Senin, hari yang paling menyebalkan. Di SMA Harapan Bangsa, setiap hari Senin di laksanakan razia untuk para siswa yang tidak mengenakan seragam lengkap. Biasanya akan dilakukan selepas upacara bendera. Para siswa harus tetap berada di lapangan upacara dan dilarang untuk meninggalkan barisan sampai ada guru yang memeriksa.Sebagai salah satu siswa yang tertib Ayra mengecek penampilannya sebelum berangkat sekolah. Ia memastikan semua atribut sekolah sudah ia kenakan. Setelah itu Ayra mengambil tasnya lalu keluar dari kamarnya. Sepertinya Ayroz sudah berangkat sejak pagi. Jika belum berangkat pasti Ayroz sekarang tengah berada di ruang tengah, namun Ayra sama sekali tak menemukan keberadaan Ayroz.
"Yah, Ayroz udah berangkat lagi. Minta jemput Evan aja kali ya," ucap Ayra.
Ayra membuka ponselnya. Ia men-scroll layar ponselnya untuk mencari kontak Evan. Belum sempat Ayra menemukan nomor telepon Evan, ponsel Ayra berdering. Ayra membaca nama seseorang yang menelponnya itu.
"Angga, ngapain dia nelpon gue?" ucapnya sendiri.
"Halo Ga, ada apa?" tanya Ayra.
"Jangan berangkat dulu, gue jemput lo," ucap Angga.
Belum sempat Ayra menjawab, Angga terlebih dahulu mematikan telponnya. Ayra agak kesal dengan sikap Angga yang seenaknya menutup telefon begitu saja.
"Kebiasaan!"
Tapi setelah dipikir-pikir, ada untungnya juga untuk Ayra. Siapa tau kali ini Ayra bisa menjelaskan masalah beberapa waktu pada Angga. Semoga saja mood Angga nggak berantakan hari ini.
Lima belas menit Ayra menunggu, suara motor terdengar di depan rumahnya. Ayra segera keluar dari rumah, tak lupa sebelum itu ia mengunci pintu rumahnya dulu. Pembantu Ayra hari ini sedang libur, jadi tak ada satupun orang yang berada dirumah.
Pemuda yang baru saja datang itu masih berada di atas motornya. Ia melepas helm full face yang sedari tadi menutupi wajah tampannya. Ayra berjalan menghampiri pemuda itu. Pemuda itu sekarang tengah mengamati penampilan Ayra dari ujung rambutnya hingga ujung kakinya.
"Kenapa?" tanya Ayra.
"Nggak, cuma mau ngingetin lo hari ini ada razia," ucap Angga.
"Iya gue tau."
"Kenapa nggak pake dasi?" tanya Angga.
Ayra memperhatikan dirinya. Benar, ia lupa untuk mengenakan dasi. Untung ada Angga yang mengingatkannya sebelum berangkat sekolah. Jika tidak, mungkin nanti setelah upacara ia akan dihukum membersihkan toilet karena tidak memakai dasi.
"Kak, gue ambil dasi dulu ya."
"Dua menit dari sekarang." Hal menyebalkan kedua dari seorang Dewangga Mavin Wirasatya, suka mengatur orang seenaknya.
Ayra masuk kedalam rumahnya dengan berlari. Setelah menemukan dasinya Ayra segera mengenakannya kemudian kembali turun kebawah lalu keluar dari rumahnya dan kembali mengunci pintunya. Ayra berlari ke arah Angga.
"Dua menit sepuluh detik," ucap Angga sambil melihat jam tangannya.
Saat ini Ayra tengah sibuk mengatur napasnya karena tergesa-gesa. Ia harus menaiki tangga menuju kamarnya lalu kembali menuruni tangga dengan berlari, wajar saja jika Ayra seperti ini.
"Lain kali disiplin. Untung nggak gue tinggal lo," ucap Angga.
"Ya elah Kak, cuma telat sepuluh detik doang," ucap Ayra.
"Sepuluh detik juga berarti, lo harus belajar gimana menghargai waktu," ucap Angga.
"Hm," susah kalo debat sama Angga. Tapi seenggaknya sekarang kalimat Angga rada panjang dikit, mungkin udah ngerti kosa kata kali ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Teen FictionDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...