Chapter 04

8K 694 60
                                    

Satu hal yang Edward rasakan ketika dia membuka matanya. Pusing. Dia menatap ruangan sekelilingnya. Ini bukan kamarnya.

Edward menunduk dan dia menemukan dirinya dan Pamela terbalut dalam selimut yang sama. Botol minuman yang berada di nakas membuatnya sadar jika dia sedang mabuk. Tangan Edward menyentuh kepala gadis cantik yang bersandar di dadanya itu lalu memindahkannya pada bantal.

Edward bangkit dari kasur kemudian menggunakan kembali pakaiannya yang tergeletak di lantai. Melihat jam tangan yang masih melingkar di tangannya, waktu sudah menunjukan jam satu dini hari. Dia harus pulang sekarang juga.

"Selamat tidur, Pam."

Dia mengecup puncak kepala gadis itu kemudian dia bergegas pergi dari apartemen milik Pamela.

Jarak apartemen Pamela dan rumah Edward cukup jauh sehingga dia menghabiskan tiga puluh menit dalam penjalanan. Edward bisa bernapas lega karena dia bisa membawa dirinya dengan selamat hingga sampai rumah walau kepalanya terasa sangat pening.

Di ruang tamu, Edward bisa menemukan Helena tengah berbaring di sofa. Itulah alasan mengapa Edward pulang, dia tahu Helana akan menunggunya. Edward mendekat sambil mencium puncak kepala Helena yang sedang tertidur nyenyak.

"Aku menyayangimu, Nenek."

Edward mengangkat tubuh Helena dan membawanya ke kamar agar Helena dapat tidur lebih lelap lagi. Langkah kaki Edward terasa sangat berat ketika menaiki tangga, hingga sampai pada tangga teratas tubuhnya tumbang. Dia memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Tangan Edward merogoh saku celana mengambil ponsel guna mencari pertolongan.

Entah nomer ponsel siapa yang dia tekan, Edward sendiri tidak mengetahuinya. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya ketika orang di seberang sana sudah mengangkatnya.

"Tolong!"

***

Lorong yang cukup panjang mendorongnya untuk tetap melangkahkan kaki di atas lantai dingin yang langsung menyentuh telapak kakinya. Tidak berwarna, semua tampak monokrom di matanya.

Samar-samar dia melihat sebuah bayangan pada dinding, memperlihatkan seseorang yang tengah berdiri tegap dan seorang lainnya berlutut pada kakinya. Sebuah benda tajam melayang di udara segera ingin menusuk punggung seseorang yang sedang berlutut memohon ampun itu.

"BERHENTI!"

Edward berteriak seraya mengerjapkan matanya.Tubuhnya terguncang hebat dengan napas yang berburu cepat. Selimut yang tergeletak ditariknya untuk menutupi seluruh tubuhnya seperti sedang berlindung dari sebuah ancaman.

Diam seperti itu dalam beberapa saat membuat Edward berani membuka selimutnya dan melirik ke sekitar. Aman, tidak ada apapun itu hanya mimpi buruk. Sekali lagi dia mengerjapkan matanya, dia menemukan satu hal yang cukup mengejutkan. Lalu dia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah halusinasi semata.

"Elora."

Edward turun dari tempat tidur dengan kaki yang masih bergetar. Kaki yang menyentuh lantai dia rasakan kembali, de ja vu. Hingga menginjak ujung karpet, Edward duduk melipat dua kakinya dan memeluknya dengan erat. Kepalanya menghadap pada Elora yang tertidur pada sofa tepat di sampingnya.

"Jika dia ingin membunuhku, dia tidak boleh membunuh orang lain." Gumamnya sambil meremas celananya sendiri. Matanya memerah seperti ingin mengeluarkan air mata, "Aku harus melindungi Elora."

Suara Edward membuat tubuh Elora sedikit terguncang. Kedua mata Elora terbuka dan dia sangat terkejut ketika melihat Edward di hadapannya, meringkuk sambil menutup wajahnya sendiri. Elora bangkit duduk di hadapan Edward namun pria itu tetap diam.

THE DEPRESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang