PARA KSATRIA DHARMAPUTERADEWA

1K 63 0
                                    

"Daha merupakan tanah bertuah"

"tempat dimana raja-raja terdahulu berkuasa"

"tanah suci bagi kelahiran para raja besar tanah Jawa"

"itulah sebabnya aku memilih tempat ini"

Masa-masa awal pemerintahan Jayanagara di Daha begitu terlihat sempurna. Nyaris seperti pada masa awal Majapahit dipimpin Raden Wijaya. Dalam awal masa pemerintahannya, Jayanagara masih berusaha meyakinkan para Adipati, dan juga pembesar kerajaan. Bahwa Jayanagara mampu melebihi kepemimpinan Rama-nya, Raden Wijaya. Namun tanpa diketahui bahwa ada segelintir elite politik yang masih tidak menerima kehadirannya sebagai raja. Salah satu dari elite tersebut merupakan anggota dari Dharmaputeradewa. Mereka merupakan kelompok ksatria elite yang telah bersumpah setia pada Raden Wijaya dan juga Majapahit. Namun merekea tidak menerima Jayanagara, karena dianggap belum cakap menjadi seorang raja. 

Tak ayal, kerap kali kebijakan Jayanagara berbenturan dengan para Dharmaputeradewa. Di sisi lain, Jayanagara malah mengangkat para ksatria Amurwabhumi sebagai anggota kehormatan kerajaan. Pertikaian kecil kerap kali terjadi antara Dharmaputeradewa dengan Amurwabhumi yang membuat ketidakstabilan dalam armada perang Majapahit. Lalu sampai pada suatu hari Jayanagara mengumpulkan para pembesar kerajaan, dan sesepuh keagamaan serta beberapa kepala pasukan. 

Pertemuan tersebut diadakan sebagai jawaban Jayanagara atas konflik berkepanjangan dua elite ksatria yang semakin menjadi-jadi dan meresahkan. Berkatalah Jayanagara pada para undangan "Paman, dan Saudaraku.. terus terang saja akhir-akhir ini pertikaian yang terjadi sudah sangat meresahkan, apa yang harus ku lakukan agar tak terjadi keributan semakin besar?" tanya Jayanagara. Kasak-kusuk diantara para undangan pun terjadi. Beragam usulan mengemuka di hadapan Jayanagara. Namun tak satu pun yang berkenan bagi Jayanagara.

"bagaimana ini...?"

"jika ku hentikan dengan kekerasan, akan menjadi sebuah kerusuhan"

"tapi jika ku biarkan..."

"rakyat semakin sengsara dan Majapahit akan goyah"

Kebimbangan Jayanagara semakin mendekati kenyataan tatkala Dharmaputeradewa mengerahkan pasukannya menyerbu wilayah Ponorogo dan Trenggalek. Serangan diluar dugaan tersebut menyebabkan kehancuran pada dua wilayah Majapahit. Karena merasa tidak dihargai, lalu Jayanagara mengerahkan pasukan perang Majapahit untuk menumpas pasukan Dharmaputeradewa. Mendengar hal ini para pasukan Amurwabhumi pun meminta pada Jayanagara agar diikutsertakan dalam penumpasan pemberontak. Angin segar bagi Amurwabhumi sebagai bentuk perlawanan terbuka pada Dharmaputeradewa.

"jika memang begini keadaannya"

"tak ada jalan lain selain berperang"

"mereka tak menghargaiku lagi sebagai seorang raja"

Pupus sudah harapan yang pernah dibangun oleh Raden Wijaya pada Majapahit. Teryata peperangan dan pemberontakan akan selalu hadir dalam kehidupan. Bagai sebuah dua sisi mata uang. Tak'kan terpisahkan sampai kapan pun.

Dengan penuh ambisi, Jayanagara pun mengirim pasukan sepuluh ribu banyaknya demin menumpas pemberontakan Dharmaputeradewa. Sebuah hal yang terpaksa dilakukan demi menjaga stabilitas Majapahit di mata kerajaan lain diluar sana. Perang pun tak terhindarkan, selama berhari-hari telah menewaskan ratusan pasukan, penduduk dan tak terhitung berapa kerugian yang diderita karenanya.

Jayanagara dan Amurwabhumi tlah berhasil menumpas Dharmaputeradewa. Namun bukannya menyerah, pemberontakan terus berjalan. Dharmaputeradewa tak'kan berhenti sampai Jayanagara tewas di tangan mereka. Sebuah ambisi dilawan dengan ambisi pula. Perang yang semula hanya untuk menjaga stabilitas kerajaan, berubah seketika menjadi perang panjang antara Majapahit dengan Dharmaputeradewa yang memberontak. 

"Rama...maafkan anakmu ini"

"teryata...aku masih belum mampu"

"namun aku tak'kan menyerah"

"karena Majapahit tak boleh jatuh meskipun harus bertaruh nyawaku sendiri"

***

MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang