Selesai bimbingan untuk olimpiade, Angga langsung pergi begitu saja. Ia tidak memperdulikan keberadaan Ayra sejak tadi, bahkan Angga sama sekali tak merespon pertanyaan Ayra sejak tadi. Ponsel Ayra berdering saat Ayra akan pergi dari perpustakaan. Tertera nama Evan yang berada di layar ponselnya. Namun, untuk apa Evan menelponnya. Lagipula, Ayra juga nggak nyuruh Evan buat jemput.
"Ada apa?" tanya Ayra
"Gue mau ngajak lo ketemu. Di kafe deket sekolah," jawab Evan.
Untuk apa Evan mengajak Ayra bertemu. Lagipula setiap hari juga mereka pasti bertemu. "Evan, kita tiap hari udah ketemu. Ngapain sih pake acara ketemuan di cafe deket sekolah?" tanya Ayra.
Ayra saja masih pusing memikirkan siapa yang menyebarkan identitas Angga. Ini malah diajak jalan. "Van, gue lagi nggak mood nih. Gue lagi banyak masalah," ucap Ayra.
"Ya udah lo ke sini aja, siapa tau gue bisa bantu nyelesain masalah lo. Lagian gue mau ngenalin lo sama temen gue," ucap Evan.
"Ya udah deh. Tapi nanti anterin gue pulang."
"Iya-iya." Ayra segera mengakhiri panggilannya. Ia lalu bergegas menuju arah gerbang sekolah. Tadi ia telah memesan taksi online. Maklum aja, Ayroz nggak bisa jemput Ayra. Mau bagaimana lagi, Ayroz sedang masa skripsi. Dan Ayra sama sekali tak ingin mengganggu Ayroz, apalagi kalau menelpon bawel hanya sekedar untuk minta dijemput.
Hanya sekitar lima menit, Ayra sampai di kafe itu. Ia segera masuk dan mencari keberadaan Evan. Saat masuk, Ayra membelalakan matanya. Yang benar saja Evan move on secepat itu? Saat ini Evan tengah bersama dengan seorang cewek yang tengah duduk membelakangi Ayra saat ini.
"Ra!" panggil Evan yang menyadari keberadaan Ayra.
Gadis yang berada di depan Evan tersebut sontak menoleh ke arah Ayra. Ayra menjatuhkan rahangnya ketika gadis itu berbalik menghadapnya. Ayra segera berjalan mendekati mereka.
"Irene?" ucap Ayra dengan penuh tanda tanya.
"Loh, kalian berdua saling kenal?" tanya Evan.
"Jelas kenal lah, Irene itu sahabat gue waktu di LA. Lo sendiri, gimana ceritanya bisa kenal sama Irene?" Ayra ganti bertanya pada Evan.
"Dia juga temen gue," jawab Evan.
"Oke. Jadi gini, Evan itu sahabat gue waktu di Indonesia waktu SMP, setelah dia lulus gue pindah ke LA. Dan di sana gue sahabatan sama Ayra," jelas Irene.
Baik Ayra maupun Evan, keduanya mengangguk mengerti. Ayra ikut duduk di samping Irene. Tapi Ayra masih curiga dengan Evan dan Irene. Mereka berdua terlihat sangat dekat. Kalau benar begitu, rencananya untuk membuat Vania balikan sama Evan akan berantakan. Tapi kalau memang Evan nggak mau dan milih Irene, Ayra bisa apa. Lagipun Vania pernah cerita jika ia suka sama Chandra. Dan baik Irene maupun Vania, keduanya adalah sahabat Ayra.
"Bentar deh, gue mau nanya. Kok lo bisa kenal sama Evan sih Ra?" tanya Irene.
"Ehhh,,,,eeee,,, iya. Gue sama Evan sepupuan," ucap Ayra.
Setelahnya mereka memesan makanan dan asik mengobrol. Topik pembicaraan mereka tak lain adalah masa-masa SMP mereka dan juga persahabatan Irene dengan Evan. Begitu pula dengan persahabatan Irene dengan Ayra saat berada di LA.
"Oh iya, Ra. Lo ada masalah apa sama Shea cs?" tanya Evan.
"Emang kenapa?"
"Kemarin Shea ngomongin Angga gitu. Dan si Nindi tiba-tiba ngomong seolah ini ada sangkut pautnya ama elo." Ayra berpikir sejenak. Bisa saja memang Shea, Tania, dan Nindi yang melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Genç KurguDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...