Chapter 84

8 0 0
                                    

William's, pukul 12.30.

"Enak nggak?" Shafa melirik nasi goreng wagyu yang hampir habis di hadapan Gilang.

Gilang mengangguk.

"Lumayan. Tapi masih enakan nasi goreng tek tek komplek." Jawabnya.

Shafa mengambil sendok Gilang dan menyicipi nasi gorengnya.

"Hmm, enak." Katanya. "Lo lagi bandinginnya sama nasi goreng tek-tek."

"Tapi iya kan?"

"Kalo mau nasi goreng begitu sekalian aja tadi kita ke nasi goreng kambing kebon sirih, kaki lima sekalian."

"Males, lagi mau yg adem-adem." Sahut Gilang sambil menyeruput ice lemon tea nya.

Ting. Ting. Ting.

Handphone Shafa berbunyi tanda beberapa pesan whatsapp masuk. Shafa bergegas mengecek handphonenya.

"Sibuk banget weekend whatsapp an. Siapa sih?" Gilang melirik layar handphone Shafa yang duduk di sebelahnya.

Shafa buru-buru menutup postingan fotonya berdua Gilang bergandengan tangan yang tidak sengaja dia buka ketika membuka grup whatsapp keluarganya.

Shafa tidak ingin Gilang melihatnya, tapi terlambat.

"Itu gw ya?" Tanya Gilang.

"Bukan." Jawab Shafa cepat sambil mengunci handphonenya.

Gilang memandangi Shafa curiga.

"Lo sadar kan boong sama gw itu percuma?" Tanyanya, nggak butuh jawaban.

Shafa menghela nafas.

"Iya, itu elo. Kemaren pas ketemu Reno, kita gandengan tangan, Rara foto kita diem-diem." Jawab Shafa sambil menghabiskan gulai salmonnya. "Heboh satu kelurahan whatsapp."

"Whatsapp siapa?"

"Whatsaap grup keluarga nyokap gw lah. Not to mention, Tante Silvy yaaa..."

Gilang mengangguk-angguk.

"Gw nggak tau gimana jadinya kalau tiba-tiba nanti lo nikah sama orang lain, mereka pasti heboh banget." Lanjut Shafa.

"Hmm..." Gilang menyendok nasi gorengnya sambil seolah fokus pada nasi gorengnya itu.

"Dan gw pasti babak belur ditanyain,'What happened, Shafa?' 'Kok bisa putus lagi?'"

"Hmm..."

"Lang," Shafa mengguncangkan bahu Gilang.

Gilang mengangkat wajahnya dan memandangi Shafa penuh arti yang Shafa nggak tau artinya.

"What?"

Gilang diam.

"Apaaaaaa??" Desak Shafa curiga. "Ada yang nyangkut di gigi gw? Ada nasi di muka gw? Celemotan?"

Gilang menggeleng sambil tersenyum tipis yang penuh misteri kemudian menyuap sendok terakhir nasi gorengnya.

Ting. Ting.

"Whatsapp lagi tuh." Sahut Gilang.

"Biarin aja, paling ditanya udah booking gedung belom." Jawab Shafa sambil meneguk air mineral ya.

Gilang ikut meminum minumannya.

"Lang," Shafa memegang tangan Gilang. "Gw sebenarnya..."

Gilang diam memandangi Shafa, menunggu kata-kata Shafa selanjutnya.

"Takut lo terganggu sama orang-orang di sekeliling gw yang terus nge ceng in kita berdua." Lanjut Shafa.

Gilang mengangguk-anggukkan kepalanya. Kirain apa.

"Iya, lo terganggu ya?" Tanya Shafa melihat Gilang mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Nggak."

"Bener ya."

"Iyeee..." Jawab Gilang. "Biasa aja kali, dari jaman dulu kan orang-orang selalu begitu."

"Tapi kali ini kan beda, umur kita udah nggak remaja lagi."

"Lo aja Fa yang udah nenek-nenek. Gw kan dari dulu sampe sekarang masih abege."

Shafa melirik Gilang dengan galak.

"Lang," katanya. "Serius nihhh..."

Gilang terkekeh.

"Iye. Ah." Katanya. "Kirain gw apaan."

"Kirain apaan?"

Gilang diam tidak menjawab.

"But seriously," lanjut Shafa lagi. "Thanks for always be there for me, no matter what."

Gilang tertegun memandangi Shafa.

"Fa," katanya.

"Hmm?"

Baru saja Gilang mau mulai berbicara...

"Selamat siang, bapak, ibu... saya Michael, chef William's yang membuat dessertnya."

Seorang laki-laki berpakaian chef lengkap dengan topinya, mendatangi meja mereka dan memperkenalkan dirinya.

"Berikut ini Dragon breath yang dipesan. Kami ingin bapak ibu bisa merasakan sensasi bernafas seperti naga saat memakan dessert ini." Jelas sang chef sambil menunjukkan panci yang berasap berisi liquid nitrogen.

Shafa menengok ke arah Gilang dengan excited, lupa seketika akan perbincangan tadi. Yang ditengok hanya tersenyum tipis.

"Silahkan bapak, dicoba." Sang chef memberika sebongkah sesuatu semacam permen yang baru saja di ambil dari panci penuh asap itu.

"Cepet, Lang. Gw story-in." Shafa sigap memegang handphone nya, merekam Gilang.

Gilang memakan permen itu dan keluarlah asap dari hidung, telinga, dan mulutnya. Shafa tertawa terbahak-bahak.

"Asli, begini ini tampilan lo kalo lagi nyetir terus macet. Berasap semua satu kepala lo." Ledek Shafa.

Si mas chef dan asistennya menahan tawa.

"Silahkan dicoba, bu."

Shafa mengambil semacam permen itu dan bersiap memakannya.

"Ntar, gw rekam dulu." Gilang mengambil handphone nya dan merekam Shafa.

Shafa memakan permen itu dan hal yang sama terjadi padanya, asap keluar dari hidung, telinga, dan mulutnya.

"Cocok lo jadi naga." Sahut Gilang.

Shafa mencubit lengan Gilang seperti biasa.

"Aduduh." Gilang meringis sambil mengelus lengannya diiringi pandangan mas chef dan asistennya yang sibuk menahan senyuman.

Kemudian, setelah momen berasap-asapan itu berakhir, mas chef dan asistennya pun berlalu dari situ, meninggalkan Shafa dan Gilang dengan dessert dragon breath di atas meja mereka.

"Asli, seru ya. Kayak ada AC 3 pk di mulut gw, dingin banget." Sahut Shafa sambil menggigit coklat dessert itu.

"Biasa aja." Balas Gilang sambil cengar-cengir memakan dessertnya.

"Awas ntar gw posting video tadi di ig."

"Gw post juga video lo."

"Jangaaannnn...."

Gilang terkekeh.

"Gw marahan sama lo." Ancam Shafa.

"Ya udah, lo pulang ndiri ntar ya."

Shafa melotot. Lalu dia buru-buru memakan dessertnya. Sementara Gilang tertawa memandanginya.

He couldn't be happier.

***

Sepenggal Kisah ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang