"malam semakin larut, dinginnya angin laut sama sekali tak mengendurkan semangat para ksatria"
"malam ini bulan mati, sungguh waktu yang tepat untuk memulai rencana penyerangan"
"akhirnya, dendamku akan segera terbalaskan"
***
Raden Wijaya duduk termenung memandang hamparan pasir di lautan. Sesekali pandangannya nampak risau. Namun segera ditepiskan segala kerisauan itu, tatkala kembali terbayang bagaimana sakitnya hati melihat segala pembantaian yang terjadi oleh Jayakatwang. Semilir angin membuyarkan lamunan Raden Wijaya. Tak lama kemudian, Raden Wijaya berbalik dan berseru "malam ini adalah malam dimana kita akan memberikan pelajaran berharga pada Jayakatwang atas perbuatan mereka pada kita dan saudara kita Mongol". Seruan itu disambut serentak oleh para pasukan Raden Wijaya juga oleh pasukan Mongol.
Sejurus kemudian, Raden Wijaya memanggil pasukan telik sandi untuk melakukan pengintaian terhadap Jayakatwang. Kemudian berkatalah Raden Wijaya pada pasukan telik sandi "kalian adalah pasukan kepercayaan Kertanegara ayah mertuaku juga keluargaku, sekarang ku perintahkan kalian melakukan pengintaian di sekitar Kedaton Kadiri, tapi ingat...JANGAN LAKUKAN APAPUN TANPA PERINTAHKU! MENGERTI KALIAN?"
"KAMI MENGERTI GUSTI RADEN!!!" serentak pasukan telik sandi menjawab.
Kemudian bergegaslah para pasukan telik sandi pergi meninggalkan perkemahan menuju Kedaton Kadiri. Bulan Mati merupakan saat-saat dimana tidak ada cahaya bulan yang menerangi bumi, jadi Raden Wijaya memanfaatkan momen ini sebagai saat yang tepat melakukan penyerangan kepada Jayakatwang.
Sesampainya di Kadiri, pasukan telik sandi menyebar dengan cepat dibalik gelapnya malam. Mereka mengamati situasi kota dengan sangat hati-hati. Pasukan Jayakatwang ada dimana-mana. Beberapa pasukan telik sandi menyelinap ke dalam Kedaton Kadiri, menyamar sebagai pelayan.
Sementara itu, Raden Wijaya dan Panglima Mongol mempersiapkan pasukan yang hendak menyerbu. Sudah diputuskan, jika penyerbuan akan dilakukan saat tengah malam. Sembari menunggu kembalinya pasukan telik sandi, Raden Wijaya pun berdiskusi dengan Panglima Mongol.
"Wahai Panglima Mongol, ada berapa banyak persediaan yang kau miliki untuk penyerangan kita ke Kedaton Kadiri?" tanya Raden Wijaya.
"Sangat banyak, pasukan tempur daratku 20.000 orang, dan itu terdiri atas pasukan pemanah, tombak, dan juga pasukan petarung jarak dekat." jawab Panglima Mongol.
"jika penyerangan ini berhasil, maka aku harus bisa mengurangi jumlah pasukan Mongol yang tersisa..."
"tapi.. bagaimana caranya?"
"ada apa Raden Wijaya?" seru Panglima Mongol membuyarkan lamunan Raden Wijaya.
"tidak apa, Panglima.. saya hanya sedang memikirkan siasat untuk meratakan seluruh Kerajaan Singhasari" jawab Raden Wijaya.
Sementara Raden Wijaya dan Panglima Mongol mempersiapkan jalannya penyerbuan, beberapa telik sandi sudah kembali. Mereka berkumpul di hutan dekat alun-alun Kedaton Kadiri. Mereka saling berkoordinasi dan bertukar informasi. Setelah itu mereka bergegas kembali ke perkemahan.
Sesampainya di perkemahan, pasukan telik sandi langung menghadap Raden Wijaya melaporkan hasil investigasi mereka.
"Sendhiko dhawuh Raden, kami hendak melaporkan hasil investigasi kami di Kedaton Kadiri" jawab salah satu pasukan telik sandi.
Raden Wijaya pun mendengarkan dengan seksama segala informasi dari pasukan telik sandi, kemudian berkata "baiklah, teryata mereka sedang menikmati kemenangannya, ini tidak sulit untuk melumpuhkan mereka." Lalu Raden Wijaya memerintahkan sebagian pasukan telik sandi dan pasukan tombak Mongol menyerbu perbatasan dan merampas pos-pos penjagaan.
Segeralah dengan sangat cekatan para pasukan Mongol dan pasukan telik sandi pergi dengan gagah berani. Sebuah perintah tegas dibalut dengan ambisi dan angkara murka untuk melampiaskan dendam pada Jayakatwang.
Sementara itu, Kedaton Kadiri masih sibuk terlelap dalam keheningan akan kemenangan mereka. Namun inilah malapetaka yang sesungguhnya. Terlena akan kemenangan dan lupa akan karma yang sedang mengintai mereka di balik gelapnya malam. Malam yang sunyi senyap di bulan tilem memang membuat siapapun terlena.
"Bahkan Jayakatwang pun tidak menyadari bahwa..."
"Malam yang sangat tenang nan sunyi ini, akan menjadi malam terakhirnya berkuasa di Bhumi Kadiri"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAJAPAHIT
Ficção HistóricaKisah tentang sebuah kerajaan Siwa-Budha yang pernah hadir di bumi Nusantara pada abad 9 Masehi yang kemudian menjadi pemersatu Nusantara dibawah seorang Panglima Perang Gadjahmada. Kini kisah ini akan saya angkat sebagai sebuah cerita sederhana yan...