Seokjin duduk disalah satu kursi meja kantin dengan wajah frustasinya. Mencengkram kepalanya dan menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. Diam untuk sesaat hingga bahu lebar nan kokohnya bergetar dan terlihat rapuh.
"Maaf,, maaf,, maafkan appa Tae,,, maaf,," kira-kira begitulah isak tangis Seokjin dalam diamnya.
Sungguh,, dia sangat menyesali perbuatannya. Taehyung bagaikan permata yang berkilau dan berharga baginya dan Namjoon. Dan tanpa berpikir dan dengan kejamnya dia menggores permata itu hingga permata itu retak dan membencinya.
Dia tak tahu bagaimana cara untuk membuat permata itu kembali utuh tanpa retakan. Dia ingin menyembuhkan permata itu. Bahkan jika bisa dia tak ingin meninggalkan goresan disana. Sedikit dan setipis apapun goresan itu. Dia ingin permata itu tetap utuh seperti sedia kala. Tapi kenyataannya dia tak bisa. Karena mungkin retakan itu terlalu dalam dan akan sangat sulit untuk mengembalikannya seperti sedia kala.
.
.Taehyung sudah lebih baik saat ini. Bahkan dia sudah bisa bermain dengan Jungkook saat ini. Ya meskipun dia hanya bisa bermain diatas ranjang rawatnya dan hanya bisa memainkan mobil-mobilan saja. Namun hal tersebut sudah membuat semua orang dapat bernafas lega.
"Tae,, minum obatmu dulu saeng" Jungkook menatap Namjoon yang menurutnya merusak quality timenya bersama Taehyung.
Taehyung mengangguk dan Namjoon segera membantu adiknya itu meminum obat sirupnya itu.
"Kenapa menatapku begitu?" Tanya Namjoon pada Jungkook yang menatapnya sebal.
"Tidak papa" jawabnya tak acuh.
"Dasar kelinci besar" gerutu Namjoon yang tak diperduli Jungkook.
"Tae,, apakah kau masih lama disini? Kau tidak rindu rumah apa?" Ujar Jimin yang baru saja memasuki ruang rawat Taehyung yang langsung membuat Namjoon memutar bola matanya malas.
Sama halnya dengan Hoseok. Sedang Hoshi, dia hanya terkekeh akan sikap Jimin.
Pletak!!
"Awww!!! Yak! Hoseok hyung! Kenapa memukul kepalaku!" Amuk Jimin.
"Kau terlalu bodoh! Pertanyaan macam apa itu? Dia bahkan baru sadar kemarin. Dan kau memintanya pulang? Auh,,, kenapa otakmu sama sekali tak berkembang Min Jimin?" Caci Hoseok yang membuat Namjoon diam-diam tersenyum.
"Harus kuakui aku berterima kasih pada adikmu Hoshi" ujarnya pada Hoshi yang juga ikut tertawa.
"Haha,, dia memang sangat cerewet" jawabnya sebelum menikmati kelanjutan pertunjukan didepannya.
"Otakku ini sangat bagus. Bahkan sangat baik dan cerdas. Ini salahmu jika otakku kehilangan kekuatannya!" Amuk Jimin.
"Apa? Kehilangan kekuatannya? Haha.. bukankah memang sudah hilang dari dulu? Ah tidak, tapi memang dari dulu emmang tidak punya"
"Apa!" Wajah Jimin jadi merah padam.
"Ya memang, perkalian 1 sampai 5 saja kau masih belum menguasainya. Bagaiamana bisa kau menyombongkan otakmu yang payah itu?" Hoseok semakin menambahi.
"Apa! Yak! Kau sendiri tidak bisa mencetak satu gol pun saat bermain sepak bola. Bahkan saat jarak.gawang dan dirimu hanya 5 meter!" Ejek.Jimin.
"Yak! Kenapa kau bawa-bawa itu? Itu tidak ada hubungannya!"
"Apa maksud hyung itu tidak ada hubungannya? Tentu saja ada. Selama itu adalah kelemahan hyung" Jimin bersmirk puas.
"Apa! Yak! Kau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Time For The Moonlight (Slow Up)
Fanfiction"Hanya waktu dan cahaya bulan. Sangat sederhana dan jauh dari kata sulit. Tapi kenapa kami bahkan tak mampu memberikannya?"