Aroma rumah sakit seketika menyeruak pada indera penciuman Elora ketika dia bangun dari tidur lelapnya yang terasa cukup lama. Matanya mengerjap beberapa kali, menatap kosong pada ruangan serba putih sembari mencerna apa yang sedang dia alami. Suara decitan pintu yang baru saja terbuka terdengar, membuat Elora refleks menolehkan kepalanya ke samping. Itu Edward dengan sebuket bungan mawar merah di tangannya. Apa ini mimpi? Bukankah Edward sudah menikah dengan Pamela?
"E-Edward."
Itu adalah kata pertama yang Elora ucapkan setelah membuka kelopak mata, terasa begitu menenangkan bagi Edward. Raut wajah pria itu terkejut namun tampak sangat berseri.
"Elora, kau sudah siuman. Astaga. Terimakasih Tuhan."
Edward meletakan buket bunganya di atas meja sebelum menggenggam erat jemari tangan Elora dan mengecupnya berkali-kali.
"Aku akan memanggil Dokter, kau harus diperiksa. Tunggu sebentar."
Dengan itu Edward melangkah pergi, menyisakan Elora dalam tanda tanya besar yang belum terjawab. Tak lama kemudian seorang Dokter dan satu orang perawat masuk untuk memeriksa keadaannya.
"Perkembangan yang sangat pesat untuk pasien yang baru beberapa hari melakukan operasi besar." Ucap Dokter tersebut sembari menurunkan stetoskopnya. "Kau hanya butuh pemulihan dalam beberapa waktu ke depan. Terlebih lagi jahitan dipunggungmu harus mendapat perhatian penuh dariku."
Elora menggangguk pelan. Dia menggeser sedikit posisi duduknya namun yang dia rasakan adalah nyeri yang melanda di sekitar punggung hingga perutnya yang terasa keram.
"Och! Sakit sekali."
"Jangan banyak bergerak dulu. Jahitan dipunggungmu belum cukup kering. Beristirahatlah yang cukup, aku akan memanggilkan anggota keluargamu untuk menemani."
"Terimakasih."
Kembali Elora memejamkan matanya. Suasana hening dan tenang membuatnya merasa lebih baik dari sebelumnya. Husapan lembut terasa pada puncak kepalanya. Terasa sangat damai baginya. Elora tahu siapa pelakunya. Edward. Orang yang selalu dia harapkan untuk berada disisinya dan kini semua itu benar terjadi namun sayangnya dia terlempar oleh kenyataan. Kenapa Edward ada disini? Apa yang sudah Elora lewatkan sebenarnya?
"Apa yang kau rasakan?"
"Punggung dan perutku sakit." Ucapnya lemah. Edward menggenggam tangannya, membuat Elora sontak membuka kedua matanya. "Kenapa kau ada disini?"
"Kau membutuhkanku." Edward dengan matanya yang berkaca-kaca membuat Elora semakin bingung. "Maafkan aku sudah meninggalkanmu, El. Aku tidak pernah bermaksud melakukannya. Aku terpaksa dan aku menyesali semuanya. Keputusanku melepaskanmu tidak benar-benar membuatmu aman. Aku lengah, kau justru mengalami semua ini karana kelalaianku. Maaf."
"Pernikahanmu?"
"Tidak ada pernikahan. Aku tidak pernah sanggup menikahi gadis yang tidak aku cintai dan menyakitimu. Aku mohon maafkan aku, Elora."
Sudut mata Elora digenangi air mata ketika melihat Edward menangis penuh penyesalan dihadapannya. Apakah kata maaf mampu mengampuni segala perbuatannya? Elora amat tersiksa dengan kalimat perpisahan Edward yang tiba-tiba kala itu. Dia tidak mudah mempercayai semuanya lagi. Dia takut terjatuh ke lubang yang sama.
"Jangan menangis di depanku, Ed. Semua itu tidak akan merubah segalanya." Ucap Elora pelan. Edward mendongak kaget. "Pergilah! Kata Dokter aku butuh banyak istirahat."
"Apa itu artinya kau tidak memaafkanku?"
"Aku sedang tidak ingin diganggu siapapun. Terlebih lagi itu dirimu. Aku sedang sakit, tolong mengerti keadaanku, Ed." Elora memejamkan matanya lagi dan buliran air matanya terjatuh. Dia menunjuk pintu keluar dengan jari telunjuknya. "Pergilah, Edward!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEPRESSIVE
Mystery / ThrillerHighest rank : #1 in Bipolar Disorder 15/10/19, 28/05/2020. #2 in Psikiater 11/08/2020 #10 in Depresi 15/08/2020 Edward Doris adalah seorang CEO perusahaan ternama di Kota London. Berparas tampan, berotak cerdas dan kaya raya. Namun segala kesempurn...