"Perjalanan ini sungguh melelahkan dan panjang"
"lebih baik jika berhenti sejenak dan mendirikan perkemahan"
"sepertinya ini tempat yang bagus untuk sejenak beristirahat"
Malam semakin larut dan hawa dingin mulai menusuk tulang, tatkala rombongan Raden Wijaya memasuki Wanaraga. Terlihat lah wajah-wajah lesu para pasukan. Mengisyaratkan ingin menhentikan langkah dan beristirahat sejenak. Berkatalah Raden Wijaya pada para pengiringnya "kita beristirahat sejenak, dan mendirikan tenda di Wanaraga." Seketika itu juga para pasukan dengan sigap segera menyiapkan tenda, mencari kayu bakar dan menyiapkan hidangan malam bagi seluruh rombongan.
Raden Wijaya termenung, tatapannya mengisyaratkan ada kegelisahan tersendiri. Hal ini rupanya terlihat oleh Permaisuri yang kemudian menghampirinya seraya berkata "ada gerangan apa Kanda, sepertinya sedang memikirkan sesuatu?" tanya Permaisuri pada Raden Wijaya. Raden Wijaya pun menjawab "tak apa Adinda, Kanda hanya sedang memikirkan apa yang akan kita lakukan nanti di tempat yang akan kita tuju, Kanda memikirkan seluruh rombongan kita Dinda.."
Permaisuri pun terdiam dan berkata "tenanglah Kanda, pasti Dewata Agung akan memberikan petunjuknya, lebih baik sekarang Kanda beristirahat dahulu biar tidak terlalu terbebani dengan segala tanggung jawab." Mendengar hal ini Raden Wijaya tersenyum dan kemudian memeluk Permaisuri seraya berkata "terima kasih Adinda, mari kita beristirahat."
Malam itu rombongan Raden Wijaya pun berkemah di Wanaraga. Daerah yang akan mereka tuju hanya tinggal 2 hari berjalan kaki lamanya. Namun Raden Wijaya cukup mengerti lelah yang diderita para pasukan dan pengiringnya. Oleh karna itu, Wanaraga adalah tempat yang tepat bagi mereka beristirahat.
"Oh Dewata Agung, hamba mohon petunjuk-Mu kelak di tempat yang kan hamba tuju apa yang harus hamba perbuat?"
"mampukah hamba menjadi pemimpin bagi rakyat hamba ini?"
"apakah hamba sudah layak?"
Sembari beristirahat, tak lupa Raden Wijaya bermeditasi memohon petunjuk pada Dewata Agung. Sebenarnya dalam hati Raden Wijaya tak ingin lagi menjadi seorang pemimpin, namun para pasukan dan pengiringnya tentu tidak akan menerima keputusan itu. Sebab, mereka membutuhkan pemimpin. Kegundahan Raden Wijaya itu membuatnya tidak mampu beristirahat dengan tenang.
Lalu keluarlah Raden Wijaya dari tenda, kemudian berjalan mencari tempat guna menenangkan diri. Mencari jawaban akan segala pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran. Raden Wijaya berjalan tanpa terasa sampailah Raden Wijaya di tepi sungai Brantas. Terbersit dalam benak Raden Wijaya hendak bersuci dengan mandi di sungai Brantas.
Air sungai Brantas yang tenang dan segar membuat Raden Wijaya merasa cukup tenang. Kemudian, tak lama setelah bersuci Raden Wijaya mencari tempat guna melakukan tapa brata. Saat sedang melakukan Tapa Brata, Raden Wijaya mendengar ada suara orang berkata padanya "Raden Wijaya, bukalah matamu dan lihat sekitarmu..." Mendengar suara itu, sontak terkejutlah Raden Wijaya, segeralah ia membuka mata dan melihat sekelilingnya. Teryata ada seorang kakek tua yang sedang berusaha mengambil air di sungai Brantas.
Segeralah Raden Wijaya menghampiri kakek tua tersebut, kemudian berkata "kakek, apa yang hendak kau lakukan, aku akan membantumu." Lalu kakek tua tersebut menjawab "cucuku.... aku hanya ingin mengisi gentong ini dengan air sungai, bisakah kau membantuku mengambilkan air di sungai ini?" Tanpa basa-basi, Raden Wijaya pun mengambilkan air bagi kakek tua itu dan membantunya membawakan gentong berisi air.
Lalu Raden Wijaya berkata "dimanakah kakek tinggal, biar saya bantu membawakan air ini sampai rumah kakek." Kakek tua itu pun menjawab "ikutlah dengan ku cucuku..." Kemudian Raden Wijaya mengikuti kakek tua tersebut menembus hutan yang lebat. Tak berselang lama, sampailah mereka di depan sebuah gubuk kayu. Berkatalah kakek tua itu pada Raden Wijaya "cucuku, mari singgah sejenak dan letakkan gentong air itu di samping rumah" seraya menunjuk suatu tempat kecil di samping gubuknya. "baiklah kek, saya akan singgah sejenak" sahut Raden Wijaya.
"siapakah kakek tua ini, dan apakah maksud dari Dewata Agung?"
"apakah ini adalah sebuah pertanda, ataukah aku sedang di uji?"
"ah, sudahlah...lebih baik aku jalani saja tanpa perlu banyak tanda tanya..."
Setelah meletakkan gentong air ditempat yang diminta oleh kakek tua itu, Raden Wijaya pun bergegas masuk ke dalam gubuk. Kemudian, kakek tua itu mengajak Raden Wijaya berbincang-bincang. Suasana menjadi cair dan hangat dalam perbincangan malam itu. Tiba-tiba kakek tua itu bertanya pada Raden Wijaya "cucuku, apakah keinginanmu yang terdalam saat ini yang ingin kau wujudkan?" Raden Wijaya terkejut mendengar pertanyaan ini, seketika raut mukanya menjadi masam kemudian berkatalah Raden Wijaya "kakek, sesungguhnya tiada hal lain yang hamba inginkan selain hidup bahagia dengan istri hamba. Namun, hamba tidak bisa melihat para pengiring hamba, pasukan hamba terlunta-lunta, inilah yang hamba risaukan."
Mendengar hal itu berkatalah kakek tua "cucuku, jika memang kau lebih mengutamakan para pengiring dan pasukanmu, maka dirikanlah sebuah desa di tempat yang akan kau tuju dan belajarlah menjadi pemimpin yang eling lan waspada terhadap segala hal. Tidak'kah kau sadari, bahwa dalam dirimu mengalir darah kepemimpinan yang tlah digariskan oleh Dewata Agung, maka pergunakan itu untuk mengayomi mereka."
"apakah aku mampu mengemban ini semua..."
"Oh, Dewata Agung hamba pasrahkan segalanya padamu.."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAJAPAHIT
Historical FictionKisah tentang sebuah kerajaan Siwa-Budha yang pernah hadir di bumi Nusantara pada abad 9 Masehi yang kemudian menjadi pemersatu Nusantara dibawah seorang Panglima Perang Gadjahmada. Kini kisah ini akan saya angkat sebagai sebuah cerita sederhana yan...