Pagi ini, Ayra berangkat sekolah bersama Kai. Mereka datang lebih pagi hari ini, walaupun tadi saat diparkiran sudah ada beberapa murid yang memperhatikan mereka. Pasalnya, Kai jarang ke sekolah dengan orang lain.
Saat Ayra sampai di kelas, hanya ada Ricky dan Rina. Mereka berdua memang siswa paling rajin di kelas Ayra. Namun sayangnya, baik Ricky maupun Rina mereka sangat pendiam dan jarang berinteraksi dengan teman lainnya. Ayra juga tak terlalu akrab dengan mereka, jadi ia rada canggung untuk menyapa mereka berdua.
Ayra memilih untuk duduk di kursinya lalu membaca novel yang sengaja ia bawa ke sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas pagi dan artinya lima menit lagi bel akan berbunyi. Kelas mulai dipenuhi oleh siswa siswi yang baru datang. Teman sebangku Ayra yang tak lain adalah Vania juga baru saja datang.
"Van, tumben lo berangkat jam segini?"
"Iya nih Ra, bareng sama bokap gue."
"Oh, pantes aja lo baru dateng."
"Eh, Ra. Dinda nggak masuk?"
"Tadi sih kata Azra, Dinda izin hari ini. Lagi sakit katanya," jawab Vania.
"Yah, berarti dia nggak bisa ikut nonton pertandingan basket hari ini dong. Padahal Dinda udah semangat banget tau Ra buat dukung tim basket sekolah."
"Ya kita doain aja biar Dinda cepet sembuh. Kalo masalah nonton basket, kan kita bisa video call sama dia," saran Ayra.
"Iya juga sih."
"Bu Asri dateng! Bu Asri!" ucap Azra memberi tahu temannya yang lain. Seluruh siswa yang tadinya menggerombol kini kembali ke tempat duduk masing masing. Terdengar hentakan sepatu dari luar kelas. Tak lama Bu Asri memasuki ruang kelas dan pelajaranpun dimulai. Kelas yang tadinya ramai sekarang menjadi sunyi.
❄❄❄
Bel pulang sekolah berbunyi.
Para siswa langsung berhamburan keluar kelas, bukan untuk pulang melainkan menuju lapangan basket. Hari ini pertandingan basket antar sekolah dilaksanakan. Vania dan Ayra juga ikut menonton pertandingan itu. Sebenarnya masih dimulai sekitar setengah jam dari sekarang, namun kursi penonton sudah hampir penuh. Banyak juga siswa siswi dari SMA lain di sana.
"Van, masih lama nih. Beli minum dulu yuk!" ajak Ayra.
"Ya udah ayo." Ayra dan Vania berdiri dan melangkah pergi dari tempat itu. Saat di parkiran, banyak sekali motor maupun mobil yang memenuhi area parkir sekolah. Disaat yang sama, tiga motor melaju ke area parkir.
Ayra seperti mengenali mereka. Sebelumnya Ayra pernah melihat motor itu, juga seragam yang mereka gunakan. "Kenapa Ra?" tanya Vania.
"Kok gue kayak nggak asing mereka ya?" Tiga orang itu melepas helm yang sedari tadi menutupi wajah mereka. Mereka masih berada di atas motor masing masing. "Astaga! gue baru inget, mereka anak SMA Dharma yang gangguin gue beberapa waktu yang lalu."
"Lo bener Ra. Itu Agra sama temen temennya, mereka sering nyari masalah sama sekolah lain."
"Ekhem,,," Seseorang dari belakang mereka. Ayra dan Vania menoleh bersamaan.
"Hai, apa kabar?" Entah sejak kapan, cowok yang tadi disebut Agra itu ada di belakang Ayra. Cowok itu menyunggingkan senyumnya selah-olah bersikap ramah. Ayra merasa ketakutan, ia kemudian beralih di belakang Vania.
"Nggak usah takut gitu sama gue."
"Agra, ngapain lo di sini?!" tanya Vania.
"Lo tenang aja. Di sini gue nggak akan nyari masalah kok. Gue nggak bodoh buat balas dendam sama temen lo sekarang. Lagian gue denger dia nggak masuk sekarang," jawabnya ringan. Agra kemudian melangkah pergi dari tempat itu. Ia masuk bersama dengan teman temannya.
"Udah, nggak papa kok Ra."
"Gue cuma takut aja, kayaknya lo kenal sama dia?"
"Emmm, iya sih. Agra itu sepupu gue. Mantannya Dinda juga," jawab Vania.
"Hah, kok bisa Dinda pacaran sama orang kayak gitu?"
"Agra sebenarnya baik Ra."
"Maksud lo?"
"Nggak penting buat lo. Sekarang mending kita beli minum terus balik lagi. Takut pertandingannya udah mulai." Vania berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Mereka kemudian melangkah dan membeli ninuman botol. Setelah itu Ayra dan Vania kembali ke tempatnya tadi. Tepat saat Ayra dan Vania datang, pertandingan basket dimulai. Seluruh penonton berteriak memberi semangat pada sekolahnya masing masing.
Pertandingan berlangsung sengit. Sejauh ini SMA Harapan Bangsa masih unggul. Ayra dan Vania terus memberi semangat pada Angga dan kawan-kawan. Babak final pun tiba, tersisa dua sekolah yang bertahan, SMA Harapan Bangsa dan juga SMA Dharma. Semua orang tau jika dua sekolah itu selalu bersaing pada akhirnya.
Setelah hampir satu jam, SMA Harapan Bangsa keluar sebagai pemenang dan SMA Dharma harus puas di posisi kedua. Pertandingan telah usai. Satu persatu murid mulai meninggalkan sekolah.
"Van, gue mau nyamperin Evan dulu. Lo mau ikut nggak?" ucap Ayra.
"Emmm, Evan ya?" Maklum, Vania dan Evan baru putus dua minggu yang lalu.
"Tenang aja, Kak Shea nggak ada kok. Kata Evan dia nggak bisa nonton pertandingan. Katanya sih mau ngerjain tugas sama temennya, tapi tau deh," ucap Ayra. Sejujurnya Ayra tak terlalu suka dengan Shea. Ayra lebih setuju jika Evan dengan Vania. Kemarin Ayra sempat memergoki Shea lagi main di mall, padahal bilangnya sama Evan lagi mau ngerjain tugas.
"Ya udah deh, tapi nanti lo balik sama gue kan bukan sama Evan?"
"Ya iya lah Van, ya kali gue ninggalin sahabat gue sendiri."
"Ya siapa tau," ucap Vania dengan memajukan bibirnya.
Ayra dan Vania berjalan untuk menemui Evan. Tepat seperti dugaan Ayra, Evan masih berkumpul dengan yang lain. "Eh, Ayra," sapa Evan yang mengetahui kedatangan Ayra dan juga Vania.
"Cuma gue nih yang disapa?" ucap Ayra yang sengaja untuk memancing interaksi dari Evan dengan Vania.
"Vania juga," ucap Evan.
"Van, selamat ya," ucap Ayra.
"Iya, makasih. Tapi yang bikin sekolah menang itu bukan gue, tapi si Angga." Baru saja Evan selesai mengatakan itu, Angga melewati mereka begitu saja. Bahkan rekan satu timnya, Evan seakan tak ia kenali.
Ayra menatap Angga yabg kuli berjalan menjauh. Apakah cowok itu marah karena Ayra lagi-lagi menonton pertandingan basket bukannya belajar? Tapi cowok itu kemarin mengatakan jika saat latihan saja Ayra dilarang menonton. Itu artinya saat pertandingan ia boleh kan?
"Van, gue pergi sebentar ya. Nanti gue balik lagi." Tanpa menunggu jawaban, gadis itu langsung pergi begitu saja. Ia berlari kecil mengejar Angga. Sepertinya ada sesuatu yang harus diluruskan. Takutnya cowok itu lagi-lagi bersikap ketus padanya.
"Kak Angga!" seru Ayra setelah hamoir berhasil menyejajarkan langkahnya dengan cowok di depannya. Angga berhenti dan menatap Ayra dingin.
"Maaf, Kak. Saya janji deh, kalau ada pertandingan lagi saya nggak bakal nonton. Saya bakal belajar biar lebih berguna buat saya. Sa-"
"Lo kenapa sih?" tanya cowok itu heran.
"Ya maaf. Saya kira kakak marah tadi aama saya karena lagi-lagi saya ngebantah larangan kakak buat nonton basket."
"Bukannya sikap lo memang gitu? Nggak pernah bisa nurut sama perkataan orang. Kalau lo nggak mau jadi partner gue, lebih baik lo ngundurin diri. Masih ada orang lain yang mau di posisi itu," jawab Angga sebelum akhirnya pergi. Ayra menghela napasnya. Ia berpikir bagaimana cowok itu begitu galak kepadanya. Orang tuanya saja jarang memarahinya. Ini, hanya sekedar partner olimpiade tapi galaknya melebihi orang tua Ayra sendiri. Gadis itu heran mengapa apapun yang diperbuatnya selalu salah di mata cowok itu. Bahkan meminta maaf pun salah.
[My Ice Prince]
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Teen FictionDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...