Chapter 46

6 0 0
                                    

When I say I love you more,
I don't mean I love you more than you love me.
I mean I love you more than the bad days ahead of us,
I love you more than any fight we will ever have.
I love you more than the distance between us,
I love you more than any obstacle that could try and come between us.
I love you the most.

"Yang,"

Shafa mengalihkan pandangannya dari wafel lagi dia potong-potong ke sosok yang sedang duduk di sampingnya.

"Kok kamu diem banget?" Tanya Ditan sambil memandangi Shafa.

"Hah? Enggak ah." Jawab Shafa sambil kembali sibuk memotong wafelnya.

Ditan terus memandangi Shafa, mencoba mendapatkan kebenaran. Semacam sailor moon gitu lah ya.

"Kemaren gimana yang, acara Satya?" Tanya Ditan lagi, mengulang pertanyaanya yang tadi di acuhkan oleh Shafa.

Shafa menengok sebentar ke Ditan.

'Yah, gitu. Semua orang mendoakan supaya rencana aku nikah sama Gilang, lancar.', kata Shafa dalam hati.

"Yahhh... Gitu, yang. Banyak tante, om, sodara-sodara... Yoga, sepupu aku kamu masih inget nggak?" Kata Shafa.

"Inget." Jawab Ditan.

"Nah iya itu dia dateng juga."

"Kamu ditanyain nggak kapan lamaran kayak Satya?" Tanya Ditan lagi.

Glek. Wafel yang lagi Shafa kunyah tertelan bulat-bulat. Untung lembut. Dan manis.

"Hmm..." Shafa meneguk segelas teh leci nya. "Beberapa orang nanyain sih."

"Terus kamu jawab apa?"

Aduh. Meneketehe. Yang lamar kan belom ada?

"Belum tau. Doain aja." Yang ini definitely bohong, karena seharian kemarin Shafa boro-boro sempat menjawab, baru mau buka mulut aja para sanak saudaranya itu sudah menamatkan doa mereka: semoga lancar menuju pelaminan bersama Gilang secepatnya.

"Kamu maunya kapan, yang?" Tanya Ditan lagi.

Pertanyaan bertubi-tubi dari Ditan, Shafa mulai merasa sedang di selidiki tentang sesuatu. Persis kayak salah satu scene di serial tv detektif favoritnya.

"Nggak tau. Kan aku belum dilamar." Jawab Shafa selewat.

Jleb.

Ditan terdiam memandangi Shafa. Salah ngomong kayaknya ya dia.

Tiba-tiba...

"Ditan?"

Shafa menengok ke sosok perempuan separuh baya yang berdiri di samping mejanya.

"Loh, ma?" Ditan kaget. "Mama kesini juga?"

Nyokapnya Ditan. Dan bokapnya. Di minggu pagi, disaat mereka berdua lagi sibuk dengan topik 'la-ma-ran'. Pas banget deh.

"Iya doong..." Jawab nyokapnya Ditan. Lalu pandangannya beralih ke Shafa. Dan raut mukanya berubah menjadi sangat antusias. "Shafa?"

"Tante, apa kabar?" Shafa bangkit dari duduknya dan mencium tangan nyokapnya Ditan. Sang nyokap menarik Shafa dan mereka berdua berujung cipika cipiki.

"Alhamdulillah, baik..." Jawab nyokapnya Ditan sambil tersenyum. "Pa, ini Shafa, temennya Ditan waktu SMA dulu..."

Shafa mencium tangan bokapnya Ditan.

"Kok mama nggak bilang mau jalan-jalan ke sini?" Tanya Ditan.

"Mama nggak tau Ditan mau ke sini. Tadi pagi kan Ditan pergi buru-buru banget. Mama aja bingung tumben-tumbenan anak mama udah rapi banget hari minggu pagi..." Ledek nyokapnya Ditan.

Shafa nyengir melirik Ditan yang misuh-misuh diledek nyokapnya.

"Kalau tau kan, kita bisa janjian brunch bareng ya, Shafa..."

"Eh, iya, tante." Shafa baru sadar dia belum menawarkan si om-tante ini makan. "Sarapan dulu yuk, tante, om."

"Tante mau banget, tapi ini mau beli tiket nonton takut kehabisan..." Tolak nyokapnya Ditan sambil tersenyum.

"Mama papa mau nonton apa?" Tanya Ditan.

"Yang superhero itu loh... Apa sih judulnya."

Ditan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lain kali ya, Shafa, kita makan bareng." Kata sang nyokap. "Shafa main yuk ke rumah."

"Iya, tante." Jawab Shafa sambil tersenyum.

"Ditan, bawa dong Shafa nya ke rumah."

"Iya, ma." Jawab Ditan sambil melirik Shafa. "Ini baru mau diajak."

Shafa memandangi Ditan bingung.

"Ma, ayolah." Sahut bokapnya Ditan. "Nanti keburu rame."

"Oh, iya." Kata sang nyokap akhirnya. "Sampai ketemu ya, Shafa."

Shafa mencium tangan nyokapnya Ditan. Seperti tadi, sang nyokap menarik Shafa dan mereka berdua berujung cipika cipiki.

"Sampai ketemu, tante..."

Dan nyokap bokapnya Ditan pun berlalu dari situ.

"Udah lama nggak ketemu mama kamu." Kata Shafa sambil kembali duduk dan menikmati wafelnya.

"Makan siang di rumahku yuk, yang."

Shafa nengok ke Ditan.

"Kapan?" Tanyanya.

"Sabtu depan kamu bisa?" Ditan balik nanya.

"Bisa."

"Ya udah, nanti aku bilang sama mama."

"Eh, kok aku jadi deg-degan."

"Deg-degan gimana."

"Nggak tau deh. Takut aja, salah ngomong atau gimana gitu, yang."

"Kamu. Mau makan siang sama mama papaku kayak mau makan sama presiden." Sahut Ditan.

"Ih." Shafa mencubit Ditan.

Ditan ketawa sementara Shafa terus menghabiskan wafelnya. Tiba-tiba Ditan terdiam memandangi Shafa.

"Hmm?" Shafa bingung, mulutnya penuh wafel.

Ditan mendekatkan wajahnya dan... Mengambil tissue di sebelah Shafa kemudian mengelap bekas es krim di pipi Shafa.

Kirain.

"Ih, kamu. Kaget." Sahut Shafa singkat. "Kirain PDA."

"Rasa es krim coklat dong, ya." Kata Ditan. "Aku lebih suka rasa vanilla sih."

Shafa nggak menanggapi sambil terus meminum es teh leci nya.

"Yang," panggil Ditan.

"Hmm?" Jawab Shafa.

Lalu Ditan berkata singkat sambil memandangi Shafa,

"I love you."

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang