Edward menutup rapat hari ini dengan sangat baik. Dia bersyukur bisa melewati dua jam yang terasa amat panjang akibat kehadiran Ramon disana. Merapikan beberapa berkas penting miliknya yang masih berantakan, Edward berusaha tak menghiraukan Ramon yang masih duduk tenang dikursinya ketika peserta rapat lainnya sudah keluar dari aula.
"Sudah lama tidak berjumpa, Ed. Bagaimana kabarmu?" Tanya Ramon basa-basi. Edward tidak tahu apa maksud dan tujuan Ramon sebenarnya. Padahal jika dalam konteks pekerjaan seharusnya percakapan mereka sudah berakhir sejak beberapa menit yang lalu.
"Aku baik-baik saja sebelum bertemu denganmu. Rapat sudah selesai tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi."
Edward menjawab ketus, lantas ia berjalan cepat keluar dari aula yang baru saja usai dijadikan sebagai tempat rapat. Tapi sepertinya Ramon tidak puas akan hal itu, dia mengikuti Edward—menyeimbangkan langkah kakinya di sebelah Edward.
"Buru-buru sekali. Apa kau banyak pekerjaan?"
Edward menyerah. Dia memutar tubuhnya menghadap Ramon. Memberikan tatapan tidak bersahabat padanya. "Apa sebenarnya maumu?"
"Aku hanya ingin memiliki hubungan yang baik denganmu. Bagaimana pun kita ini rekan bisnis, Ed." Sahut Ramon sambil tersenyum menilai. "Dan aku lihat sekarang kau sudah banyak perubahan. Biasanya kau selalu menjadikan aku samsak ketika kita bertemu..—tapi hari ini tidak."
"Apa kau memintaku untuk melakukan itu sekarang?"
"Tidak. Aku hanya bercanda." Ramon terkekeh, menyepelekan kemarahan Edward. "Dokter Elora berhasil membuatmu menjadi Edward yang terkendali. Dia hebat. Ah ya, bagaimana kabarnya sekarang? Aku sudah lama tidak bertemu dengannya."
"Bukan urusanmu."
"Aku dengar kalian semakin lengket. Apa kau sudah berhasil membuatnya putus dari Malik?"
Edward sudah tidak tahan. Dia sudah cukup sabar namun Ramon tetap membicarakan hal-hal yang membuatnya marah. Dia menghembuskan napas panjang kemudian menarik kerah baju Ramon ke atas dengan satu tanganya.
"Bisa kah kau tutup mulutmu?!" Tanya Edward dengan nada rendah dan marah. Urat-urat di tangannya terlihat jelas. "Jangan campuri apapun yang bukan menjadi urusanmu."
Edward menghempaskan tubuh Ramon ke arah dinding dengan cukup keras. Ramon meringis sambil memegangi pinggangnya. Edward tidak akan peduli, sekalipun Ramon harus kehilangan nyawa ditangannya. Mulutnya terlalu lancang. Dan pria brengsek itu sudah berhasil membuat sisi depresi Edward yang belakang ini terpendam kembali muncul pada dirinya. Brengsek.
"Kau akan menyesal melakukan ini padaku, Edward!"
Tanpa ingin peduli ancaman apapun yang Ramon lontarkan untuknya, Edward tetap melangkah menuju ruangannya. Beberapa karyawan menyapanya ramah tapi Edward tidak bisa menyembunyikan aura kemarahannya. Saat ini dia hanya ingin menghancurkan benda apapun yang ada di sekitarnya sebagai ganti karena dia tidak bisa menghabisi Ramon.
Setibanya ia di ruang kerjanya, Edward langsung melempar berkas yang ia bawa ke arah dinding. Seketika kertas-kertas itu berhamburan di lantai. Edward berjalan ke arah mejanya, mengambil vas bunga lalu melemparnya ke arah dinding.
Kali ini dia benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya. Edward tidak paham dengan hal ini. Dia hanya ingin melampiaskan segala kemarahannya yang mungkin terasa tidak masuk akal. Ramon hanya melontarkan pertanyaan mengenai Elora. Mengapa reaksi tubuh dan pikirannya malah seperti ini?
"ARGH!" Teriak Edward frustasi sambil memegangi kepalanya sendiri.
Kepalanya terasa sangat sakit. Entah apa itu penyebabnya, dia sendiri tidak tahu. Sensasi semacam ini sudah lama tidak ia rasakan. Tapi bagaimana ini bisa terjadi secara tiba-tiba? Mengapa Edward tidak bisa mengontrol diri seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEPRESSIVE
Mystery / ThrillerHighest rank : #1 in Bipolar Disorder 15/10/19, 28/05/2020. #2 in Psikiater 11/08/2020 #10 in Depresi 15/08/2020 Edward Doris adalah seorang CEO perusahaan ternama di Kota London. Berparas tampan, berotak cerdas dan kaya raya. Namun segala kesempurn...