Chapter 49

6 0 0
                                    

Jum'at pagi.

Shafa keluar dari lift dengan lunglai. Males banget rasanya pergi kerja. Kalo nggak gara-gara mau pake high heels baru nya yang dia beli minggu lalu ini, mungkin sekarang dia lagi leyeh-leyeh di sofa rumahnya sambil nonton infotainment. Masalahnya high heels barunya itu semi casual, berwarna coklat-orange bata, bertali-tali dan paling cocok di pakai dengan jeans pas badan dan loose blouse coklat serta tas coklat semi bohemian kayak yang pagi ini dipakai Shafa. Harus Jum'at kan pakainya? Lumayanlah ya, jiwa sih masih belum stay tune, tapi penampilan Shafa pagi ini staytune banget buat makan mi ayam Roji di kantin nanti siang.

Shafa membuka pintu kaca ruang resepsion. Terpampang besar dan jelas nama perusahaan di dinding belakang kursi resepsion. Melihatnya, Shafa merasa pusing.

'Feeling gw nggak enak nih.' pikirnya. 'Apa ini saatnya gw mengejar karir ke-artisan gw dan meninggalkan dunia korporasi yang telah membesarkan nama gw?'

Yeah, right.

"Hi!" Dina tiba-tiba datang dengan wajah cerah ceria di mejanya dari arah pantry. "Tumben nyisir. Rambut ujungnya kriwil-kriwil. Pasti berangkat di anter pacar ya."

Sialan. Dina paling tau.

"Lo pasti abis sarapan besar, muka cerah ceria begitu." balas Shafa tanpa menjawab sahutan Dina tadi.

"Iya dong. Lontong sayur sama ketoprak, bagi dua sama Eva tadi." jawab Dina bangga.

"Ya ampun." kata Shafa sambil mengusap perutnya yang mulai berkokok minta makan. "Belum sarapan, jadi pingin ketoprak."

"Belum sarapan lipstick udah pudar begitu. Tuh, belepotan kepinggir-pinggir tuhh..."

"Hah?" Shafa kaget dan mengusap pinggir bibirnya.

"Nggak diing..." Dina ketawa. "Nah lho, pagi-pagi dianter pacar takut lipstick belepotan abis ngapainnn..."

Sialan (2).

"Nggak ngapa-ngapain. Laper." Shafa beranjak pergi dari situ. "Sarapan ah. Sambil main farmville, kandang sapi gw udah jadi belum yaa..."

"Goodluck with that, Fa." sahut Dina. "Tadi bapak lo nyariin lo, katanya di site lagi di demo gara-gara surat tanah."

What!?

"Serius lo." tanya Shafa dengan muka tegang.

"Iya. Eva udah kabur ke ruangan bu El dari tadi." tambah Dina.

Shafa bergegas pergi dari situ. Terdengar samar-samar sahutan Dina soal bantuin buat kandang ayamnya di farmville. Yeah, kandang sapi, kandang ayam, kebon cabe semuanya bakal ketunda dulu nih hari ini.

Mufid mana sih, Mufiddd... Mau pesen ketoprak.

Shafa meletakkan tasnya di atas mejanya. Dia harus segera sarapan sebelum Pak Andrew...

"Shafa,"

Oops. Terlambat.

"Ke ruangan saya ya."

"Iya, pak." Bisa nggak pak saya sarapan ketoprak dulu? Sarapan itu penting lho, Pak. Lebih penting dari apapun yang bapak mau omongin ke saya sekarang, pikir Shafa sambil mengikuti Pak Andrew ke ruangannya yang terletak di luar cubicle Shafa dan berdinding kaca.

"Jadi begini," Kata pak Andrew sambil berjalan menuju kursinya setelah menutup pintu ruangannya. "Di site itu kita lagi di demo, sehubungan dengan legalitas kepemilikan tanah yang kita pakai."

Shafa duduk di kursi di depan meja pak Andrew.

"Jalanan ditutup, aktivitas distribusi batubara kita terhambat." lanjut pak Andrew. "Jadi ini penting sekali kita selesaikan secepatnya."

Shafa mengangguk. Feeling nggak enak. Naga-naganya lembur nih.

Tok, tok.

Somebody's knocking on the door. Eh, bukan somebody deh. Itu mah pasukan. Shafa melirik ke luar ruangan pak Andrew.

"Yak, masuk."

Klek. Dan masuklah tim legal. Lana, Eva, dan mas Adrian.

"Sudah selesai dari ruangan bu El?" tanya Pak Andrew ke Lana.

"Sudah, pak."

"Shafa, tolong bantu anak legal lagi ya. Ini masih berhubungan sama dokumen-dokumen kepemilikan tanah kayak yang waktu itu kamu urus, tapi di tahun awal perusahaan ini beroperasi."

"Iya, pak." jawab Shafa sambil melirik Eva, Lana, dan mas Adrian yang berdiri rapih di dekat situ.

"Kalian dibantu Shafa ya dari accounting. Sama nanti ada tambahan bantuan Linda, sekarang belum datang, dari finance." Kata Pak Andrew ke team legal. "Ada Adrian juga kan bantuin."

"No worries, Ndrew." Mas Adrian tersenyum.

E-ehm. Bapaknya belum tau ya, kalau si masnya sama mbak legal yang berdiri paling ujung itu pacaran? Ya iyalah ya lembur bareng di jum'at malam, berkutat di antara dokumen-dokumen tanah di pojokan ruang meeting nggak masyalaaahh. Makanya bapaknya naikin gaji mbak accounting yang satu ini, Pak, biar bisa tambahin jobdesk 'sekilas gosip kantor' ke tugas bulanan yang perlu di report ke bapak.

"Oke, kalo gitu mulai kerja kita."

Pasukan legal membubarkan diri dari ruangan pak Andrew setelah kompak jawab 'Ok, pak.' Shafa baru saja mau ikutan pergi dari situ saat mendengar pak Andrew memanggilnya lagi.

"Shafa,"

Shafa menghentikan langkahnya.

"Gw lupa nanya dari kemaren, gimana lunch lo sama calon mertua?" tanya pak Andrew sambil nyengir.

Shafa garuk-garuk kepala. Serius, nggak cocok banget sama penampilannya hari ini yang udah stay tune.

"Alhamdulillah sih, Pak. Lancar." jawab Shafa. "Mereka suka banget red velvet pie-nya. Emang beneran enak ya, pak."

"Yo'i." jawab Pak Andrew. "Jadi, jadi dong sebar undangannnn..."

Shafa cuma mesem-mesem.

"Jangan mesem-mesem doang lo. Bachelorette party nya jangan lupa." Pak Andrew ketawa.

"Ya olo, pak. Bachelorette party nya di kantin aja ya makan mie ayam bang Roji."

Pak Andrew ketawa lagi.

"Nanti kalau ini udah selesai, we should celebrate bareng anak-anak legal. Supaya persoalan surat tanah ini kelar nggak muncul-muncul lagi." lanjut Pak Andrew.

"Sukuran kita ya, pak."

"Yo'i. Pizza dan bir bolehlah."

Ckckck, bapake nggak tau aja si Shafa dikasih sececep flavour beer aja udah keleyengan.

"Udahlah, kamu sarapan dulu deh. Nanti pingsan nggak ada yang mau ngangkut." ledek Pak Andrew sambil ketawa.

Shafa pasrah, berlalu dari situ.

Banyak keles pak yang mau angkut. Asal jangan hati saya aja yang ke angkut, nanti saya ga jadi nikah dong sama mas peugeot merah. Lho? Emang udah mau nikah?

Au ah. Ketopraaakkk...

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang