubah menjadi hembusan dahsyat. Seakan-akan alam pun turut serta mengiringi sumpah ksatria seorang Raden Wijaya.
Sementara itu, pasukan telik sandi telah menguasai beberapa titik penting pos penjagaan. Kemudian pasukan tombak Mongol segera mengisi pos-pos tersebut. Pasukan telik sandi perlahan-lahan mulai bergerak menuju Kedaton Kadiri. Mereka menuju pos utama penjagaan Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri. Nampaklah disana beberapa penjaga sedang asik bermabuk-mabukan. Tanpa disadari bahwa telik sandi sudah berada di dekat mereka. Sejurus kemudian, berjatuhanlah para penjaga dihabisi oleh pasukan telik sandi. Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri pun mampu dikuasai telik sandi. Kemudian, komandan telik sandi memerintahkan Gadjah Wengker seorang ksatria muda yang sangat berbakat kembali ke perkemahan. "Hai Gadjah Wengker, kembalilah ke perkemahan sekarang juga dan sampaikan pada Gusti Raden untuk segera menyerbu Kedaton Kadiri" kata komandan telik sandi. "Sendiko dhawuh Paman, Gadjah Wengker undur diri" sahut Gadjah Wengker. Dengan cekatan ksatria muda itu segera pergi meninggalkan Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri dan menghilang di kegelapan malam.
"OH DEWATA AGUNG, HAMBA SUDAH SIAP UNTUK BERPERANG!!!"
"HAMBA TIDAK TAKUT MATI MEMBELA NEGARA HAMBA"
"HAMBA LEBIH BAIK MATI SECARA KSATRIA DARIPADA MATI HIDUP TANPA HARGA DIRI"
Raden Wijaya memantapkan hati dan kemudian berseru pada seluruh pasukan Singhasari dan Mongol "DEWATA TELAH MEMBERIKAN RESTUNYA PADAKU KEMBALI UNTUK MEREBUT KADIRI DARI JAYAKATWANG, MARI KITA BERANIKAN DIRI KARENA DEWATA AGUNG ADA BERSAMA KITA" pekik Raden Wijaya diiringi dengan gemuruh teriakan para pasukan. Sayang, pasukan Mongol tidak mengetahui bahwa sebenarnya Jayakatwang itu bukanlah Kertanegara yang hendak mereka tundukkan. Namun ini sudah menjadi kehendak Dewata Agung. Bahwa Raden Wijayalah yang akan menjadi karma buruk Jayakatwang.
Tak lama berselang, Gadjah Wengker sampai di perkemahan dan segera menghampiri Raden Wijaya seraya berkata "Sendiko dhawuh Gusti Raden, mohon ampun hamba Gadjah Wengker hendak memberi laporan bahwa Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri telah kita kuasai, juga pos-pos penjagaan telah diisi oleh pasukan Mongol." Raden Wijaya memandang Gadjah Wengker yang sedang bersimpuh, kemudian menyuruhnya untuk bangkit "bangkitlah ksatria muda Gadjah Wengker, kalo begitu sekarang juga kita harus menyerang sebelum mentari terbit di ufuk timur" sahut Raden Wijaya.
Derap langkah kaki pasukan Singhasari dan Mongol diiringi langkah pasukan berkuda menggetarkan bumi. Ksatria-ksatria pilihan yang hendak pergi berperang menatap tegas. Tanpa rasa takut sedikit pun tergurat di wajah mereka. Ini saatnya menebus harga diri yang telah terinjak-injak oleh Jayakatwang. Rasa bakti pada kerajaan dan bumi pertiwi Singhasari yang menyatukan tekad, dan tujuan mereka.
"BINASAKAN....BINASAKAN JAYAKATWANG....!!!!"
"BINASAKAN....BINASAKAN JAYAKATWANG....!!!!"
"BINASAKAN....BINASAKAN JAYAKATWANG....!!!!"
"BINASAKAN....BINASAKAN JAYAKATWANG....!!!!"
"BINASAKAN....BINASAKAN JAYAKATWANG....!!!!"
Terikan-terikan yang menggetarkan jiwa, diiringi suara gemuruh langit dan derap langkah kaki para prajurit merupakan perpaduan sempurna. Sesampainya di muka Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri, Raden Wijaya dan Panglima Mongol disambut oleh pasukan telik sandi yang sedang berjaga. Komandan telik sandi segera menyambut rombongan besar itu dan berkata "Gusti Raden, seluruh pos penjagaan di area Gapura Paduraksa sudah hamba bersihkan, sekarang kita tinggal menyerbu Kedaton saja." Raden Wijaya terdiam sejenak lalu berkata, "Paman, dimanakah Jayakatwang berada?", jawab Komandan telik sandi "Jayakatwang berada di Istana Kedaton dan di jaga oleh pasukan Kleweng berjumlah 100 orang Gusti Raden."
Tanpa pikir panjang, Raden Wijaya berkata pada Panglima Mongol "Wahai Panglima Mongol Saudaraku, ijinkan aku membawa 50 pasukan panahan untuk mengalahkan raja Kadiri." Lalu Panglima Mongol menjawab "baiklah, silahkan bawa pasukan panahan sementara itu aku akan menggempur sisi utara dan selatan Kedaton Kadiri, sedangkan pasukanmu menggempur sisi timur dan barat bagaimana?" tanya Panglima Mongol. Raden Wijaya pun berkata "baiklah saudaraku, kita berpisah disini."
"inilah saatnya kau kan binasa JAYAKATWANG"
"dengan kedua tanganku dan restu Dewata Agung"
"aku membalaskan dendam Kertanegara dan keluargaku"
Raden Wijaya berlari diiringi pasukan panahan dan telik sandi menyerbu Istana Kedaton Kadiri sambil berseru "BERSAMA DEWATA AGUNG AKU DATANG MENGHUKUMMU JAYAKATWAAAANGGG!!!!" pekik Raden Wijaya dan diiringi teriakan para pasukan membuat pasukan Kleweng yang sedang berjaga kaget bukan kepalang. Mereka berhamburan tanpa sempat melakukan perlawanan berarti. Satu per satu pasukan Kleweng dibunuh, dihabisi tanpa ada sisa. Darah berceceran dimana-mana membanjiri lantai. Sedangkan Jayakatwang terkepung tanpa bisa pergi.
Kemudian, Raden Wijaya mendobrak pintu kamar tidur Jayakatwang, dan mendapati Jayakatwang sudah siap untuk berkelahi. Berkatalah Jayakatwang pada Raden Wijaya "AKU DISINI WIJAYA, AKU TAK'KAN LARI... HADAPI AKU SEKARANG JUGA, JIKA KAU INGIN MEMBALASKAN DENDAMMU!!" hardik Jayakatwang pada Raden Wijaya. Tanpa banyak bicara Raden Wijaya meladeni permintaan Jayakatwang untuk bertarung secara ksatria. Keduanya saling serang menunjukkan kebolehan kanuragan masing-masing.
"aaaa...aaakkuuu..."
"keee..keeenaaapaa..."
"su...suaaatuu..hari nanti..."
"kii..kiiitaa aaa..aakkan berte..teemu laagii"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
MAJAPAHIT
Fiksi SejarahKisah tentang sebuah kerajaan Siwa-Budha yang pernah hadir di bumi Nusantara pada abad 9 Masehi yang kemudian menjadi pemersatu Nusantara dibawah seorang Panglima Perang Gadjahmada. Kini kisah ini akan saya angkat sebagai sebuah cerita sederhana yan...