Di dalam mobil Angga sama sekali tak berbicara. Ia memilih untuk diam dan fokus menyetir. Begitupun dengan Ayra, ia sendiri tak ada niatan untuk membuka pembicaraan.
Setelah lima belas menit mereka akhirnya sampai. Ayra mempersilahkan Angga untuk masuk ke dalam. Kebetulan Ayroz juga belum pulang. Ia benar-benar disibukan dengan jadwal kuliah yang padat. Ayra dan Angga berhenti di ruang tamu. Mereka duduk di sofa yang ada di sana.
"Lo mau minum apa?" tanya Ayra untuk menawarkan minum.
"Nggak usah, gue cuma bentar. Ada yang mau gue omongin sama lo," ucap Angga.
"Apa?"
"Apa yang ada dipikiran lo tentang gue?" ucap Angga dengan sangat dingin.
Ayra berpikir sejenak dan terdiam. Akhir-akhir ini Ayra mulai tau berbagai fakta tentang Angga. Mulai dari Angga yang sangat beku, anak broken home, dan yang masih Ayra ragukan,,,, Angga adalah anak pemilik sekolah.
"Jawab! Apa yang lo pikirin setelah lo denger ucapan Chandra waktu di rumah?" ucap Angga kembali.
"Gue tau sesuatu, tapi gue nggak tau kebenarannya," jawab Ayra dengan ragu.
"Jadi?"
"Apa bener lo itu,,,,,,,,,,,,,,," Angga menunggu lanjutan dari kalimat Ayra. "Lo itu anak dari pemilik sekolah," lanjut Ayra dengan hati-hati.
Angga menghela napasnya. Seperti yang ia duga, Ayra pasti dapat menangkap omongan Chandra tadi. Dalam hati Angga, ia mengumpati Chandra. Rahasia yang ia tutup dua tahun lebih terbongkar pada gadis yang baru saja masuk ke sekolah itu.
"Sekarang lo tau, jangan pernah kasih tau orang lain tentang ini. Atau lo nggak akan bisa bebas sekolah di Harapan Bangsa," ancam Angga dengan sangat dingin.
"I-iya gue nggak akan bilang ke siapapun," ucap Ayra.
"Gue pegang omongan lo."
Setelah itu Angga langsung berdiri dan pamit untuk pulang. Waktu juga sudah menunjukkan pukul enam petang, jadi ia memutuskan untuk pulang. Saat ia keluar, Angga berpapasan dengan Ayroz yang baru saja pulang. Namun ia mengabaikan itu, Angga memang selalu seperti itu dengan orang lain.
Begitu sampai di rumah, Angga melihat sebuah mobil yang terpakir di garasi rumahnya. Itu bukanlah mobil mamanya, lagipun Angga yakin jika mamanya sudah pergi dari rumahnya.
Sekedar info saja, rumah yang ditempati Angga saat ini adalah rumahnya sendiri. Rumah itu merupakan kado ulang tahun Angga yang ke enam belas dari kakeknya. Awalnya Angga tak menempati rumah itu dan tinggal bersama orang tuanya. Namun setelah kejadian itu Angga memilih untuk tinggal sendiri.
Setelah Angga memasuki rumahnya, seorang pria menghampiri Angga. Ia adalah orang kepercayaan keluarga Angga selama ini."Pak, di depan mobil siapa?" tanya Angga.
"Itu mobil tuan muda Kris," jawab pria itu.
Kris, sepupu Angga yag sangat jarang berkunjung ke rumah Angga. Ia pasti sibuk dengan perusahaan, lalu untuk apa ia kemari?
Namun sepertinya Angga sudah tau penyebabnya. Kris pasti ingin membujuknya untuk menghadiri rapat besok, padahal sudah jelas-jelas Angga menolak. "Di mana dia?" tanya Angga lagi.
"Tuan muda Kris menunggu di halaman belakang," jawabnya.
"Untuk apa dia kemari?" tanya Angga memastikan tujuan Kris.
"Saya juga kurang tau," jawab pria itu.
"Permisi tuan muda, makan malam telah siap," ucap seseorang yang datang. Angga memberi anggukan, setelah itu orang tadi langsung pergi.
"Panggil Kris, suruh dia menunggu di meja makan," ucap Angga.
"Baik tuan muda."
Pria itu berjalan ke halaman belakang. Angga menaiki anak tangga menuju kamarnya. Angga segera mandi lalu berganti pakaian. Setelahnya Angga langsung menuju meja makan. Saat sampai, Kris sudah berada di sana.
Angga langsung duduk di salah satu kursi tanpa menyapa Kris yang saat ini berada didepannya. "Angga, gue ke sini-"
"Kita makan malam dulu, setelah itu baru lo bicara," ucap Angga yang menyela omongan Kris.
Terkesan tidak sopan memang, apalagi Kris lebih tua dua tahun darinya. Itu sebabnya kakeknya Angga menyuruh Kris untuk membantu Angga dalam mengolah perusahaan. Apalagi Kris lulusan dari universitas ternama di USA.
"Ga, gue-"
"Gue tunggu di balkon kamar gue. Lima menit nggak ke sana, lo bisa pulang," ucap Angga.
Setelah itu, Angga langsung berdiri dan melangkah menuju kamarnya. Sementara Kris, ia hanya mengikuti sepupunya itu. Bagaimanapun Kris lebih dewasa dari Angga. Ia pasti bisa mengerti keadaan Angga yang sekarang. Masih SMA, tetapi sudah harus memimpin sebuah perusahaan besar. Bukanlah hal yang mudah tentunya.
Angga memang selalu seenaknya saja. Untungnya Kris selalu telaten dan sabar dalam mengarahkan Angga, ditambah sifat Angga yang keras kepala.
Sesampainya di kamar, Angga langsung berjalan menuju balkon kamarnya. Kris mengikuti Angga ke balkon. Angga menghela napasnya.
"Masih soal meeting?" tanya Angga yang seakan membaca pikiran Kris.
"Gue rasa lo udah tau," jawab Kris.
"Gue udah bilang nggak bisa, dan artinya sampai kapanpun gue nggak akan dateng. Lagipun kenapa nggak lo aja sih? Bukannya kalo ada meeting selalu lo yang yang wakilin?" ucap Angga.
"Kalo gue bisa dateng, gue nggak akan nyuruh lo. Lagipula ini kakek yang minta, dia pengen lo yang dateng. Lagipun itu sekolah lo juga kan? Harusnya nggak ada masalah buat lo."
Dalam pikiran Angga justru itu yang menjadi masalah. Jika besok ia datang, maka seluruh siswa akan tau jika Angga adalah cucu pemilik sekolah. Ia tak ingin terlalu disegani oleh siswa-siswi lainnya hanya kerana latar belakang keluarganya. Ia hanya ingin dianggap dan diperlakukan seperti halnya siswa yang lain.
"Kris, harusnya lo ngerti. Gue udah pernah bilang sama lo, gue nggak mau identitas gue di sekolah kebongkar," ucap Angga yang masih sangat keras kepala.
"Meeting jam delapan pagi. Dan itu artinya temen-temen lo udah pada masuk kelas. Besok gue suruh Chandra buat bikin surat izin buat lo," ucap Kris.
"Gue denger, tadi Tante Winda ke sini. Apa yang dia omongin sama lo?" tanya Kris pada Angga.
"Sama seperti biasa." Jawaban Angga sama saat seperti ia menjawab Chandra tadi. Kris juga mengerti apa yang dimaksud Angga.
"Kenapa lo sulit buat maafin orang tua lo sendiri?" tanya Kris lagi.
"Gue rasa lo tau," ucap Angga yang malas untuk menjelaskan. Mau bagaimana lagi, seorang ice prince selalu malas menjelaskan suatu hal.
"Gara-gara Dhita?"
Masih tentang Dhita, orang yang sangat Angga sayangi. Angga mengangguk pelan sambil memandangi bintang yang ada di langit.
"Ikhlasin Dhita, dia udah bahagia di sana," ucap Kris. Ia sangatlah tahu seberapa berharga Dhita untuk Angga.
[My Ice Prince]
안녕하세요
Hai, kembali ke Dhita lagi nih. Pada penasaran nggak siapa Dhita? Tunggu di part selanjutnya ya.....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Teen FictionDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...