Chapter 14

11 0 0
                                    

"Are you ok?"

Shafa terjaga dari lamunannya dan memandang asal suara itu.

Ditan.

Duduk di hadapannya sambil memandanginya khawatir.

"Yep." Jawab Shafa, singkat sambil membuang pandangannya kebawah dan mencoba tersenyum. "Why wouldn't I?"

Malam minggu. Di salah satu tempat hang out di sebuah mall di Jalan Sudirman, Shafa dan Ditan menunggu pesanan makan malamnya datang.

Tidak lama kemudian, sepiring pasta dan segelas flavour beer untuk mereka masing-masing datang dan telah dihidangkan di meja, siap disantap.

Ditan meminum flavour beer rasa apelnya.

"Rasa apel?" Tanya Shafa penasaran memperhatikan mimik muka Ditan.

Ditan ketawa.

"Sedikit." Katanya. "Mau coba?"

Shafa menggeleng.

"Kata kamu paling favorit rasa leci."

"Iya. Cocok buat kamu." Lanjut Ditan lagi sambil menunjuk segelas flavour beer di dekat tangan kanan Shafa. "Cobain aja tuh beer leci kamu."

Shafa memandangi Ditan curiga. Yang dipandangi makin ketawa.

"I'm not going to make you drunk, Fa." Sahutnya ringan. "Kalo kamu mau ganti sama ice tea minta aja sama masnya."

Shafa menggeleng kuat, "Nope."

Ditan tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Kamu nggak banyak berubah ya."

Shafa yang kalau disuruh A malah lakuin B, kalau dilarang A malah dilakuin A itu. Nggak pernah mau nurut.

"Lagian, it's only a glass of flavour beer." Kata Ditan lagi, sambil meminum beer nya. "It won't make you drunk. Cuma bikin loosen up aja."

Shafa meraih gelas bir nya. Kemudian meminumnya sedikit. Shoooottt... Pait! Emang sih rasa dan wangi-wangi leci dikitttt... Tapi tetep aja pait!

"Gimana? Enak kan?" Tanya Ditan, tersenyum melihat ekspresi Shafa.

"Paitttt..." Bisiknya. "Kok bisa sih orang bule makan hari-hari minumnya ini, kayak kita minum air putih!"

Ditan ketawa. "Is this the first time kamu minum?"

"Umm... Minum iya. Kalo buat di totol ke luka sih sering." Sahut Shafa.

Ditan ketawa lagi sambil memandangi Shafa. She's been taken good care of sampai-sampai belum pernah minum.

"Jadi mau ganti ice tea aja?" Tanya Ditan sambil menyantap pastanya. "Aku minta sama mas nya ya."

"Engak, enggak." Tahan Shafa. "Aku mau cobain dulu makan ala ala bule gimana sih. Minumnya bir gituuu..."

Lagi-lagi Ditan tersenyum. Dia sering tertawa dan tersenyum hari ini. Memang sosok perempuan di hadapannya itu nggak pernah gagal buat dia bahagia.

"Kamu beneran nggak apa-apa, Fa?" Tanya Ditan. "Hari ini sejak perjalanan ambil mobil kamu di bengkel tadi, kamu nggak kayak biasanya."

"Nggak papa." Jawab Shafa sambil mengunyah pastanya.

"Nggak ada yang marah kamu jalan sama aku malam ini?" Tanya Ditan lagi.

Shafa berhenti menyantap pastanya dan buru-buru menghirup flavour beernya. Banyak-banyak. Shoooott... Paitttt. Dia lupa kalo itu bukan es teh manis.

"Fa?" Ditan memandangi Shafa yang lagi sibuk pura-pura konsentrasi dengan pastanya sambil nahan sisa rasa pahit flavour beer di lidahnya.

Fabi kira-kira marah nggak seandainya tau malam ini Shafa jalan sama mantannya tercinta yang putusnya jaman dulu pun pake nangis-nangis tujuh hari tujuh malam? Kalau toh Fabi marah, Shafa mungkin bakal marah balik. Khasnya dia, keras kepala dan selalu merasa benar. Toh Fabi jarang ada di malam-malam minggunya Shafa. Plus, mereka lagi off.
Tapi apa kata-kata 'take sometimes off' berarti mereka bisa jalan dengan orang lain yang jelas menginginkan hubungan lebih dari sekedar teman? Enggak. Kalau begitu, Shafa selingkuh dong sekarang? Shafa menggelengkan kepalanya pelan. No one there for her. Yang ada cuma Ditan.

"Enggak." Jawabnya singkat.

Ditan memandanginya lalu berkata pelan dan hati-hati, "Pacar kamu?"

Aneh. Shafa merasa lebih rileks. Kepalanya sedikit keleyengan, tapi dunia tiba-tiba terasa lebih menyenangkan buat dia. Lebih lucu. Nothing to worry about.

Shafa tersenyum.

"We take sometimes off." Jawabnya.

Mati. Nggak ada jawaban lain apa Shafa mesti jujur banget begitu? Ini pasti efek flavour beer! But again, nothing to worry about. At least not tonight...

Ditan menatap Shafa.

"Is that because of me?" Tanyanya. "Maksudku, karena kita akhir-akhir ini sering bareng..."

Shafa ketawa. Menghirup flavour beernya. Mulai terasa nggak begitu pahit. Bener memang, rasa leci...

"Nggak." Jawabnya. "He's too busy. Nggak punya waktu buat aku."

Dan jadilah mengalir semua cerita tentang Fabi, apa adanya, dari mulut Shafa. Gimana dia terlihat siap menjalin hubungan serius dengan Shafa tapi terlalu sibuk untuk meluangkan waktu untuk bertemu. Gimana Shafa merasa nggak yakin dengan Fabi dan lain-lain.

Ditambah cerita Gilang yang punya cem-ceman baru di kantornya. Nggak ada hubungannya tapi semua hal itu membuat Shafa merasa sendirian. Dia bilang dia capek sama semuanya. Dan dia bilang flavour beernya enak, dan punyanya sekarang habis, dan dia pingin tambah segelas lagi. Loh?

"No, no, Fa. I don't think it's a good idea." Kata Ditan menarik tangan Shafa yang sudah siap memanggil mas-masnya. Ditan sadar Shafa udah agak-agak tipsy, segelas lagi bakal bikin Shafa lebih hilang kendali. "Aku pesenin ice tea aja ya. Tuh pasta kamu ga diabisin?"

Iya ya, pasta Shafa masih ada setengahnya. Dia nggak sadar, dari tadi dia sibuk menyeruput flavour beernya dan nganggurin pastanya.

"Enggak ah. Kenyang." Jawabnya singkat.

"Ok. Makan kacang ini aja." Ditan menyodorkan semangkuk kecil kacang yang dari tadi dihidangkan di tengah meja.

Lumayan, buat menetralisir efek flavour beer.
Shafa memakan kacang di depannya itu satu-satu.

"Fa, inget, kamu nggak pernah sendirian." Ditan menggenggam tangan Shafa. "I'm gonna be there. Tapi kamu selesain masalah kamu sama pacar kamu dulu. Aku nggak bisa ada diantara kamu sama dia."

Hmm. Fair enough. Dilarang nikung, apalagi kalau tikungan tajam.

"Ok." Jawab Shafa singkat.

Kemudian Ditan memanggil mas-masnya buat pesan ice tea. Yeah, ice tea. Padahal Shafa lagi butuh flavour beer leci yang banyak buat lupain semuanya.

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang