My Ice Prince 2

21.3K 723 2
                                    

<Kaizel Ardiatama>

Pagi ini, Ayra bangun sekitar pukul setengah lima pagi. Sengaja untuk membuatkan sarapan untuk Ayroz kemarin wajahnya sudah seperti kertas yang diremas. Ayra harap hari ini ia bisa berbaikan dengan Ayroz.

Ayra sudah rapi dengan seragam sekolah. Ia langsung turun menuju meja makan. Ditengoknya arah jam yang ternyata masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Ayra yakin sekali jika Ayroz belum keluar dari kamarnya. Ia berani bertaruh jika sampai abangnya itu sudah keluar dari kamarnya.

Ayra pun mengecek semua yang ada di meja makan udah rapi. Semoga saja Ayroz suka. Ini sebenarnya nasihat dari Evan sih. Kemarin setelah Ayra telponan dengan cowok itu, ia nge-chat Ayra untuk membuatkan Ayroz sarapan. Siapa tahu baikan. Sebagai adek yang baik, Ayra mau tidak mau kembali naik ke lantai atas menuju kamar Ayroz. Belum sempat ia mengetuk pintu, Ayroz sudah membuka pintu itu.

"Ada apa?" ucapannya dengan wajah yang kusut bagaikan baju tidak pernah disetrika. Sebenarnya penampilannya sudah bisa dibilang rapi. Sangat bahkan. Bisa Ayra tebak jika Ayroz ada kelas pagi tapi masih jam setengah delapan. Gadis itu tahu karena semua schedule kuliah Ayroz, dirinya yang pegang. Untuk laporan dengan orang tuanya tentu saja.

"Turun yuk! Sarapannya udah siap tuh?" bujuknya.

"Gue sarapan di luar, lo aja sana. Kelas gue mulai bentar lagi," ucap cowok itu. Ayra sudah menduga jika nantinya abangnya itu pasti menolak ajakan sarapan eksklusif ini.

"Nggak boleh! Lo harus sarapan di rumah. Lagian lo lupa? Gue punya jadwal kuliah lo. Dan hari ini, kelas mulai jam setengah delapan."

"Tau deh," jawabnya dengan malas lalu kembali masuk ke kamar dan menutup pintu. Belum sempat pintu tertutup, Ayra membuka pintu itu kembali.

"Bang, please. Jangan diemin gue dong, gue berasa nggak punya saudara kalo lo cuekin gue mulu," Ayra mencoba to the point. Gadis itu bosan berbasa-basi yang nantinya hanya akan membuat Ayroz merasa jengah dan akhirnya pergi.

"Apaan sih Ra? "

"Kalo abang marah soal kemaren, ya udah gue minta maaf. Tapi jangan diemin gue."

"Hmm." Jawaban yang terdengar sangat dipaksakan.

"Gue nggak akan bilang sama mama kok, gue janji. Tapi,,,, "

"Tapi apa?" Ayroz buru-buru memotong perkataan Ayra karena terlalu penasaran.

"Tapi lo janji ceritain sama gue kenapa lo bisa berantem. Terus juga, lo berantem sama siapa?" Awalnya, Ayroz ingin kembali lagi mau menutup pintu. Tapi lagi-lagi Ayra menahannya. Ia menarik pintu itu kembali agar tetap terbuka. Tampaknya ini bukan saat yang baik untuk berdebat.

"Oke, lo nggak usah cerita. Tapi jangan diemin gue lagi." Bibir Ayroz membentuk lengkungan tipis, meskipun Ayra rasa abangnya masih sedikit terpaksa tapi tak begitu masalah.

"Senyumnya yang ikhlas napa?" Kini senyum di bibir Ayroz mengembang sempurna. Ayra juga ikut tersenyum. Setidaknya gadis itu berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri. Dulu, kalo Ayroz sedang marah pasti ada orang lain yang membantunya.

"Sekarang turun yuk! Sarapan dulu," ajak Ayra.

"By the way, bibi mana? Kok dari tadi gue nggak lihat, biasanya kan bibi yang suka ngetuk pintu kamar gue buat manggil gue untuk sarapan."

My Ice Prince [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang