Chapter 24

5.1K 397 152
                                    

Dengan sedikit keraguan, Elora mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu apartemen Malik yang tertutup rapat. Untuk pertama kalinya Elora merasa sungkan untuk langsung masuk tanpa permisi seperti biasanya, mengingat tujuannya kemari adalah untuk mengkahiri semuanya bersama Malik. Keputusan Elora sudah final, dia hanya perlu berbicara baik-baik dan membuat Malik mengerti dengan perasaannya saat ini.

Pintu terbuka, sang pemilik keluar dengan masih menggunakan pakaian kantornya.

"Sayang." sapa Malik sedikit terkejut melihat keberadaan Elora disana, "Tumben ketuk pintu, biasanya langsung masuk."

"Aku mau bicara, Malik."

Malik memperhatikan ekspresi wajah Elora yang nampak seperti orang gugup. Kepalanya tertunduk melihat ujung sepatunya. Ini benar-benar bukan Eloranya.

"Ada apa?" Malik mengangkat dagu Elora, kedua mata mereka bertemu. "Aku rasa ini adalah sesuatu yang penting. Kita bicarakan di dalam. Ayo masuk."

Elora melangkah masuk ke dalam dituntun oleh Malik yang berjalan di sebelahnya dengan tangan melingkar pada pinggangnya. Sudut mata Elora mengangkap ruangan Malik yang kacau dan berantakan akibat dokumen-dokumen kantor. Sebuah laptop yang masih memperlihatkan tampilan sebuah laporan terdapat di atas meja. Sepertinya Malik menghentikan kegiatan mengetiknya akibat kedatangan Elora.

"Maaf ruang tamuku berantakan." Malik memungut beberapa map yang ada disofa lalu memindahkannya ke meja agar Elora bisa duduk. "Aku lebih memilih lembur disini dibandingkan di kantor."

"Kau memang pekerja keras. Malik yang penuh ambisi tidak berubah sedikit pun."

Malik tersenyum sambil menghusap rambut Elora, "Aku melakukannya demi keluargaku, dirimu dan masa depan kita nanti."

Deg.

Ada sesuatu yang menohok direlung hati Elora. Rasanya menyakitkan sekali. Apa dia tega menghancurkan segala mimpi-mimpi yang sudah Malik rencanakan untuk dirinya?

"Malik, boleh aku bertanya?"

"Boleh asal jangan tentang dunia psikologi, aku tidak akan bisa menjawabnya." canda Malik sambil terkekeh.

"Malik." Elora mendesah pasrah sambil mengerutkan bibirnya, "Aku serius."

Malik masih terkekeh melihat ekspresi wajah Elora yang begitu menggemaskan baginya, "Iya..Iya, aku serius sekarang. Jadi ada apa?"

Elora menarik napasnya. Mendengar kata serius membuat nyali Elora menciut kembali. Dia menatap jemari tangannya yang dipilin diatas pangkuannya. Ketika melihat tangan Malik menggenggam tangannya, Elora langsung mendongak pada pria itu.

"Kenapa diam?"

"Apa kau benar-benar mencintaiku?"

"Pertanyaan mudah." jawab Malik santai, "Tentu saja aku mencintaimu. Kau mulai meragukanku?"

Elora menggeleng.

"Lalu kenapa kau bertanya seperti itu?" Malik mengcup punggung tangan Elora, "Aku tau semenjak kita lulus kuliah, kau sibuk dengan profesimu sebagai psikiater dan aku juga sibuk semenjak bergabung dengan DGA. Tapi aku berani bersumpah, satu persen pun cintaku tidak berkurang untukmu, El."

"Bu-bukan begitu maksudku."

"Lalu kenapa? Katakan padaku."

"Aku mulai jenuh."

Elora memejamkan kedua matanya. Jantungnya rasanya ingin berhenti berdetak. Elora tahu Malik pasti terkejut mendengarnya, dia tidak akan tega melihat wajah Malik yang tersakiti.

"Jenuh?" suara Malik berubah pelan, "Apa yang perlu aku rubah dari sikapku, El?"

Elora tidak tega. Sumpah, rasanya dia ingin menangis sekarang juga.

THE DEPRESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang