Chapter 6

26 1 0
                                    

Mandarin Hotel, 12.30 pm...

"Mas Ditan, minta ikannya dong."

Ditan menaruh sepotong ikan kakap ke atas piring Bella yang ada di sebelah piringnya.

"Jadi, Gilang sama Mas Ditan dulu nge-band bareng?" tanya Bella ke Gilang yang duduk di hadapannya persis.

"Makasih." Ledek Ditan setelah menaruh potongan ikan itu di atas piring Bella.

"Oh, iya. Makasih, Mas Ditan." Bella nengok sebentar ke Ditan lalu dengan cueknya kembali memusatkan perhatian ke Gilang.

"Biasa, band anak SMA." Jawab Gilang sambil mengunyah sapo tahu. "Newyork Cafe kadang..."

Shafa terdiam memperhatikan itu semua. Suara Gilang yang sedang menjelaskan tentang bagaimana band mereka dulu mulai terdengar samar-samar. Pikirannya terbang ke jaman dulu, masa-masa disaat mereka masih mengenakan seragam putih-abu-abu. Masa disaat mereka masih sangat naif dan idealis menyikapi dunia. Masa disaat Shafa masih bersama Ditan.

"Aku nggak percaya sama hubungan jarak jauh." Kata Shafa waktu itu di dalam mobil sedan merah marunnya Ditan.

"Then let me make you believe it."

"No one can make me believe it."

Ditan nengok, mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Aku pikir kamu percaya sama aku selama ini." katanya pahit. Kecewa.

"I do."

"So?" tanya Ditan. "Kalau kamu percaya sama aku, kamu percaya kalau kita bisa jalanin ini."

"They are two different things, Tan."

"No," balas Ditan tegas. "It's the same thing."

Setelah itu keadaan menjadi hening sekali. Shafa mati-matian menahan tangis. Sementara Ditan menyetir mobilnya dengan mulut terkatup rapat, tanda perasaannya sedang tidak bagus.

Klik.

Ditan menyalakan tape mobilnya. Mengalunlah lagu You Belong To Me-nya Jason Wade.

See the market place and all algiers
Send me photographs and souvenirs
Just remember when your dreams appear
You belong to me...

Suara Jason Wayde yang berat disertai petikan-petikan gitarnya memenuhi seisi mobil. Lebih baik begini mungkin, daripada hening seperti sebelumnya. Ya, lebih baik mendengarkan lagu yang dimainkan Ditan di hari pertama mereka jadian, tepat di hari mereka akan menyudahi semuanya.

And I'll be so alone without you
Maybe you'll be lonesome too...

Perlahan terdengar isak tangis Shafa. Damn. Kenapa sih dia harus nangis juga disaat seperti ini, bukankah mereka berdua sudah dewasa?

Ditan mengalihkan pandangan sesaat ke Shafa. Ugh, dia paling nggak bisa liat pacarnya yang satu itu menangis. Apapun alasannya. Ditan mengangkat tangannya untuk mematikan tape mobil itu.

"Jangan, Tan." Shafa menepis tangan Ditan dari tombol tape mobil itu. "Aku mau denger lagu ini."

"Tapi kamu berenti nangis ya, Fa." Kata Ditan, melembut.

"Disaat kayak gini aku juga nggak boleh nangis?" tanya Shafa sambil menatap Ditan dengan matanya yang basah.

"Jangan di depan aku, Fa." Ditan membuang pandangannya ke jalanan.

Shafa diam, tidak menjawab lagi. Dia mati-matian menahan tangis. At least, dia harus menangis tanpa suara, berharap Ditan mengira dia sudah berhenti menangis. Padahal Ditan tau persis, Shafa masih menangis di sebelahnya.

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang