Suara langkah kaki Elora berpadu nyaring dengan lantai keramik rumah sakit ketika dia ingin berjalan menuju ruang inap 442. Membawa sebuah parsel buah-buahan di salah satu tangannya, dia berniat menengok Pamela dan memberi dukungan moril agar gadis itu bisa cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Tiba tepat di depan pintu ruangan bernomer 442, Elora mematung. Hubungannya dengan Pamela memang tidak baik, hal itu membuatnya merasa sedikit kaku untuk menemui Pamela seorang diri. Namun di dalam hatinya dia sama sekali tidak membenci gadis itu, dia benar-benar tulus menjenguknya.
"Selamat sore, Pamela." Sapa Elora sembari membuka pintu ruangan.
Dari kejahuan Elora bisa melihat Pamela sedang menutup kedua matanya dengan tenang. Tidak ingin menganggu, Elora memelankan langkah kakinya agar tak bersuara lalu meletakan parsel di atas meja yang berisi sisa makan siang Pamela yang tidak habis.
"Maaf jika aku datang disaat kau sedang istirahat. Aku membawa parsel buah-buahan untukmu. Semoga kau cepat sembuh."
Elora tahu yang dia lakukan cuma-cuma, Pamela tidak mungkin mendengarnya. Tapi setidaknya dia sudah merasa lega melihat kondisi Pamela yang sudah membaik.
Tumit kakinya berputar menuju arah pintu, berniat untuk keluar. Namun sebelum hal itu terjadi suara rendah gadis yang tadinya tertidur itu mulai terdengar.
"Elora." panggil Pamela, pelan.
Elora kembali memutar tubuhnya sambil tersenyum ramah. Dia berjalan mendekat, "Hei, kau sudah bangun. Apa aku mengganggumu?"
Pamela terbatuk pelan, "Ti-tidak."
Tubuh Pamela terlihat lebih kurus sekarang. Bekas jaritan di kepalanya masih terlihat jelas. Wajahnya pucat pasi. Pamela belum pulih seutuhnya.
"Bagaimana kondisimu sekarang?"
"Apa yang kau lihat?"
"Kau sudah cukup membaik dari pada yang terakhir aku lihat." Elora melirik parselnya di atas meja, "Aku membawa banyak buah-buahan. Ingin aku kupaskan?"
"Elora, aku memintamu menjawab dengan jujur."
Kening Elora mengerut, "Iya. Ada apa?"
"Apa tujuanmu melakukan ini semua?"
"Oh itu," Elora terkekeh, "Aku hanya ingin menjengukmu dan memastikan jika kondisimu sudah membaik."
"Tidak." Pamela menggeleng, "Kau adalah dalang dibalik kecelakaan yang aku alami kan?"
Rahang Elora terbuka, tidak percaya dengan tuduhan yang Pamela lontarkan padanya. Niat baiknya dibalas dengan tuduhan keji yang bahkan tidak mungkin Elora lakukan di dalam hidupnya.
"Pamela, aku tau kau membenciku, tapi itu bukan berarti aku juga membencimu."
"Siapa lagi musuhku selain dirimu?" Pamela menyipitkan matanya, "Kau pasti berpikir jika aku adalah orang yang memberitahu Edward jika kau adalah seorang psikiater. Jika kau pikir aku yang membocorkan itu semua, kau salah besar, Elora."
Elora menghembuskan napas, mengatur emosi yang sudah bergejolak dihatinya.
Baik, Elora memang sempat berpikir demikian tapi Pamela atau bukan Pamela yang membocorkan rahasianya kepada Edward tentu tidak akan membuat Elora berani melakukan hal sekejam itu kepadanya.
"Kau mencelakaiku. Kau menghilangkan segala bukti sehingga polisi mengatakan jika aku mengalami kecelakaan tunggal. Dan kau senang karena akhirnya Ayahku memutuskan untuk menghentikan kasus ini di tengah jalan lalu kau datang kemari memakai topeng manismu agar semua orang percaya jika kau bukan pelakunya. Begitu 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEPRESSIVE
Mystery / ThrillerHighest rank : #1 in Bipolar Disorder 15/10/19, 28/05/2020. #2 in Psikiater 11/08/2020 #10 in Depresi 15/08/2020 Edward Doris adalah seorang CEO perusahaan ternama di Kota London. Berparas tampan, berotak cerdas dan kaya raya. Namun segala kesempurn...