"Dokter El."
Sapaan dari Helena menyambut hangat kehadiran Elora di dalam rumahnya. Mungkin sudah sekitar 2 minggu lebih Elora tidak datang kesana karena permasalahan yang untungnya sudah bisa diselesaikan sehingga keadaan sudah kembali seperti semula.
"Rasanya senang bisa melihatmu lagi di rumah ini. Terimakasih sudah mau kembali membantu Edward untuk sembuh."
Elora tersenyum, "Menolong orang adalah kewajiban."
"Kupikir jika pasienmu bukan Edward, tentu kau tidak akan mau menolong orang yang sudah memperlakanmu dengan buruk."
"Maksudmu?"
"Tidak, lupakan saja!" Helena menggeleng sambil terkekeh pelan. Menimbulkan pertanyaan sendiri bagi Elora. "Ada konsultasi hari ini?"
"Tidak. Tadi siang Edward datang ke rumah sakit, kami sedikit berdiskusi. Edward setuju mengambil jadwal terapi setiap hari senin, rabu dan jumat."
"Oh astaga, aku senang sekali." Helena sedikit terkejut. Dia meremas bahu Elora kemudian memeluknya, raut mukanya sangat bahagia. "Ini perkembangan pesat, aku tidak menyangka. Padahal aku tidak memintanya namun dia datang sediri padamu."
"Kali ini dia benar-benar ingin sembuh." Elora melepaskan pelukannya, dia bisa melihat tangis haru Helena. "Boleh aku bertemu dengannya?"
Helena mengangguk cepat, "Dia ada di taman belakang."
"Aku akan menemuinya sekarang, ingin memberi beberapa obat untuknya."
"Oh silahkan." Tangan Helena menepuk bahu Elora, "Sekali lagi terimakasih."
Meninggalkan ruang tamu, Elora melangkahkan kakinya menuju halaman belakang rumah mewah itu. Sejak Elora pertama kali menginjakan kakinya disana, dia bingung mengapa rumah sebesar ini hanya di tempati oleh dua orang saja. Tidak bukan dua orang jika dihitung dengan pekerja dan para bodyguard. Mungkin kira-kira sekitar 15 orang, kurang lebih.
Ketika melihat punggung Edward dari kejauhan, Elora semakin bersemangat. Namun langkah yang hanya tinggal beberapa jengkal itu berhenti ketika melihat siapa yang ada di balik punggung Edward. Pamela.
Buru-buru Elora mengambil posisi di balik gorden jendela untuk bersenyumbunyi. Kehadirannya tidak boleh diketahui oleh Pamela jika tidak mau terkena masalah lagi.
"Rasa itu masih sama, Ed. Tapi aku masih takut."
"Takut? Takut menghadapi penyakit kejiwaanku? Takut karena aku pernah menghilangkan nyawa orang lain?"
"Ed." Pamela mengambil tangan Edward, menggenggamnya kuat. Persis seperti drama romantis yang Elora tonton kemarin malam. Menggelikan. "Aku ingin hubungan yang normal denganmu."
Edward melepaskan tangan Pamela darinya, "Aku ingin istirahat, Pam."
Ada sedikit kekecewaan dari tatapan Pamela. Dan dari kejauhan Elora sadar jika kondisi Edward saat ini sedang tidak baik. Edward terguncang, entah percakapan apa yang membuatnya bisa seperti itu. Raut kemarahan Edward terbaca jelas ketika dia menjaga jarak dengan Pamela yang saat itu tampak menyesali kata-katanya sendiri.
"Kau tidak ingin mengantarku sampai di depan?"
"Kau bisa melakukannya sendiri."
Balasan dingin Edward membuat Pamela paham jika pria itu tidak mau diganggu. Sebelum Pamela melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana Elora melihat adegan mesra saat Pamela mencium bibir Edward walau tidak ada balasan dari pria itu. Buru-buru Elora mengalihkan pandangannya jika tidak ingin perasaan aneh itu melanda hatinya lagi.
"Aku pulang. Bye."
Buru-buru Elora langsung menutup tubuhnya dengan gorden. Untungnya Pamela tidak menyadari kehadirannya disana. Setelah merasa aman dia keluar dari tempat persenyumbunyian dan berniat menghampiri Edward.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEPRESSIVE
Mystery / ThrillerHighest rank : #1 in Bipolar Disorder 15/10/19, 28/05/2020. #2 in Psikiater 11/08/2020 #10 in Depresi 15/08/2020 Edward Doris adalah seorang CEO perusahaan ternama di Kota London. Berparas tampan, berotak cerdas dan kaya raya. Namun segala kesempurn...