Satu bulan berlalu tanpa kabar dari Angga. Ayra kini berniat untuk melupakan semua tentang Angga. Tak ada gunanya lagi ia memikirkan orang yang belum tentu juga memikirkan dirinya.
Gadis itu memandang langit malam dari balkon kamarnya. Dingin yang menusuk tak ia perdulikan. Kemarin, Ayroz abangnya berangkat menuju Surabaya. Kota itu memang tidak terlalu jauh daripada orang tuanya saat ini yang berada di Singapore. Sepi, itulah kata yang menggambarkan Ayra saat ini. Kai meninggalkannya, begitu pula Angga yang menghilang begitu saja, disusul Kris yang datang lalu kembali pergi, dan kemarin abangnya sendiri. Sahabatnya, Chandra sudah hampir dua minggu juga menghilang entah kemana. Namun yang paling membuat Ayra seperti ini adalah Angga.
Cinta, perasaan itu telah membuat hidup Ayra menjadi berantakan seperti ini. Jika Ayra bisa menyalahkan perasaan itu pasti ia telah memaki-makinya. Namun kenyataannya Ayra hanya bisa memaki dirinya sendiri yang telah membiarkan perasaan itu tumbuh. Air mata Ayra saat ini telah memenuhi kelopak matanya. Namun sebisa mungkin ia menahan air mata itu. Tiada gunanya menangisi kejadian yang telah berlalu, percuma saja waktu tak dapat diulang kembali. Namun nyatanya, air mata itu berhasil lolos membanjiri pipi Ayra. Saat ini Ayra hanya mempunyai Irene dan juga Vania, sahabat terbaiknya.
Ponsel yang berada di tangan Ayra tiba-tiba berbunyi. Chandra, Ayra kembali memastikan jika yang ia lihat memang benar. Nama yang tertera di ponsel Ayra sama sekali tidak berubah, yang menelponnya memang Chandra. Ayra buru-buru menghapus air matanya dan menarik napas dalam lalu mengangkat telepon itu.
"Ra, cepet bukain pintu. Gue ada di depan rumah lo," ucap Chandra.
"Lo ngapain ke rumah gue?" tanya Ayra dengan suara seraknya.
"Ada yang mau gue omongin, penting." Setelah itu Ayra langsung menutup telponnya. Ia berjalan keluar dari kamarnya menuju depan untuk membuka pintu. Setelah sampai, Ayra langsung membuka pintu.
"Masuk gih," ucap Ayra menyuruh Chandra untuk masuk. Ayroz memang sedang berada di Surabaya, tapi di rumah masih ada asisten rumah tangga keluarganya.
Mereka berdua lalu duduk di sofa yang berada di ruang tamu. "Lo mau minum apa?" tanya Ayra menawarkan minum.
"Nggak usah, gue cuma bentar kok."
"Ada apa emangnya?" tanya Ayra.
"Jadi gini Ra, gue niatan buat ke Singapore. Gue denger sekarang bokap sama nyokap lo lagi ke Singapore juga, jadi gimana kalo kita ke sana mumpung libur seminggu. Ya itung-itung liburan, bentar lagi kan udah mau penilaian akhir semester satu," ucap Chandra. Liburan? Singapore? Untuk apa?
"Kayaknya gue nggak ikutan deh Ndra, lagian bokap sama nyokap gue di sana juga ngurusin bisnis mereka. Lo ajakin yang lain aja," ucap Ayra. Lagian Chandra seperti tidak tahu suasana hati Ayra saja. Jelas-jelas mata Ayra berair dan memperlihatkan jika ia habis menangis.
"Kok gitu sih Ra? Emangnya lo nggak kangen sama mereka?" ucap Chandra.
"Gue udah biasa Ndra, kalo ditanya kangen atau enggak ya pasti kangen lah," jawab Ayra.
"Ya udah, kita liburan ke sana. Siapa tau lo ketemu sama orang tua lo. Sekalian libiran bareng gue, kapan lagi coba bisa liburan sama cowok ganteng kayak gue," ucap Chandra berusaha membujuk Ayra.
"Nggak Ndra, gue lagi pengen di rumah aja," ucap Ayra.
"Gue udah siapin surprise buat lo di sana," ucap Chandra.
"Enggak, Ndra. Gue nggak mau." Ayra tetap pada pendiriannya.
"Tapi lo harus ikut Ra!" ucap Chandra dengan nada setengah membentak. Ayra lalu bingung kenapa tiba-tiba Chandra membentaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince [ Completed ]
Novela JuvenilDewangga Mavin Wirasatya, cowok paling dingin di SMA Harapan Bangsa. Meskipun begitu, ia paling dikejar oleh siswi - siswi di sekolah, selain tampan ia juga jago taekwondo. Posisinya juga sebagai kapten tim basket sekolah ditambah dia ketua ekskul P...