SANG SRIKANDI MAJAPAHIT

1.1K 64 0
                                    

"temaram senja di ufuk barat"

"mengisyaratkan bahwa malam kan segera tiba"

"menggantikan teriknya sang surya"

Tribuwanatunggadewi menghela nafasnya sejenak, lalu berkata "kakang Jayanagara, adakah hal yang ingin kau ceritakan padakku?" tanyanya pada Jayanagara. Sekilas nampak raut muka Jayanagara pun berubah. Dengan muka tertunduk, Jayanagara berkata dengan suara lirih "dinda Tribuwana, kakang tlah gagal mempertahankan Majapahit. Tlah terjadi pemberontakan dimana-mana." Suasana hening seketika. Seoranga raja muda mengakui kelemahannya dihadapan para pasukan, sungguh suatu hal yang tidak lumrah. 

"jika Rama masih hidup, pastilah akan kecewa"

"karena kerajaannya mengalami pergolakan"

"aku tlah gagal mengemban amanat Rama"

"ampuni diriku wahai Dewata Agung"

Dengan wajah pucat pasi, Jayanagara berkata pada Tribuwanatunggadewi, "dinda aku butuh bantuanmu, terutama dengan pasukan yang kau bawa." Tribuwanatunggadewi pun terdiam sejenak, lalu berkata "kakang Jayangara, jika begitu maka ijinkanlah adinda dan pasukan membantu, sekarang ceritakan bagaimana situasinya."

Sepanjang malam itu, Tribuwanatunggadewi dan Jayangara beserta pasukan telik sandi membahas rencana peredaman pemberontakan. Beragam siasat pun dipersiapkan. Bahkan kemudian terpilihlah Gadjah Mada sebagai komandan pasukan serbu. Sedangkan Tribuwanatunggadewi akan menjadi komandan perang. Pemberontakan Ra Kuti telah menyebabkan beberapa daerah tumbang, dan lepas dari Majapahit.

Beberapa daerah tersebut merupakan daerah potensial bagi Majapahit dan harus segera direbut kembali. Mendekati pagi hari, Gadjah Mada memimpin pasukan telik sandi menuju Ponorogo. Guna mencari tahu tentang keberadaan Ra Kuti dan pengikutnya. Dengan sigap segera berangkatlah rombongan kecil yang terdiri atas lima orang dalam setiap kelompoknya. Hal ini agar memperlancar pergerakan sekaligus meminimalisir resiko.

"selama nyawa masih melekat"

"pantang kita pulang"

"lebih baik pulang nama daripada kalah di medan laga"

Pekik para pasukan membahana, demi bhumi Majapahit tumpah darah pun mereka relakan. Gadjah Mada segera bergegas, menyusul pasukannya. 

Sementara itu, di istana Tribuwanatunggadewi dan Jayanagara berdiskusi. Jayanagara sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya. Namun juga tak kuasa memberitahukan keadaan Majapahit yang kini sedang dilanda pemberontakan. 

Ketika pagi menjelang, Tribuwanatunggadewi segera memanggil para komandan pasukan yang tersisa. Mengatur siasat dan strategi penyerangan. Beberapa komandan berpengalaman pun turut serta mendengarkan Sang Srikandi berkelakar. Jayanagara yang menyaksikannya pun terheran-heran. Adiknya begitu fasih membaca pergerakan musuh, dan tangkas dalam pengambilan keputusan. Sangat berbeda dengan dirinya yang penuh pertimbangan dan selalu bimbang dalam setiap perkara. Tribuwana begitu santainya dan tenang dalam tindak tanduknya.

Setelah selesai memberikan arahan pada para komandan pasukan, Tribuwanatunggadewi segera memerintahkan beberapa telik sandi untuk berangkat menyebarkan informasi pada Gadjah Mada dan pasukannya. Tribuwanatunggadewi mampu memaksimalkan segala kemampuan pasukannya meskipun berjumlah sedikit. Meskipun seorang wanita namun darah ksatria mengalir deras dalam tubuhnya.

Sama seperti Sang Rama, Raden Wijaya. Sosok yang tangguh dan tidak mudah tergoyahkan. Hal ini nampak dalam diri seorang Tribuwanatunggadewi. Segala hal inilah yang membuat Jayanagara menjadi iri seketika dengan keberadaannya. Namun, apa daya mau tak mau demi menyelamatkan Majapahit dari keruntuhannya dibutuhkan ksatria yang tak mengenal takut meskipun nyawa adalah taruhannya. Karna seorang ksatria hanya memegang kehormatannya dibandingkan dengan harta dan tahta.

"jika memang dialah yang pantas"

"aku tak kan merasa kalah"

"karna dia adalah bagian dari keluarga"

"pastilah memiliki hak yang sama"

"Rama, teryata mewariskan jiwa ksatria padamu dinda"

"Tribuwanatunggadewi..."

***

MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang