Chapter 57

6 0 0
                                    

A real relationship has fights.

Has trust.
Has faith.
Has tears.
Has hurt.
Has sweet smiles.
Has genuine laughter.
Has snorts because of the laughter.
Has weird, stupid, unnecessary arguments.
Has patience.
Has communication.
Has secrets.
Has jealousy.

Lobby hotel Shangri-la jam 7 malam.

Shafa celingak celinguk mencari restoran yang Ditan sebutkan tadi siang di whatsapp. Setelah seharian kemarin Shafa mendiamkan Ditan, akhirnya tadi siang ia memutuskan untuk membalas whatsapp Ditan yang mengajak bertemu untuk makan malam di salah satu restoran yang ada di hotel ini. Tentu saja, Ditan menawarkan diri untuk menjemput Shafa yang ujungnya sudah bisa ditebak, Shafa menolaknya.

Oh, itu dia, Satoo Restaurant. Shafa bergegas menuju restoran tersebut. Setelah menghela nafas sejenak dan menarik bagian bawah dari terusan hitam yang ia pakai, Shafa mulai melangkah memasuki restoran.

"Shafa?"

Langkah Shafa terhenti seketika mendengar suara itu. Sesosok pria berpakaian rapi dengan kemeja dan dasinya berdiri di hadapannya. Sebelas dua belas dengan apa yang ia lihat di majalah Dennis weekend kemarin, Fabi.

"Fabi?" Shafa kaget.

Senyum Fabi mengembang.

"Sendirian aja?" tanya Fabi.

"Um, enggak, aku ada janji dinner." jawab Shafa sambil menunjuk ke dalam restoran.

"Really?" kata Fabi, excited. "Aku juga mau dinner sama team ku disini."

"Oh ya?" Iyalah ya, Fabi dan kantornya, tidak terpisahkan.

"Kebetulan banget ya, Fa." lanjut Fabi, masih sambil tersenyum. "Yuk." Fabi mengajak Shafa memasuki restoran berbarengan.

Shafa berjalan di sebelah Fabi memasuki restoran itu. Kalau saja Dennis tau, bisa heboh dunia persilatan. 'Itu pertanda, Fa. Alam berbicara.' Ya keles, Alam mah bernyanyi bukan berbicara.

Ngomong-ngomong, jadi inget waktu awal-awal Shafa pacaran sama Fabi dulu. Shafa masih kuliah dan Fabi baru saja diterima di Bank tempat dia bekerja sekarang. Mereka merayakannya dengan makan nasi pecel lele kaki lima yang selalu ramai di daerah Setiabudi sana. Sekarang, setelah mereka mulai sukses dengan karirnya, walaupun sedang mengitari restoran di hotel berbintang, mereka sudah tidak bersama lagi. Masa depan nggak ada yang tau.

Eh, ini Ditan di mana ya. Shafa nggak bisa bayangin apa yang terjadi kalau Ditan lihat dia datang bareng Fabi.

"Fab!"

Shafa dan Fabi menengok ke arah suara itu. Sosok pria yang sama rapinya seperti Fabi, khas pria-pria bankers.

"Ditunggu anak-anak." katanya sambil menghampiri Fabi, melirik sekilas ke arah Shafa.

"Oh, oke." Fabi kemudian berkata ke Shafa seolah meminta ijin. "Fa, aku ke team ku dulu ya?"

"Oh, iya Fab." jawab Shafa.

"Good to see you again." Fabi tersenyum penuh makna, seolah tidak rela harus berpisah dengan Shafa.

"You too." Shafa balas tersenyum.

"Take care." katanya sebelum berlalu dari situ.

Shafa tertegun.

Dulu Fabi biasa bilang begitu sama dia yang kemudian di akhiri dengan sebuah ciuman di kening Shafa. Goodness, how much she missed it.

Anyway.

Shafa kembali mencari dimana Ditan duduk. Lalu dia merasakan sedikit kesedihan mengingat foto Ditan bersama seorang wanita cantik yang dia lihat kemarin lusa. Benarkah ini semua cuma euphoria semata?

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang