Bel pertanda istirahat berbunyi. Setelah hampir tiga jam Ayra sibuk dengan rumus-rumus matematika di papan tulis, akhirnya ia bisa terbebas. Tadi sebelum masuk sekolah, Ayra sempat bertemu dengan Bu Dewi. Katanya, saat jam istirahat ia disuruh untuk keruangan Bu Dewi. Ayra langsung berjalan menuju ruang guru. Sesampainya di ruang guru gadis itu mengucapkan permisi.
"Permisi!" ucap Ayra ramah.
"Eh, Ayra silahkan masuk." Bu Dewi mempersilahkan Ayra untuk masuk dan duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
"Ada apa Bu?" tanya Ayra.
"Hari inikan jadwal kamu sama Angga bimbingan, tapi hari ini libur. Saya dapat kabar jika Angga sedang sakit, makanya dia tidak masuk sekolah." Bu Dewi langsung menjelaskan maksudnya menyuruh Ayra ke ruangannya.
"Iya Bu," jawab Ayra.
"Tapi tetap saja, kamu harus banyak belajar." Bu Dewi memberi nasehat yang direspon anggukan oleh Ayra.
"Saya rasa hanya itu, kamu bisa kembali ke kelas kamu."
"Baik, permisi Bu." Ayra kemudian keluar dari ruang guru. Sebelum melangkah ia berpikir sejenak. Apakah Angga benar-benar sakit? Kalau iya, cowok itu sakit apa?
Tak ingin berlama-lama dengan pikirannya yang semakin entah kemana, gadis itu berjalan menuju kantin karena tadi Vania dan Dinda sudah duluan ke kantin. Katanya tadi mereka akan menunggu Ayra di kantin.
Saat menuju kantin ada seseorang yang memanggil Ayra. "Ayra!" Ayra refleks menoleh ke sumber suara. Dilihatnya seorang cewek yang tengah berjalan menghampirinya. Ayra tahu cewek itu siapa. Ia adalah kakak kelasnya yang berstatus sebagai pacar dari sepupunya.
"Kak Shea. Ada apa?" tanya gadis itu.
Plak, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ayra. Tidak ada angin tidak ada hujan cewek itu menampar Ayra. Gadis itu menjadi bingung. Ayra rasa, ia tak pernah mengganggu Shea atau apapun itu. Ia bahkan baru pertama kali berbicara dengan cewek itu.
"Gimana? Enak kan tamparan gue?" tanya cewek itu.
"Kak, ini sebenarnya ada apa ya?" tanya Ayra tak mengerti. Tangannya masih setia melekat pada pipinya karena rasa perih akibat tamparan tadi.
"Nggak usah pura-pura nggak tahu deh lo. Jangan kira gue nggak liat lo waktu di taman dan kafe itu. Awas aja kalau sampain Evan tahu semuanya. Lo nggak bakal tenang sekolah di sini!" tegas cewek itu sebelum akhirnya pergi.
"Ayra!" seru seseorang cowok yang melangkah ke arahnya. Ayra masih ingat cowok itu yang ia temui di perpustakaan beberapa saat yang lalu. Ayra membalikkan badannya. Ia mengambil cermin kecil dari sakunya. Untung saja bekas tamparan itu tidak terlalu terlihat. Gadis itu buru-buru memasukkan cermin itu ke dalam sakunya. Ia cepat-cepat berbalik lagi menghadap cowok itu.
"Chandra?" tanya Ayra memastikan.
"Iya, gue Chandra. Lo udah tau kalo Angga nggak masuk hari ini?" tanya Chandra pada Ayra.
"Udah kok, tadi Bu Dewi yang ngasih tau gue."
"Ya udah deh kalo lo udah tau. Oh iya,,, lo kapan lagi jadwal bimbingan olimpiade?"
"Emmm, besok sih. Semoga aja besok Angga sembuh dan udah masuk sekolah, jadi bimbingan bisa lanjut." Chandra menggaruk tengkuknya. Ia sebenarnya ingin jujur pada Ayra jika sebenarnya Angga tidak sakit.
Kemarin ia mendapat informasi jika hari ini Angga berada di Kanada. Keluarga Angga mulai membaik. Papanya kembali memikirkan tentang perceraian dengan mamanya.
Dan kali ini papanya kembali lagi untuk mengelola perusahaan. Dan ada pertemuan di Kanada, selama beberapa bulan terakhir perusahaan dipegang oleh Angga jadi dia harus ikut papanya ke Kanada. Chandra tahu banyak hal tentang kehidupan Angga. Mereka bersahabat sejak masih kecil. Chandra juga merupakan orang kepercayaan Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Novela JuvenilDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...