Chapter 16

12 0 0
                                    

Minggu sore. Shafa sibuk ngulet-ngulet di sofa sambil pencet-pencet remote tv.

"Mama papa mana, Fa?" Tanya Satya sambil menuruni anak tangga.

"Kondangan." Jawab Shafa dengan pandangan nggak lepas dari tv.

Satya bergabung sama Shafa di ruang tv.

"Geser dong!" Katanya.

"Duhhhh... Apa sihhh... Disana kan masih lega!" Omel Shafa. Ngapain juga sih abangnya yang satu itu duduk di sofa mepet-mepet macem naik angkot yang udah penuh aja.

"Yang laen dooong... Ngapain sih liatin beginiaan... Bosen!"

"Jangan ganggu. Gw paling seneng liat serial ini." Sahut Shafa, sibuk melototin layar tv. "Ini bukan drama kriminal biasa. Lo liat dong detektif-detektifnya. Bajunya rapih-rapih. Mana cakep-cakep lagi. Apalagi yang itu tuh, si Mark Cross. Jutek cakep gimana gitu. Duhhh... Kapannn punya suami kayak gitu."

"Yah... Punya abang cakep juga udah cukuplah."

Duh.

"Fabi kemana ngomong-ngomong. Udah lama banget nggak keliatan." Tanya Satya, kali ini sambil ngemilin keripik pedes.

"Sibuk."

"Ditan?"

"Ada."

"Hmm." Satya manggut-manggut. Ditilik dari jawabannya Shafa, keliatan deh yang sekarang lagi dekat sama dia siapa. "Lo obvious banget sih."

"Obvious gimana?"

"Lah itu tadi. Fabi sibuk. Ditan ada." Lanjut Satya. "Gw sih bukan penggemar serial tv detektif-detektifan kayak lo, tapi gw bisa dengan gampang menyimpulkan bahwa akhir-akhir ini lo lebih sering komunikasi sama Ditan ketimbang Fabi. Ya kan?"

Shafa mengerutkan keningnya. Damn. Nggak sadar dia. Udahlah, iyain aja. Dia lagi males cerita panjang lebar. Bikin pusing. Besok bakalan pusing lagi, lembur lagi. Mari nikmati minggu sore yang tenang ini.

"Ngomong-ngomong," lanjut Satya lagi. "Gw udah ngelamar Pinta."

Nggak jadi minggu sore yang tenang, sodara-sodara. Surprise, surprise! Sang abang melamar pacarnya selama 3 tahun belakangan ini.

"Oh ya? Terus terus?" Tanya Shafa. Excited campur kaget. Satya mau kawin!

"Yeaa... Minggu depan mama, papa, sama gw bakal ke rumahnya Pinta ketemu sama Pinta dan orang tuanya. Ngomongin lamaran dan semuanya."

"Mama papa udah tau?" Shafa kecewa, biasanya Satya cerita ke dia dulu baru orang tuanya. "Kok lo nggak cerita-cerita sihhhh?"

"Lo sibuk banget dari kemaren bukannn?"

Iya sih.

"Terus gw perlu ikut nggak ke rumah mbak Pinta?"

Satya ngeliatin Shafa aneh.

"Mau ngapain?" Tanyanya retorik.

"Gw juga mau ikutan dooong pilih-pilih bahan among tamuuu dan lain-lain gituu..."

"Fa, lo janji sama gw ya, jangan ikutan hal-hal yang mereka mau urus sendiri." Kata Satya serius. Pengalaman temen-temennya yang sudah menikah, persiapan pernikahan itu bisa drama banget antara pihak cowok dan pihak cewek kalau tidak di handle dengan benar.

Shafa manyun.

"Iya." Katanya.

"Udah sih lo siap-siap urus aja tuh kawinan lo sendiri. Sodorin ke Fabi menurut dia gimana. Kan sekalian ngecek, dia mau nikahin lo beneran apa nggak."

"Nggak kayaknya." Jawab Shafa singkat sambil beranjak pergi dari situ.

"Hah?" Satya bengong mendengarnya. Soalnya selama ini dia yakin banget Fabi dan Shafa tinggal tunggu waktu aja sebar undangan. "Gimana?"

"Gw kan masih mudaaa Sat... Nanti-nanti aja ya tebar undangannya... Mendingan sekarang tebar pesona aja dulu."

Satya bengong dan Shafa pun berlalu dari situ.
Sekian dan terima kasih.

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang