Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Siswa siswi berhamburan keluar kelas meninggalkan sekolah. Sebagian masih berada di sekolah karena kepentingan ataupun tugas. Mulai hari ini, Ayra harus mengikuti pembimbingan untuk olimpiade fisika. Ia berjalan melangkahkan kakinya menuju ruang perpustakaan. Langkahnya sedikit ia percepat karena takut terlambat.Sesampainya di perpustakaan, Ayra menengok ke kiri dan kanan. Ia menemukan sesosok pemuda yang tak lain adalah Angga, kakak kelasnya yang sekarang menjadi rekan satu timnya. Ayra melangkah ke meja di mana Angga sedang membaca beberapa tumpukan buku. Saat Ayra mendekat, Angga sama sekali tak bereaksi. Pandangannya masih setia pada rumus-rumus fisika yang menghiasi lembaran di hadapannya.
Tak lama, Bu Dewi sampai di perpustakaan dengan membawa beberapa lembar kertas. "Angga, Ayra, saya telah membuatkan beberapa soal. Tolong kalian kerjakan dan kalau sudah selesai bisa kalian taruh di meja saya. Saya minta kalian belajar untuk mandiri tanpa saya. Ini karena saya ingin kalian lebih bekerja sama karena perlombaan ini dalam bentuk tim. Kalian paham?" tanya Bu Dewi.
Angga dan Ayra mengangguk. Setelah itu, Bu Dewi membagikan lembaran-lembaran soal tadi. "Kalian kerjakan bersama, dan jika ada kesulitan kita akan membahas pada pertemuan selanjutnya. Tapi jika kalian berhasil mengerjakan semuanya, pertemuan selanjutnya saya akan berikan soal dengan tingkat yang lebih sulit. Kalau begitu saya tinggal dulu, selamat mengerjakan."
Bu Dewi melangkah meninggalkan perpustakaan. Ayra membaca satu persatu soal yang diberikan Bu Dewi. Begitupun Angga, ia mulai mengerjakan soal-soal itu. Suasana dalam perpustakaan saat ini menjadi senyap. Ayra maupun Angga sama sama fokus pada soal masing-masing.
Tiga puluh menit berlalu, Angga baru saja meletakkan alat tulisnya yang menandakan ia telah selesai mengerjakan tugasnya. Sementara itu, Ayra masih tertahan dengan soal nomor terakhir. Ia merasa kesulitan untuk menyelesaikan soal itu. Ayra ingin bertanya pada Angga, tetapi ia merasa canggung untuk berbicara pada Angga.
Beberapa waktu lalu saat Angga menolongnya, Angga langsung pergi tanpa membalas ucapan Ayra. Mungkin itu sebabnya Ayra ragu untuk bertanya pada Angga.
Terdengar dering telepon yang memecah dinginnya suasana perpustakaan, itu adalah ponsel Angga. Angga, mengambil ponsel dari sakunya lalu menjauh dan mengangkat panggilan itu.
Ayra sendiri kembali fokus pada soal yang sedari tadi belum berhasil ia jawab. Ia terus berusaha mencari jawabannya, sebelumnya ia belum pernah menghadapi soal seperti ini. Setahunya ini adalah materi kelas 12, wajar saja jika Angga bisa menjawab dengan mudah.
Tak lama, Angga kembali ke tempatnya semula. Ia mengeluarkan laptop dari tasnya. Ayra memperhatikan Angga, Angga terlihat sedang mengerjakan sesuatu. Jarinya selalu aktif pada keyboard dan pandangan matanya tak beralih dari layar monitor. Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi serius.
"Emmm, Kak." panggil Ayra dengan sedikit ragu. Namun, sepertinya Angga terlalu fokus pada layar laptopnya. Ayra pun mencoba memanggilnya lagi.
"Kak Angga," ucap Ayra dengan ragu membuka suaranya.
Angga pun menoleh, "selesai?" tanya Angga.
Ayra pun menggeleng, "Belum. Saya mau tanya boleh Kak?"
Angga mengangguk sambil sesekali melirik laptopnya.
"Ini, soal yang terakhir gimana ya Kak? Soalnya ini soal kelas 12, jadi saya masih kurang paham."
"Halaman 45,” ucapnya sambil memberikan sebuah buku yang tadi berada di sampingnya.
Ayra menerima buku itu dan membuka halaman 45. Tepat sekali, Ayra langsung mencoba mengerjakan soal itu. Angga sendiri masih serius dengan laptopnya. Ayra hanya berpikir, mungkin Angga sedang ada tugas yang lain.
Ayra berhasil menemukan jawaban soal yang terakhir. Ia melihat Angga, namun Angga masih sangat fokus dengan kegiatannya saat ini. Ayra merasa tidak enak jika mengganggu Angga.
Ayra pun memutuskan untuk mengambil ponselnya. Ia bermaksud menyuruh Ayroz menjemputnya sekarang.
Ayroz
Bang, jemput gue sekarang.
Sepuluh menit lagi gue nyampe.
Ok.
Ayra kembali beralih pada Angga. Tampaknya ia sudah selesai dengan tugasnya. Angga sedang membereskan laptopnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. "Kak, ini udah selesai."
"Lo boleh pulang, biar gue yang ngumpulin."
"Tapi nggak ngerepotin Kak Angga? Biar saya aja yang ngumpulin ke ruangan Bu Dewi." ucap Ayra.
"Gue aja. "
Ayra hanya menuruti perkataan Angga. Ia segera membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Sementara itu, Angga telah meninggalkan perpustakaan ke ruangan Bu Dewi. Ayra ikut meninggalkan perpustakaan dan segera pulang.
Saat Ayra keluar dari perpustakaan, ia berpapasan dengan Kai. "Eh, Kak Kai!" seru Ayra.
"Ayra," panggil Kai yang membuat Ayra menoleh.
"Kamu kok belum pulang?" tanya Ayra.
"Ada tugas OSIS Ra, kamu tau kan penyelenggaraan pertandingan basket itu. Yah, anggota OSIS disuruh buat nyiapin aja sih. Kamu sendiri kok baru pulang?"
"Iya, tadi aku ikut bimbingan buat olimpiade fisika. Aku kepilih masuk tim fisika."
"Sama Farez? Soalnya tahun lalu dia sama Kak Viera yang mewakili sekolah. Tapi, sekarang Kak Viera nya udah lulus."
"Bukan sih, aku sama Kak Angga."
"Loh, kok bukan Farez? Padahal guru-guru itu bilang kemampuan Farez itu luar biasa di fisika."
"Kata Bu Dewi sih, nilai fisika nya Kak Angga sekarang lebih bagus dibanding Kak Farez."
"Oh, gitu. Ya udah, semangat ya Ra."
"Makasih Kai. Kayaknya Ayroz udah nungguin deh, aku duluan ya."
Kai mengangguk, "hati-hati Ra."
"Iya." Ayra pun melangkah ke luar area sekolah. Di depan sekolah Ayroz telah menunggu, Ayra segera masuk kedalam mobil. Ayroz melajukan mobilnya meninggalkan sekolah.
[My Ice Prince]
Untuk kalian yang pengen tau Ayroz
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Teen FictionDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...