"KARNA GUE SUKA SAMA KAI!" tegas Dinda kali ini. Vania kaget sekaligus tak percaya. Ia memikirkan bagaimana perasaan Ayra kalau sampai Ayra tau perasaan Dinda pada Kai.
"Din, gue nggak salah denger kan?" tanya Vania memastikan. Dinda awalnya hanya terdiam. Ia sendiri tak percaya kalimat itu keluar dari mulutnya. Bahkan selama bertahun-tahun gadis itu merahasiakannya dari satu orang pun. Iya, gadis itu telah lama memendam perasaan pada Kai. "Silahkan kalo lo nggak percaya. Tapi emang gitu kenyataannya."
"Tapi apa lo nggak mikirin perasaan Ayra? Dia sahabat lo Din? Sahabat kita." Vania berusaha menasehati Dinda.
"Gue udah coba buat buang perasaan gue sama Kai. Tapi tetep nggak bisa Van," ucapnya.
"Din, Kak Kai itu sekarang punya Ayra. Apa lo tega buat nikung Ayra?" Vania terus membuat Dinda merasa terpojok.
"Terbukti kan sekarang? Lo lebih milih belain Ayra daripada gue! Apa ini yang lo maksud sahabat?" ujar Dinda pada Vania.
"Din, gue nggak ada maksud buat belain siapapun. Tapi emang di sini keadaannya lo yang salah, harusnya lo ngalah sama Ayra." Vania berusaha membela dirinya.
"Gue kenal Kai lebih dulu, dan gue suka sama Kai jauh sebelum Ayra kenal sama Kai. Dan itu artinya gue juga punya kesempatan yang sama buat dapetin Kai!" tegas Dinda yang terus berdebat dengan Vania.
"Sekarang posisinya Ayra itu pacaran sama Kai, apa lo juga mau ngerusak hubungan mereka?" tanya Vania pada Dinda yang sempat membuat Dinda terdiam untuk sesaat.
"Apapun bakal gue lakuin," ucap Dinda dengan penekanan di setiap katanya. Setelah itu Dinda langsung melangkah menuju tempat duduknya. Satu persatu murid mulai datang mengingat bel akan segera berbunyi sepuluh menit lagi.
Ayra baru saja datang pagi ini. Ia berangkat siang karena tadi ia berangkat bersama Ayroz. Karena Ayroz harus mampir ke rumah temannya, Ayra jadi berangkat pebih siang dari biasanya.
Saat masuk ke kelas, Dinda langsung menatap Ayra sinis. Ayra sendiri tak mengerti maksud dari tatapan Dinda. Dari kemarin ia juga merasa aneh dengan sikap Dinda. Ayra kemudian berjalan ke tempat duduknya disamping Vania. Ia menyapa Vania yang sedang memainkan ponselnya.
"Pagi, Van!" sapa Ayra.
"Pagi juga, Ra." Vania mengalihkan perhatian dari ponselnya.
"Oh iya, Van. Itu Dinda kenapa sih, akhir akhir ini gue rasa dia agak beda deh dari biasanya." Andai saja Ayra tahu sebuah fakta yang belum lama terucap. Mungkin saja itu adalah alasan mengapa sikap Dinda berubah.
Vania sendiri tak berniat untuk memberitahu Ayra tentang kejadian tadi. Yang Vania takutkan adalah persahabatan mereka bertiga nantinya. "Udahlah Ra, mungkin Dinda lagi ada masalah sama keluarganya. Udahlah jangan terlalu dipikirin," ucap Vania asal. Ia juga tak tau persis bagaimana keluarga Dinda.
"Oh, ya udah deh."
❄❄❄
Bel pulang sekolah berbunyi. Hari ini Ayra ada bimbingan untuk olimpiade. Seperti biasa ia menuju ke perpustakaan. Ayra mempercepat langkahnya karena pasti Angga sudah berada di perpustakaan terlebih dulu. Sesampainya di perpustakaan seperti apa yang ia kira, Angga telah berada di sana ditemani sebuah laptop di hadapannya. Ayra segera masuk dan menghampiri Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Dla nastolatkówDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...