Ayra dan Vania kini berjalan menuju kantin. Mereka menghampiri Irene yang saat ini duduk sendirian. Saat Ayra akan melangkah untuk menghampiri Irene, tangan kanan Ayra ditahan oleh seseorang.
Refleks Ayra menoleh ke belakang dan mendapati Kai yang tengah berdiri di belakangnya. Ayra langsung melepaskan tangannya dari Kai. Untungnya Dinda tidak berada di kantin saat ini. Jika ada sudah pasti Ayra akan semakin dibenci Dinda karena ini.
"Aku harus ngomong sama kamu," ucap Kai.
"Maaf, tapi nggak bisa," jawab Ayra.
"Sekali ini aja." Kai kembali membujuk Ayra.
"Gimana sama Dinda?" tanya Ayra.
"Bukan tentang Dinda. Aku mau ngomongin kita berdua," ucap Kai.
Ayra menoleh ke arah Vania lalu Vania mengangguk. "Oke, satu menit."
"Sepuluh menit." Ayra lalu menghela napasnya.
"Lima menit, kalo nggak mau nggak usah."
"Oke."
Vania melangkah menghampiri Irene sedangkan Ayra, ia mengikuti langkah Kai menuju salah satu meja yang berada tak jauh dari Vania dan Irene. Kai dan Ayra duduk saling berhadapan.
"Jadi?" tanya Ayra langsung.
"Aku cuma mau perbaiki hubungan kita. Aku mau kita kayak dulu lagi," ucap Kai.
"Kita nggak akan bisa kayak dulu lagi, semuanya udah beda Kai," ucap Ayra.
"Aku tau semuanya emang udah beda, tapi seenggaknya kamu nggak perlu ngehindar dari aku. Kita emang nggak mungkin balikan, tapi kamu bisakan bersikap kayak dulu? Dulu saat kita masih sahabatan," ucap Kai.
"Gimana kalo Dinda salah paham tentang sikap aku ke kamu nantinya?" tanya Ayra.
"Ra, tolong jangan ngaitin semua masalah kita sama Dinda," ucap Kai.
"Gimana aku nggak ngaitin Dinda? Dia tunangan kamu Kai."
"Dinda bukan tunangan aku. Dia cuma calon tunangan, dan dia nggak akan pernah jadi tunangan aku! Gue masih SMA dan gue nggak bakal tunangan sama siapapun itu!" tegas Kai pada Ayra.
"Tapi-"
"Ra, tolong dengerin aku baik-baik. Dinda itu cuma sahabat kecil aku. Dinda nggak pernah ngisi hati aku sedikitpun. Dinda jadi calon tunangan aku itu karena kemauan mama, bukan aku. Aku masih sayang sama kamu Ra," ucap Kai.
Tapi perasaan aku udah berubah Kai, udah ada orang lain yang menggantikan posisi kamu-ucap Ayra dalam hatinya.
"Aku mohon sama kamu Ra. Kalo misal kamu nggak bisa nerima aku lagi, seenggaknya kamu masih nganggep aku sebagai sahabat kamu. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalo sahabat itu orang yang paling berharga selamanya buat kamu. Kita dulu juga sahabatan Ra," ucap Kai meyakinkan Ayra.
"Oke, tapi gimana hubungan kamu sama Dinda? Aku nggak mau kalo Dinda benci aku gara-gara ini."
"Kenapa Dinda lagi sih Ra?"
"Karena-"
"Nggak usah dilanjutin. Tolong janji sama aku, kamu nggak akan menjauh dari aku lagi," ucap Kai.
"Ta-"
"Please," ucap Kai memohon.
Ayra lalu mengangguk, "Aku janji."
Andai saja keadaan masih sama seperti dulu, Ayra pasti akan sangat bahagia sekarang. Tapi nyatanya semua telah berubah. "Cuma itu yang mau aku omongin sama kamu," ucap Kai. "Aku mau balik ke kelas, kamu bisa gabung lagi sama mereka," lanjut Kai sambil menunjuk Vania dan juga Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Fiksi RemajaDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...