Chapter 43

2.7K 185 59
                                    

Hi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi. Jangan lupa pencet VOTE dulu sblm membaca + spam komen boleh bgt biar author semangat nulis.
Happy reading❤️

***

Suara desahan Elora ketika mencapai titik puncak pertamanya terdengar begitu indah di telinga Edward. Tangan gadis itu memeluknya erat, mungkin kuku-kuku Elora yang menancap pada punggungnya yang terbuka sudah menimbulkan bekas tanpa ia sadari.

"Aku ingin lagi."

Perempuan yang masih telentang di atas meja itu menggeleng dengan napasnta yang masih terengah-engah. "Aku takut kita ketahuan, Ed."

"Aku akan bertanggung jawab." Edward mengangkat tubuh Elora, membawanya ke sofa penerima tamu yang cukup besar dan empuk. Terasa lebih baik dibandingkan kembali bercinta di atas meja yang keras.

Kedua mata Elora terpejam ketika Edward memasukan miliknya dengan cepat, tanpa sebuah pemanasan seperti sebelumnya. Kedua kaki Elora melingkar di pinggang Edward yang bergerak maju-mundur. Terus seperti itu hingga membuat Elora lupa jika ia sedang berada di rumah sakit. Elora mendesah, antara sakit dan nikmat dalam waktu yang bersamaan.

"Aku senang mendengar suara desahanmu tapi kali ini aku memintamu untuk mengecilkannya agar kita tidak ketahuan oleh dokter di sebelah ruangan." Kata Edward lantas ia mengacungkan jari telunjuknya di depan bibir Elora.

Nyatanya Elora tidak butuh peringatan. Desahannya langsung lenyap ketika Edward menempelkan kedua bibir mereka. Gerakan Edward yang semakin cepat membuat Elora ingin meledak detik itu juga. Elora tidak bisa menahannya.

"Aku akan menyusulmu, sayang." Sahut Edward dengan suara erangannya yang tertahan. "Ouh..—El."

Tubuh Edward ambruk di atas Elora. Kedua tangan perempuan itu langsung membungkusnya dengan erat. Ruangan ini dipenuhi oleh suara napas mereka yang memburu. Dua ronde tidaklah cukup bagi Edward, dia masih ingin lagi, namun melihat wajah Elora yang tampak kelelahan membuatnya mengurungkan niat.

"Aku mencintaimu. Hanya aku yang boleh memilikimu."

"Aku mencintaimu, Ed. Jangan pernah ragukan itu lagi. Aku sudah melupakan Malik sepenuhnya."

Edward memutar posisi membuat dirinya berada di bawah Elora. Kepala Elora bersandar pada dada bidangnya. Ini gila. Elora tidak pernah menyangka ruang kerjanya di Pillnord akan menjadi salah satu saksi gairah cinta mereka.

Sebuah suara terdengar, berasal dari pintu ruangan yang terkunci rapat. Elora bangkit dari tubuh Edward, buru-buru memungut pakaiannya kemudian menggunakannya.

"Sial! Ini yang aku takutkan." Gerutu Elora ketika ia menarik resleting roknya.

Edward tampak tenang. Dia mengancing kemejanya satu persatu kemudian kembali mengenakan jasnya. Sialnya ruangan Elora tampak seperti kapal pecah. Apalagi meja kerjanya.

THE DEPRESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang