AMARAH YANG MEMBARA

856 54 0
                                    

"dengan raut muka berang dan keris yang masih berlumuran darah"

"Gadjah Mada berseru dengan lantang"

SIAPAPUN YANG MASIH INGIN MENJADI PENGKHIANAT BAGI BHUMI MAJAPAHIT AKAN BERHADAPAN DENGANKU!!!!! Suara lantangnya terdengar hingga keluar dari istana, membuat setiap orang yang mendengarnya begidik ngeri dan terdiam seribu bahasa. Ledakan amarahnya tak mampu dibendung lagi. Bagi seorang ksatria, hal ini adalah sebuah penghinaan. Membiarkan musuh bersarang dalam istana dan sampai berhasil menghabisi rajanya. Di sisi lain tangis dari Tribuwanatunggadewi tak mampu ditahankan, dengan berurai air mata Tribuwanatunggadewi memeluk tubuh Jayanagara yang terbujur kaku. Isak tangis pun mengisi sudut-sudut Kedaton. Suasana hening dan semua orang terlarut dalam kesedihan, pilu dan sakit.

Dengan sigap Gadjah Mada mengambil langkah tegas. Agar tak berkembang semakin jauh lagi berita ini, dikumpulkannya para prajurit dan segenap penghuni Kedaton. Kemudian Gajdah Mada mempertanyakan kesetiaan mereka pada Majapahit. Sementara itu, Tribuwanatunggadewi segera mengirimkan pasukan telik sandi untuk menjemput Ibunya. 

"keadaan semakin tak menentu"

"harus segera ada tindakan cepat agar tak menyebabkan kekacauan lebih lanjut"

Gadjah Mada menghampiri Tribuwanatungadewi seraya berkata "sembah pada Gusti Putri Tribuwanatunggadewi, hamba ingin meminta sesuatu", jawab Tribuwanatungggadewi "ada apa gerangan kakang Gadjah Mada, apa yang ingin kau minta di saat kita sedang berduka seperti ini?"

"sejenak Gadjah Mada terdiam"

"kemudian...."

Gadjah Mada berkata "Ampun Gusti Putri, tapi sudikah kiranya Gusti Putri menjadi pengganti dan memimpin Majapahit?" Tribuwanatunggadewi terhenyak mendengar perkataan Gadjah Mada. Lalu berkatalah Tribuwanatunggadewi pada Gadjah Mada "Tapi Kakang, mengapa kau meminta hal seperti itu, apakah kau mengerti bahwa yang layak menjadi pemimpin adalah seorang ksatria dan itu sudah pasti seorang laki-laki".

Gadjah Mada menghela nafas dan berkata "tak peduli laki-laki atau pun perempuan, selama mampu menjadi pemimpin dan pengayom rakyat Majapahit, itu sudahlah lebih dari cukup". Dan Tribuwanatunggadewi terdiam sejenak. Lalu Tribuwanatunggadewi beranjak dan kemudian berseru pada orang-orang yang sedang berkerumun "WAHAI KALIAN PARA PRAJURIT MAJAPAHIT DAN SELURUH PENGHUNI KEDATON, SUDIKAH KALIAN MENERIMA KEHADIRANKU SEBAGAI PEMIMPIN KALIAN?" 

Tiba-tiba kerumanan tersebut terdiam mendengarkan apa yang diucapkan oleh Tribuwanatunggadewi. Lalu kemudian berseru dengan lantang "KAMI TETAP SETIA PADA MAJAPAHIT TUMPAH DARAH KAMI, TANAH KELAHIRAN KAMI DAN BHAKTI SERTA DHARMA KAMI PADA MAJAPAHIT" Tribuwanatunggadewi pun meneteskan air matanya. Dengan wajah tertunduk, kemudian Tribuwanatunggadewi berkata lirih "terima kasih kalian mau memberikan kepercayaan dan bersumpah setia pada Majapahit"

Setelah itu, Tribuwanatunggadewi memerintahkan untuk menyiapkan upacara pendharmaan bagi Jayanagara. Seluruh elemen masyarakat turut andil dalam mempersiapkan penghormatan terakhir bagi Jayangara. Purna sudah tugas Jayangara sebagai pemimpin Majapahit. Kini, babak baru Majapahit telah dimulai. Dengan segera, Tribuwanatunggadewi melantik Gadjah Mada sebagai seorang Malwapatih. Hal ini pula sebagai penegasan wujud sikap dan rasa terima kasih atas pengabdian Gadjah Mada bagi Majapahit. 

"Majapahit berduka"

"namun duka itu tak perlu berlarut-larut"

"bersegeralah untuk bangkit dan bersatu kembali"

"kita kan menyongsong hari baru penuh dengan harapan dan suka cita"

"bersama kita raih kejayaan Majapahit"

"Surya itu kini mulai bersinar terang dalam balutan persatuan"

***

MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang