"Tanah Jawa tak'kan ku serahkan pada kalian"
"karena kami adalah ksatria Dewa yang tak mau tunduk pada kalian"
Hari mulai senja ketika tanpa disadari oleh Raden Wijaya dan Panglima Mongol yang sedang asyik berbincang bahwa segala persiapan sudah selesai, dan tinggal menunggu waktu kedatangan rombongan Permaisuri. Berkatalah Raden Wijaya pada Panglima Mongol, "Panglima Mongol saudara ku, setelah ini apa yang hendak kau lakukan?" Lalu Panglima Mongol menjawab dengan cepat "Raden Wijaya, maukah kau menjadi raja bawahan bagi Kaisar Kubilai Khan?" tanya Panglima Mongol. Sejenak Raden Wijaya terdiam, lalu berkata "apa keuntungan yang akan ku dapatkan jika aku bersedia?" tak butuh waktu lama Panglima Mongol segera berkata "kau akan mendapatkan perlindungan secara penuh jika tunduk pada Kaisar Kubilai Khan, tak hanya itu saja kau kan mendapatkan hak otonomi khusus mengelola jalur perdagangan, bagaimana Raden Wijaya?"
Raden Wijaya lalu berkata "baiklah, setelah aku mengangkat diriku sebagai penguasa Kadiri, aku kan menjadi bawahan Kaisar Kubilai Khan" jawab Raden Wijaya singkat. Panglima Mongol tersenyum penuh arti tanda setuju bahwa tawarannya tidak ditolak oleh Raden Wijaya sebagai penguasa baru Kadiri. Sejurus kemudian, Raden Wijaya mohon diri untuk melihat pekerjaan para pasukan yang sedang berbenah. Seraya berjalan, Raden Wijaya memanggil Gadjah Wengker dan kemudian berkata "Gadjah Wengker, aku minta padamu buatkan aku ramuan racun dari bisa ular dan tuangkan dalam makanan serta minuman keras yang akan kita suguhkan bagi pasukan Mongol." Gadjah Wengker pun berkata "Sendhiko dhawuh Gusti Raden, akan hamba laksanakan segera" dan kemudian Gadjah Wengker pergi mengumpulkan ular berbisa seperti permintaan Raden Wijaya.
Menjelang malam, rombongan Permaisuri memasuki Gapura Paduraksa Kedaton Kadiri. Hati Permaisuri begitu gembira tak mampu menahan rasa rindu kepada Raden Wijaya. Sedangkan Adipat Arya Wiraraja yang ikut serta pun demikian, tak sabar lagi ingin bertemu dan mengucapkan selamat pada sahabatnya.
"Terima kasih Dewata Agung, tlah kau berikan keselamatan kepada Permaisuri dan sahabatku"
"sungguh anugerah tak terperi melihat mereka dalam keadaan baik-baik saja"
"aku tak mampu menyembunyikan rasa gembira ini lagi..."
Raden Wijaya melihat rombongan Permaisuri datang dan segera menyambutnya. Teryata tak hanya Permaisuri saja melainkan juga ada Adipati Arya Wiraraja sahabatnya yang telah membantunya selama ini. Berkatalah Raden Wijaya pada para telik sandi pengiring rombongan "Paman bawa pasukanmu, dan segera jalankan rencana kita." Komandan telik sandi pun segera mengerti dan berkata "baiklah, segera kami persiapkan segalanaya."
Raden Wijaya segera menemui Permaisuri dan sahabatnya diajaknya serta berbincang dalam suasana hangat. Malam itu, pesta pora dilangsungkan merayakan kemenangan besar atas kembalinya Kadiri menjadi milik pewaris tahta Singhasari. Semuanya bersuka, berdendang dan menikmati hidangan yang sudah tersaji. Semuanya tanpa kecuali....
Tanpa rasa curiga, Panglima Mongol dan pasukannya menikmati segala macam hidangan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Mereka tidak sadar bahwa sudah masuk dalam perangkap Raden Wijaya. Dalam suasana meriah tersebut, semuanya terlihat sangat bahagia. Kemenangan telah diraih, dendam pun terbalaskan.
Adipati Arya Wiraraja pun menghampiri sahabatnya seraya berkata "Sahabatku Raden Wijaya, selamat atas kemenanganmu ini, dan tak lupa juga sahabatmu ini hendak berpamitan kembali pulang." Mendengar hal ini berkatalah Raden Wijaya "terima kasih Kakang Arya Wiraraja, tanpamu tidak kan aku mampu melakukan ini semua, sekiranya Kakang Arya Wiraraja hendak berpamitan, sudilah kiranya kita bertemu lagi di lain hari." Adipati Arya Wiraraja kemudian memeluk sahabatnya dan berkata "tenanglah, aku akan selalu mendukungmu karena kau sudah ku anggap keluarga." Kedua sahabat itu pun saling berpelukan dan kemudian Adipati Arya Wiraraja undur diri.
Sementara itu di bagian lain Istana Kedaton Kadiri, Panglima Mongol dan pasukannya telah terkapar tak berdaya, tanpa perlawanan pasti dan tanpa rasa curiga, mereka terlena akan kenikmatan duniawi. Siasat Raden Wijaya pun berhasil. Lalu Raden Wijaya menghampiri Panglima Mongol seraya berkata "katakan pada kaisarmu aku TAK AKAN PERNAH TUNDUK PADANYA!"
"Seketika semuanya sunyi...."
"Hening...."
"Karena mereka sudah tak lagi bernyawa...."
Raden Wijaya dan para pasukannya kemudian bergegas pergi meninggalkan pasukan Mongol yang sudah bergelimpangan tak berdaya. Mereka sudah terkena racun ular berbisa yang telah dipersiapkan oleh pasukan telik sandi. Tanpa banyak bicara, tanpa perlawanan, namun kemenangan telah diraih. Kemudian berkatalah Raden Wijaya pada pasukannya "mari kita bumi hanguskan tempat ini, dan pergi menuju tempat yang baru dan biarkan semuanya ini menjadi saksi di masa yang akan datang."
"tak ada lagi kegembiraan..."
"Tak ada lagi derai tawa-canda...."
"yang tersisa hanya onggokan mayat tentara Mongol yang berserakan di lantai..."
Raden Wijaya dan pasukannya kemudian pergi menuju Hutan Tarik. Malam itu menjadi malam terakhir mereka di Kadiri. Karena Raden Wijaya tak mau lagi mengingat segala hal buruk yang terjadi.
"aku pergi dengan harapan..."
"maka jika suatu hari nanti aku kembali, kan ku murnikan tanah Kadiri dengan abu tubuhku..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAJAPAHIT
Historical FictionKisah tentang sebuah kerajaan Siwa-Budha yang pernah hadir di bumi Nusantara pada abad 9 Masehi yang kemudian menjadi pemersatu Nusantara dibawah seorang Panglima Perang Gadjahmada. Kini kisah ini akan saya angkat sebagai sebuah cerita sederhana yan...