My Ice Prince 3

18.3K 685 2
                                    

Hari ini Ayroz mengantarkan Ayra ke sekolah terlebih dahulu. Itu rutinitas yang Ayroz lakukan setiap pagi selama adiknya pindah di Indonesia. Sekalian juga cowok itu pergi ke kampus karena ada mata kuliah pagi. Kebetulan jalan menuju SMA Harapan searah dengan kampus Ayroz.

"Belajar yang bener!" ucap Ayroz sebelum Ayra turun dari mobil.

"Iya-iya, lo juga kuliah yang bener."

"Iya, btw nanti dijemput nggak?"

"Harus lah, ya kali gue jalan kaki pulang."

"Siapa tau lo mau olahraga jalan-jalan atau lari sampai rumah gitu."

"Idih."

Dari pada Ayra terus ribut dengan Ayroz, lebih baik ia langsung turun dari mobil. Dari dalam mobil, Ayroz membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Ayra. Ayra pun membalas dengan senyuman. Ayroz langsung melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah. Ia bergegas menuju kampus karena mata kuliah akan dimulai sekitar dua puluh menit lagi sedangkan jarak dari sekolah Ayra menuju kampus dapat ditempuh sekitar delapan belas menit.

"Berasa pacaran aja lo!" seru seorang pemuda yang tiba - tiba berada di samping Ayra.

"Evan! Ngagetin orang aja, untung gue nggak jantungan."

"Maaf deh, habisan lo kayak orang pacaran tau nggak. Noh, orang-orang pada liatin lo," ujar Evan sambil menunjuk segerombolan cewek yang emang sering gosip.

"Ngiri aja lo, pasti lo sama Kak Shae-Sahe-She, au deh siapa itu deh namanya gue lupa."

"Shea maksud lo? "

"Ya itulah, emang siapa lagi?"

"Enggak ada sih. Tapi gue sama Shea lebih romantis dari pada lo tadi." Ayra memilih untuk mengalah saja, lagipula debat dengan Evan selalu sama hasilnya. Evan selalu menang dalam situasi apapun.

"Sebahagia lo deh Van!"

Ayra langsung melangkah meninggalkan Evan di depan sekolah. Evan pun langsung mengikuti langkah Ayra. Ia berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Ayra.

"Ra, lo jalan pelan aja napa? Kek dikejar setan aja lo."

"Lo dong setannya?"

"Sembarangan aja lo, berarti lo sepupunya setan dong?"

"Idih, enak aja. Cantik kayak gini juga."

"Ge-er amat lo."

"Ketularan lo ya gimana lagi."

Akhirnya mereka sampai di depan kelas Ayra. Evan sendiri tidak menyadari jika sedari tadi ia mengikuti Ayra sampai ke kelasnya. Ayra berhenti di depan kelas yang otomatis juga membuat Evan berhenti.

"Lo mau pindah kelas, Van?" tanya Ayra dengan nada seakan mengejek. "Atau jangan-jangan lo mau ketemu mantan ya kan, si Vania?"

"Dih, kagak lah. Nggak ada istilah balikan sama mantan di kamus Evan Anandro."

"Terus ngapain di sini?"

"Eh, kenapa gue bisa sampai di sini? "

"Gimana lo nggak nyampe sini, orang dari tadi lo ngikutin gue mulu."

Evan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak terasa gatal.

"Iya juga sih. Tau deh, intinya gue cuma mau bilang sama lo kalo nggak lama lagi ada olimpiade gitu. Lo kan jago fisika tuh, bisa aja lo kepilih. Menurut infonya sih, kalo buat tim fisika itu pilihan dari guru langsung. Tapi kalo matematika, diadain seleksi dulu katanya. "

"Emm, gitu ya. Ya udah deh, nanti kalo misalnya aja gue nggak kepilih buat masuk tim fisika, mungkin gue bakal ikut seleksi buat tim matematika."

"Kemarin sih, gue sempet rekomendasikan lo ke Bu Dewi buat olimpiade fisika. Secara, dulu lo pernah menang olimpiade fisika juga kan?"

"Iya udah deh, thanks ya Van."

"Ya udah, gue mau ke kelas."

Evan kembali berjalan ke ujung koridor lalu menaiki satu persatu anak tangga yang menghubungkan lantai dua dan tiga. Kelas Evan berada di lantai tiga.

❄❄❄

Bel istirahat akhirnya berbunyi. Setelah pagi hari yang langsung dihadapkan rumus yang bertebaran, siswa kelas 11 IPA 1 akhirnya bisa terbebas. Sebagian besar dari mereka, langsung melarikan diri ke kantin untuk menyegarkan pikiran mereka. Saat ini di kelas hanya ada Ayra, Vania, dan Dinda yang sibuk dengan catatan di papan tulis.

"Permisi," ucap seorang cewek yang merupakan siswi kelas dua belas dengan ramah.

"Iya."

"Ada yang namanya Raina Ayra?" tanya cewek itu.

"Iya, saya Ayra."

"Lo disuruh Bu Dewi ke ruangannya sekarang."

"Kalo boleh tau, untuk apa ya Kak?" tanya Ayra pada cewek yang ia tebak adalah kakak kelasnya itu.

"Gue juga kurang tau. Mending lo langsung ke ruangan Bu Dewi sekarang, takut dicariin. Gue permisi dulu."

Cewek itu kemudian pergi. Takut jika ada hal yang penting, Ayra segera melangkahkan kakinya menuju ruangan Bu Dewi. Sesampainya di ruangan Bu Dewi, sepertinya ia sedang menyiapkan beberapa lembar kertas.

"Permisi," ucap Ayra.

"Eh, Ayra ya? Silahkan masuk." Ayra masuk ke dalam ruangan itu.

"Silahkan duduk." Ayra duduk di kursi di depan Bu Dewi.

"Maaf bu, ada apa ya manggil saya ke sini?” tanya Ayra.

"Emm, sebentar ya Ra." Bu Dewi seperti sedang menunggu seseorang. Dari tadi ia selalu menengok ke arah pintu masuk. "Permisi!" terdengar suara seorang pemuda yang memasuki ruangan itu. Sontak Ayra dan Bu Dewi menoleh.

"Nah, Angga sekarang kamu duduk dulu." pemuda bernama Angga itu duduk di samping Ayra.

"Jadi alasan ibu memanggil kalian berdua kesini, untuk memberitahu kalian bahwa kalian saya tunjuk untuk masuk dalam tim olimpiade fisika."

"Kenapa saya bu? Saya sudah kelas dua belas," ucap Angga.

"Jadi begini, nilai fisika kamu selama ini selalu mengalami peningkatan. Bahkan nilai kamu melebihi Farez, siswa yang tahun lalu masuk di tim olimpiade fisika. Jadi untuk tahun ini, saya sengaja memilih kamu untuk mewakili sekolah kita," ucap Bu Dewi menjelaskan.

"Dan untuk Ayra, meskipun dia siswa baru tetapi kemampuannya hampir setara dengan Angga. Saya rasa jika kalian berada dalam satu tim, peluang sekolah kita untuk mendapatkan medali emas semakin besar. Mengingat tahun yang lalu, sekolah kita hanya mendapatkan medali perunggu," lanjut Bu Dewi.

"Tapi bu, saya masih belum banyak menguasai materi. Terlebih lagi jika materi kelas dua belas," ucap Ayra.

"Untuk itu saya memanggil kalian berdua kesini. Jadi nanti saya minta Angga dan Ayra, kalian sering untuk belajar bersama  dan saling bertukar pengetahuan. Mungkin mulai besok, akan ada bimbingan untuk kalian setelah pulang sekolah. Setiap harinya saya akan memberikan kalian soal untuk dikerjakan lalu dikumpulkan. Kalian paham?"

Angga dan Ayra kompak mengangguk. "Saya rasa itu saja, kalian bisa kembali ke kelas."

Angga segera bangkit dari duduknya dan melangkah keluar ruangan dengan diikuti Ayra. Setelah itu mereka berjalan menuju kelas masing-masing. Di satu sisi, Ayra senang bisa masuk di tim olimpiade fisika. Namun di sisi lain, ia ragu karena rekan satu timnya sangatlah dingin. Tadi saat di ruang guru, Angga seperti mengabaikan keberadaan Ayra.

Padahal dulu saat SMP, sekolah Ayra bisa memenangkan olimpiade fisika karena rekan satu timnya sangat mudah untuk diajak berdiskusi maupun berbicara. Sedangkan Angga, dia terlalu beku untuk bisa diajak berbicara. Bahkan jika Ayra ingat-ingat lagi saat Angga tak mau ikut rapat waktu itu membuat was-was seandainya Angga juga tak mau datang untuk bimbingan nantinya.

[My Ice Prince]

My Ice Prince [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang