Chapter 25

8 0 0
                                    

"Ayo Ditan, nambah. Ini oleh-oleh langsung dari Padang loh, gulai kepala kakapnya." Nyokapnya Shafa sibuk menyodorkan mangkok besar berisi gulai kepala ikan.

"Iya, tante." Jawab Ditan sambil memasukkan sepotong kepala ikan ke dalam piringnya. "Siapa yang baru dari Padang, tante?"

"Temen kantor tante, dia baru pulang kampung ke padang."

Ditan mengangguk-angguk, sementara di sebelahnya, Shafa pura-pura konsentrasi sama makanan di hadapannya.

Cakep banget kan, seminggu setelah putus dari Fabi, Ditan udah ada di sini, makan malam di hari Minggu, di rumah Shafa, bareng keluarganya.

"Di Jakarta juga ada loh yang enak. Itu daerah Sabang situ. Apa ya namanya..." Kata bokapnya Shafa.

"Medan lama ya, pa?" Sahut Satya. "Satya pernah tuh kesitu. Enak sih emang. Dua ratus ribu per porsii..."

"Oh, iya. Ada temen pernah ke sana, katanya enak." Kata Ditan lagi.

"Nah, iya itu." Bokapnya Shafa menghabiskan makanannya.

"Masa sih, enak beneran, pa?" Tanya sang nyokap.

"Iya, dulu papa suka ke sana sama temen-temen kantor." Jawab sang bokap yakin. "Coba kapan-kapan kita makan di sana."

"Boleh tuh. Minggu depan yuk? Yuk Ditan, kamu ikut aja." Kata nyokapnya Shafa.

"I-iya tante." Ditan melirik Shafa yang sibuk memandangi Satya.

Shafa nggak cerita sih sama nyokap bokapnya tentang dia sama Fabi. Tapi curiganya, Satya cerita lengkap sama sang nyokap. Dan Shafa tau bangettt, nyokapnya yang satu itu kan paling parno Shafa nggak kawin-kawin. Makanya doi excited banget Ditan ada di sini malam ini.

Mereka melanjutkan makan malamnya hingga akhirnya satu persatu menyelesaikan makannya dan beranjak pergi dari situ.

"Ehh... Ditan, makasih ya donatnya. Repot-repot." Kata sang nyokap sembari merapikan donat-donat yang dibawa Ditan ke atas piring. Sementara mbok Siti dan ART Shafa yang satu lagi, mbak Yani, sibuk membersihkan meja makan.

"Sama-sama, tante. Tadi kebetulan sekalian lewat." Jawab Ditan sopan.

"Ma, Shafa ke depan dulu." Sahut Shafa berlalu dari situ diikuti Ditan.

Sesampainya di teras depan rumah Shafa, mereka berdua langsung duduk di kursi teras yang ada.

"Duh, males banget kerja besokkk..."

Shafa memandangi Ditan yang duduk di kursi sebelahnya.

"Emang kenapa?" Tanyanya.

"Males aja. Capek." Jawab Ditan sambil nengok ke arah Shafa dan tersenyum.

"Tuh kan, udah dibilang, besok Senin, mending istirahat. Kesini kan nggak deket dari rumah kamu."

"Minggu malem, lancar." Jawab Ditan lagi. "Kamu nggak males apa besok kerja?"

"Aku kan baru selesai lembur-lemburan, jadi happy sih. Besok bisa lebih santaiii..."

Ditan tersenyum. Nggak ada habis-habisnya dia tersenyum malam ini.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" Tanya Shafa.

"Nggak apa-apa." Jawab Ditan. "Seneng aja aku makan malam sama orang rumah kamu."

"Nyokap aku rame kan. Hobinya ngobrol loh, ati-ati."

"Udah tau. Kan dulu juga aku beberapa kali ngobrol sama mamamu pas ke sini." Dulu. Jaman mereka berdua SMA.

How time flies. Jaman mereka SMA itu kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. And here they are again, duduk di tempat yang sama berdua.

"Iya, ya." Kata Shafa sambil memandangi langit malam. "Itu jaman kita masih abg loh. Kita duduk di sini malem-malem gini juga."

Ditan mengangguk setuju.

"Kok bisa ya." Kata Shafa pelan, seolah ngomong sendiri.

"I don't know." Sahut Ditan. "But I'm glad to have it all back."

Shafa memandangi Ditan.

"I'm glad to have you back." Tegas Ditan.

"Slow down ya, Tan." Shafa menepuk tangan Ditan. "Aku butuh waktu."

"I know." Jawab Ditan sambil tersenyum.

Dan mereka berdua pun duduk terdiam sambil memandangi langit malam yang cerah dengan sinar bulan. A new journey begins.

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang