"Hal yang tak Diharapkan"
.
.Happy Reading,,,,
Pukul 01.20
Taehyung mengerjapkan matanya yang sama sekali belum mau terpejam meskipun malam telah semakin larut.
Taehyung meraih ponselnya, menatap layar ponselnya yang menyala tanpa ada notifikasi satupun.
"Apa kalian benar-benar tidak mengingatku?" Batinnya.
.
.Namjoon membuka matanya pelan saat sinar mentari menyinari wajahnya. Menatap sekeliling dengan tatapan setengah sadarnya sebelum.akhirnya menyadari sesuatu.
"Astaga!" Teriaknya.
"Aku ketiduran" lanjutnya sebelum bangkit dan beranjak menuju pintu kamarnya.
"Ahhkk,,, ini masih terkunci" geramnya saat tahu jika pintu kamarnya masih terkunci.
"Appa benar-benar keterlaluan" kesalnya yang nampak frustasi.
Semalam Seokjin memang mengunci Namjoon dikamarnya sebelum pergi. Selain alasan karena dirinya yang sudah membangkang, juga karena dia tidak ingin anak pertamanya itu mencari sang adik. Bukan karena tidak perduli, tapi dia hanya ingin membuat anak keduanya itu sadar dan berfikir dewasa. Bukan kekanakan seperti ini yang setiap mendapat teguran akan marah dan pergi.
Wait,,, marah dan pergi? Bukannya tak perduli? Apa yang dikatakannya itu benar adanya? Mari kita jabarkan satu per satu.
Marah, apakah salah jika kita marah saat ayah kita lebih memilih orang lain yang sama sekali tak ada hubungan dengannya?
Pergi? Dia bahkan hampir diculik jika nasib baik tak berpihak padanya. Dan yah,, harus di akui. Lebih baik pergi daripada mendengarkan atau mengetahui hal yang menyakitkan. Tapi apakah itu semua yang diinginkannya? Apakah itu semua berasal dari hatinya? Tentu tidak. Tidak ada satu orangpun didunia ini yang mau disakiti hatinya.
Bukannya tak perduli? Benarkah? Bukankah dia benar-benar tak perduli? Pikirkan saja, jika memang dia memihak, perduli dan ingin mendidik serta melindungi anaknya. Setidaknya dia cukup sadar jika anaknya telah menjadi orang yang rapuh dan menyedihkan akibat pola pikirnya itu.
Dan setelah semuanya. Kini muncullah teori yang membenarkan dan membuat kita sadar bahwa semua itu bukan simpati. Tapi hanya ucapan belaka. Ucapan belaka yang lebih bisa dibilang sebagai pengganti kata simpati disini.
Brugh,,,
Tubuh Namjoon luruh kelantai. Dia sungguh tak habis fikir dengan apa yang dilakukan ayahnya.
"Appa,,, kenapa appa begini?"
.
.Taehyung menuruni anak tangga rumah Gayon perlahan. Tangan kurusnya nampak bergerak mengikuti lintasan pegangan tangga selaras dengan langkah kakinya. Dengan tatapan sayu nan kosong dan wajah tanpa sinar dan tubuh tanpa tenaga.
"Kau sudah bangun?" Tanya Gayon yang entah sejak kapan sudah ada dianak tangga terakhir.
"Ah,, ahjuma,," ujar Taehyung sedikit terkejut akan kehadiran Gayon yang menurutnya sangat tiba-tiba.
"Kau terkejut. Apa kau memikirkan sesuatu?" Tanyanya.
"Nde? Ah,, tidak,, tidak apa-apa" jawab Taehyung.
"Kalian memang tak bisa berbohong dengan benar"
"Makanan sudah siap" ujar Gayon seraya berbalik dan bersiap melangkah menuju ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time For The Moonlight (Slow Up)
Fanfiction"Hanya waktu dan cahaya bulan. Sangat sederhana dan jauh dari kata sulit. Tapi kenapa kami bahkan tak mampu memberikannya?"