My Ice Prince 25

10.6K 375 0
                                    

"Ikhlasin Dhita, dia udah bahagia di sana." ucap Kris.

Ia sangat tau seberapa berharganya Dhita untuk Angga. Dhita adalah adik kandung Angga. Usia mereka terpaut cukup jauh. Sayang sekali, Dhita harus pergi untuk selama-lamanya. Itu yang menyebabkan Angga seperti sekarang ini.

"Tapi gue belum bisa lupain kejadian itu," ucap Angga.

"Gue tau Dhita saudara lo satu-satunya. Tapi lo juga nggak bisa selamanya kayak gini," ucap Kris.

"Gue tau itu, tapi itu juga nggak akan semudah apa yang lo bilang," ucap Angga.

"Gue tau itu susah buat lo. Tapi paling nggak, lo maafin Tante Winda dan Om Wira. Mereka orang tua lo, juga orang tua Dhita. Mereka pasti juga nggak mau Dhita pergi. Tapi ini udah ketetapan dari Tuhan, lo nggak akan bisa ngelawan," ucap Kris.

Angga terdiam sejenak, ia kembali teringat kejadian saat itu. Kejadian di mana Angga kehilangan saudara satu-satunya. Saat itu Angga merasa gagal menjadi seorang kakak untuk Dhita.

Dhita meninggal karena kecelakaan. Saat itu Dhita masih berusia lima tahun. Angga juga masih tinggal bersama dengan orang tuanya. Saat itu, orang tua mereka mulai cekcok hanya karena hal kecil. Awalnya Winda, mama dari Angga dan Dhita menaruh curiga dengan Wira, papanya Angga dan Dhita. Winda mencurigai Wira berselingkuh dengan perempuan lain yang bernama Sari. Sari sendiri adalah sahabat Winda.

Saat itu Angga dan keluarganya tengah berada di sebuah taman. Angga memilih untuk bersama dengan kakeknya sedangkan Dhita bersama orang tua mereka. Dhita sendiri bermain dengan lingkungan sekitarnya.

Saat itu, ponsel Wira tiba-tiba berbunyi. Winda mengetahuinya dan melihat nama Sari tertera di layar ponsel suaminya itu. Saat itu juga mereka bercekcok karena itu.

Sementara Dhita, ia melihat kupu-kupu yang indah. Dhita mengejar kupu-kupu itu, namun kupu-kupu itu justru membawa Dhita menjauh dari kedua orang tuanya yang sibuk bercekcok itu.

Saat menyebrang jalan untuk mengejar kupu-kupu itu, sebuah mobil melesat dengan kecepatan tinggi. Dhita yang tak memperhatikan jalan tertabrak oleh mobil itu dan meninggal di tempat. Mobil yang menabraknya tadi lantas pergi begitu saja. Bahkan sampai sekarang identitas pemilik mobil itu belum diketahui. Angga sudah mencoba mencari tau siapa pemilik mobil itu tapi nihil.

Sejak saat itu, Angga sangat marah dengan orang tuanya. Ia menganggap mereka tidak bisa menjaga Dhita. Kejadian itu sudah beberapa tahun yang lalu, tapi Angga masih belum bisa melupakannya.

"Thanks, Kris," ucap Angga menepuk bahu Kris.

"Gue denger, lo lagi deket sama cewek, apa itu bener?" tanya Kris.

"Dia cuma partner gue buat olimpiade, nggak lebih," jawab Angga.

"Tapi sampai lo bawa ke rumah lo segala?" tanya Kris lagi. Angga yakin jika Kris tau ini dari Chandra. Emang tuh anak embernya pake banget.

"Cuma buat belajar bareng," jawab Angga.

Kris mengangguk, tapi ini sebuah kemajuan untuk Angga. Selama ini Angga sangat tertutup mengenai kehidupannya. Apalagi menyangkut cewek, Angga sama sekali nggak pernah deket sama seorang cewekpun.

"Sekarang gue pulang, jam sepuluh ada penerbangan ke Beijing. Jangan lupa buat meeting besok," ucap Kris yang lalu pergi.

Setelah Kris pergi, Angga kembali masuk ke kamarnya. Ia mencari sebuah buku lalu belajar sebentar. Setelahnya Angga tidur.

❄❄❄

Selesai sarapan, Angga kembali naik ke kamarnya. Ia berjalan menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi. Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, jika ia masuk sekolah mungkin Angga sudah berada di sekolah sekarang. Angga selalu berangkat pagi, alasannya karena Angga tak ingin untuk terus berpikir tentang pekerjaan di rumah.

Andaikan saja Angga lebih menyukai untuk bekerja sekarang, mungkin Angga bisa saja lulus sekarang juga. Dulu waktu masih kelas 7 SMP, Angga sempat ditawari untuk langsung ke kelas 9 karena prestasinya. Namun Angga menolak itu, ia menginginkan seperti anak-anak yang lainnya.

Angga sama sekali tidak menyukai hidupnya yang sekarang. Bahkan Angga sering merasa tertekan akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, SMA adalah waktu bagi para remaja untuk menikmati masa mudanya. Namun Angga, masih SMA tetapi harus memimpin sebuah perusahaan besar. Tentunya sangat membuat Angga tertekan.

Dulu setelah kematian Dhita, keluarga Angga semakin berantakan. Saat itu Angga sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tekanan yang ia rasakan seakan sudah tak sanggup untuk dia hadapi. Namun, lagi-lagi Kris selalu mengingatkan dan menasehati Angga agar tidak berpikiran sependek itu.

Angga menikmati indahnya pagi dari balkonnya. Ia melupakan sejenak beban yang selama ini ia tanggung.

Dering telefon berbunyi dari ponsel Angga. Tenyata Chandra yang menelfonnya. Angga melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Itu artinya Chandra lagi-lagi membolos jam pelajaran. Ya memang, jam pertama adalah matematika. Wajar saja jika Chandra yang badboy menilih untuk membolos.

"Bolos lagi lo?" Kalimat pertama Angga untuk Chandra saat mengangkat telponnya.

"Ya elah Ga, lo juga izin lagi hari ini," ucap Chandra.

Emang bener sih, Angga sering banget izin nggak masuk sekolah karena urusan kerjaan. Tapi setiap izinnya hanyalah mengatakan jika Angga ada kepentingan, sama sekali tak menyebutkan apapun.

"Gue serius, lo bolos lagi?" tanya Angga dengan datar.

"Nggak kok, lagi free class aja. Awalnya sih pengen bolos juga."

Intinya kalo untuk Chandra, pagi ini ia tak ingin mengikuti kegiatan pembelajaran. Dan ternyata, Dewi Fortuna berpihak padanya.

"Ngapain nelfon gue?" tanya Angga.

"Gabut aja nih gue, nggak ada kerjaan juga. Mana depan gue asik pacaran lagi," ucap Chandra.

Dalam hati Angga, ia menertawai sahabatnya itu. "Siapa?" tanya Angga.

"Nindi sama Alfin," jawab Chandra.

"Maksud lo?" tanya Angga lagi.

"Kelasnya Nindi juga lagi free class, makanya kesesat di kelas gue. Tadi lo juga dicariin Tania," jawab Chandra.

Tania lagi, dia memang tidak ada kapoknya untuk mengejar Angga. Padahal jelas-jelas Angga tidak pernah menganggap Tania sedikitpun.

"Udahlah, gue mau berangkat ke sekolah," ucap Angga.

"Katanya lo meeting, gimana sih?"

"Meetingnya di sekolah," jawab Angga yag langsung mematikan sambungan telefonnya.

Angga kemudian berjalan masuk ke kamarnya. Ia bersiap untuk pergi ke sekolahnya, bukan untuk bersekolah melainkan untuk menghadiri pertemuan donatur sekolah. Untungnya, rapat diadakan saat jam pelajaran. Jika tidak, Angga pasti tidak akan mau berangkat sekarang.

[My Ice Prince]

안녕하세요

Hai lagi,,,,

Jangan lupa buat vote and coment ya,,,

See you next part,,,

My Ice Prince [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang