Chapter 23

8 0 0
                                    

"Hoaaahhhmm..."

Shafa membuka matanya seketika. Dilihatnya langit-langit yang bukan langit-langit kamarnya.

"Hoaaahhhmm... Ughhh..."

Suara itu lagi. Suara nguap diikutin suara ngulet. Suara siapa itu? Ini dimana?

Plok.

Tangan nemplok di muka Shafa. Buset. Shafa melihat ke samping kirinya.

Ya ampun. Gilang?

"Ihh. Lo apaan sih tidur di sini!?" Omel Shafa, masih kesel karena kebangun kaget.

"Ehhh, gw baru pindah nih. Semaleman tidur di sofa tuh," Gilang nunjuk sofa di deket jendela kamar. "Pegel badan gw. Gw pindah aja ke kasur. Lagian udah pagi."

"Ya tapi kan..."

"Lagian gw halangin bantal nih, liat nih." Gilang nunjukin bantal yang dia taruh di tengah-tengah kasur pembatas antara dia dan Shafa.

Shafa bengong melihat bantal yang membatasi mereka berdua di atas kasur.

"Kenapa lo, takut napsu sama gw?" Ledek Shafa.

"Napsu sama lo? Napsu tuh sama semur jengkol pake nasi anget."

Duh. Kalah Shafa sama semur jengkol. Emang cetek banget sih ni anak, pikir Shafa dalam hati.

Shafa melihat sekelilingnya. Dimana ini?

"Ini dimana, Lang?" Tanyanya.

"Centuri."

Hotel terdekat tempat clubbing semalam. Mana lagi? Secara mereka nggak mungkin pulang dengan kondisi Shafa yang super tipsy sambil ngeluh kedinginan nggak berenti-berenti.

"Lo yang traktir nih, Lang?" Todong Shafa. "Ahh... Kalo gitu kenapa nggak lurusan lagi sih tu di hotel sonoan nginepnya?"

"Mulya maksud lo?" Gilang nanya balik. "Sekalian bulan madu mau?"

"Najong."

Gilang nyengir.

"Duhh... Sakit ih pala gw." Shafa memijit-mijit keningnya sambil berjalan menuju tempat air putih. Duh. Kakinya sakit. Ditengoknya kaki kirinya. Luka. "Yah iya kaki gw."

"Kenapa?" Gilang masih menggosok-gosok matanya.

"Luka deh kayaknya. Kena pecahan keramik di toilet kali yaaa..." Shafa duduk memeriksa kaki kirinya.

"Hah?" Gilang bangkit dari tidurnya ikutan ngecek kaki Shafa. "Iya tuh Fa, berdarah kaki lo. Kok bisa?"

"Shoooott..." Shafa meringis kesakitan sambil menepuk-nepuk luka di kaki nya dengan tissue. "Udah ga keluar lagi sih darahnya. Ini bekas semalem aja kayaknya. Kok semalem nggak berasa yah?"

"Vroh, efek tequilla vroh." Ledek Gilang.

Sial. Iya juga sik. Efek tequilla, black label, long island, ga lupa flavour beer.

"Mana siniin kaki lo, ada pecahan keramik nyangkut ga." Gilang terus jongkok di depan Shafa yang lagi duduk sambil minum air putih.

"Care banget sih lo. Terharu gw." Shafa senyum-senyum nyebelin.

"Diem dulu. Jangan ganggu konsentrasi."

Shafa menunduk, ikut penasaran melihat kakinya. Tiba-tiba Gilang mendongak ke arah Shafa. Mereka berpandangan selama beberapa detik sampai akhirnya...

"Sakit perut gw. Boker dulu ah."

Krik, krik, krik.

Kalo di film-film, abis pandang-pandangan gitu biasanya pada ciuman kek gimana kek. Tapi ini Shafa dan Gilang. What do you expect.

"Najong banget sih lo. Nggak bisa jongkok bentar langsung ye." Sahut Shafa mengiringi kepergian Gilang menuju toilet kamar.

"Nature calls. Panggilan alam." Sahut Gilang dari dalam kamar mandi.

Ya, ya, ya...

Shafa bengong-bengong melihat keluar jendela. Untuuung semalem Gilang dateng, kalo nggak, apa jadinya dia. Menggila depan meja dj sama cowok charming yang baru dikenalnya? Muke gile.

Ting tung. Suara SMS masuk. Ditan.

'Pagi, Fa. Kamu di rumah?'

Huff. Ditan. The one who always care. The one who...

Hiks.

Entah angin darimana, tiba-tiba Shafa merasa sedih. Fabi nggak ada telepon ataupun SMS setelah tadi malam. 'Ngarep apa sih lo, Fa? You broke his heart.', pikir Shafa dengan mata berkaca-kaca. Guess she has to be used to living her life without him from now on.

Ceklek.

Pintu kamar mandi kebuka. Gilang keluar dari dalamnya dan mergokin Shafa lagi sibuk ngucek-ngucek matanya. Hmm. Tumbenan. She's trying to be strong. Grow up juga akhirnya dia.

"Jadi gimana semalem?"

Shafa mendongak ke arah Gilang.

"Huh?" Pura-pura nggak nyambung.

Gilang nggak ladenin, dia diam aja memandangi Shafa, menunggu jawaban. Dalam situasi normal, dia mungkin bakal ledekin Shafa, tapi kali ini, secara si anak cewek satu itu berusaha keliatan tegar, nggak tega juga dia.

"Ya gitu. Putus gw." Jawab Shafa akhirnya, sadar kalau Gilang nggak bisa dibohongin sama acting pura-pura nggak nyambungnya. "Udah tau sih, endingnya bakal kayak gini. Sejak sebulan lalu kita berdua off."

Oh, sebulan yang lalu. Gilang mengangguk-angguk dalam hati (nah, bisa bayangin nggak tuh mengangguk dalam hati).

"Sejak... Lo sama... Ditan?" Tanya Gilang hati-hati, takut salah ngomong.

"Nothing to do with him." Jawab Shafa. "Gw sama Fabi kan emang udah bermasalah lama."

'Tapi ditambah Ditan muncul juga.', sahut Gilang dalam hati lagi.

"Dia malah fair, baru mau lanjutin hubungan kalo gw udah jelas sama Fabi mau gimana. Dia yang rutin nanya gw udah sampe rumah belom dan lain-lain." Jelas Shafa mulai emosional. "Fabi? Mana pernah. Sejak gw bilang gw butuh waktu sendiri, dia menghilang, kayak nggak pernah ada."

"Yaa... Dia mau kasih waktu buat lo sendiri kali, Fa." Kata Gilang pelan, hati-hati.

"Please! Maksud gw, tunjukkin seberapa besar dia mau fight buat gw." Kata Shafa lagi. "Nyatanya, dia nggak berjuang buat gw. He just let me go. Like I was nothing in his life."

Shafa diam menunduk, menahan tangis.

"He and his career. Way much important than having me beside him."

Gilang mendekat ke Shafa. Okay, I think that's enough...

"Tiga tahun, Lang, gw sama dia. Through good times and bad times. Dari mulai gw pusing skripsi dan interview kerja sana sini. Dia selalu ada, bantu gw... Tapi sekarang..." Air mata mengaliri pipi Shafa. Dia menggigit bibir bawahnya dan menunduk dalam-dalam.

Gilang memeluk Shafa. Ya ampun, melihat Shafa nangis karena patah hati di umur yang bukan lagi remaja rasanya beda ya.

"Flashback saat-saat pas gw happy sama dia terus ada di kepala gw, Lang... "

"Ssshhh..." Gilang menepuk-nepuk punggung Shafa sambil memeluknya. "Udah, Fa. Udah..."

Gilang selalu bingung ngadepin cewek nangis. Termasuk Shafa. Terutama Shafa.

Dan tangis Shafa pun akhirnya pecah. Dia membenamkan mukanya di pundak Gilang, diam-diam sadar siapa yang selalu ada buat dia selama ini.

Gilang.

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang